DPR: Utang TPPI Rugikan Negara

Kamis, 04 Agustus 2011 – 07:50 WIB

JAKARTA  - Anggota Komisi VII DPR Achmad Rilyadi meminta pemerintah tidak meneruskan restrukturisasi utang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) karena berpotensi merugikan negara.

"Saran saya, pemerintah mengambil alih pengelolaan aset termasuk kilang TPPI dan menunjuk BUMN yakni Pertamina untuk meneruskan operasinya," katanya di Jakarta, Rabu (3/8)

Saat ini, TPPI tercatat mempunyai utang ke pemerintah, PT Pertamina (Persero), dan Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) dengan total Rp 9,5 triliun

BACA JUGA: UU Jaminan Sosial Dinilai Sarat Kepentingan Asing

Perinciannya, pemerintah Rp 3,2 triliun, Pertamina Rp 4,7 triliun, dan BP Migas Rp 1,5 triliun.
    Menurut dia, TPPI sudah beberapa kali mendapatkan kesempatan penyelesaian utang-utangnya termasuk berbagai kemudahan dari Pertamina.   "Namun, sepertinya tidak ada itikad baik dari TPPI," katanya.

Terakhir, lanjut dia, pada 9 Mei 2011  "term sheet" (lembar persyaratan) restrukturisasi utang TPPI bersama induk perusahaan, PT Tuban Petrochemical Industries dan anak perusahaan lainnya telah ditandatangani.

Dalam dokumen "term sheet", TPPI mendapat sejumlah keistimewaan
Di antaranya, kewajiban Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) memasok kondensat kepada TPPI selama 10 tahun dan kewajiban Pertamina membeli produk mogas minimal 50.000 barel per hari.

Selanjutnya, pemberian ijin ekspor selama 10 tahun untuk produk minyak,  tapi tidak terbatas pada mogas, "gas oil", dan elpiji serta penerbitan ijin impor selama 10 tahun untuk produk propana, butana, elpiji, dan komponen campuran minyak bumi untuk "gas oil" dan mogas.

Selain itu, usai masa restrukturisasi, kepemilikan saham pemerintah di TPPI bakal tergerus dari 70 persen menjadi tinggal sekitar 22 persen dan Pertamina bakal kehilangan 15 persen saham di TPPI.

Sementara, berdasarkan dokumen Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan nomor LAP-573/D504/1/2011 tertanggal 8 Juli 2011 disebutkan, harga yang ditawarkan PT Tuban LPG Indonesia (TLI) kepada Pertamina terlalu tinggi.
  

TLI merupakan salah satu bagian "term sheet" restrukturisasi utang TPPI yang ditandatangani 9 Mei tersebut

BACA JUGA: Hindari Konflik Sosial, Pusat Tawarkan Jalan Tengah

Menurut laporan BPKP, TLI  memakai formula harga kontrak (contract price/CP) yang dikeluarkan perusahaan Saudi Aramco plus USD 140 per ton.
    Sementara, Pertamina mengimpor elpiji dengan formula CP Aramco plus 13,85 dolar AS per ton dengan pelabuhan bongkar di Tanjung Uban, Kepulauan Riau dan CP Aramco plus USD 17,8 per ton di Teluk Semangka, Lampung.

esuai kesimpulan "assessment" BPKP, harga TLI itu jauh lebih tinggi dibandingkan publikasi Platts yang CP Aramco minus 14,53 dolar per ton
"Harga jual pada dasarnya merupakan kesepakatan antara penjual dan pembeli

BACA JUGA: PAN Tolak Mosi Tak Percaya

Namun demikian, kewajaran harga jual elpiji TLI ke Pertamina adalah maksimal sebesar CP Aramco atau "flat" dengan syarat penjualan FOB dan cara pembayaran satu bulan setelah tanggal "bill of loading" (BL)," sebut dokumen tersebut.

BPKP juga menyarankan Dirjen Migas Kementerian ESDM menggunakan "assessment" tersebut sebagai bahan pertimbangan menyelesaikan perbedaan harga jual elpiji antara TLI dan Pertamina sesuai amanat Permen ESDM No 28 Tahun 2009 tertanggal 29 September 2009(dms)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Skandal Century Hadang SMI


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler