Dr Is Fatimah, Manfaatkan Lempung dan Kulit Manggis untuk Menangkap Sel Tenaga Surya

Ramah Lingkungan dan Murah, Dapat Bantu Para Backpacker

Minggu, 30 Oktober 2011 – 20:19 WIB
SANTAI : Dr Is Fatimah di ruang kerjanya di laboratorium Fakultas MIPA Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Foto: LOreal Indonesia for Jawa Pos.

UPAYA mencari energi alternatif yang murah dan ramah lingkungan terus dilakukan para ahliDr Is Fatimah, dosen UII Jogjakarta, memanfaatkan lempung dan kulit buah manggis sebagai penangkap dan penyimpan sel tenaga surya

BACA JUGA: Soegeng Soejono, 48 Tahun Jadi Orang Terbuang di Republik Ceko

Seperti apa?
----------------------------
M
Hilmi Setiawan - Jakarta
---------------------------
KODRAT Is Fatimah sebagai perempuan yang dikaruniai dua anak laki-laki dan seorang putri tidak melunturkan semangatnya untuk mengembangkan kegemarannya meneliti

BACA JUGA: Baby Rivona, Pengidap HIV/AIDS yang Getol Berjuang Semangati Teman Senasib

Gairah meneliti dosen kelahiran 19 Maret 1975 ini semakin menjadi setiap kali selesai berdiskusi dengan para mahasiswa di UII Jogjakarta.

Penelitian terbarunya adalah berusaha menciptakan alat yang mampu menyimpan sel tenaga surya
Pada awal-awal menggagas, dia sudah membatasi bahwa alat yang dia ciptakan harus ramah lingkungan sekaligus murah

BACA JUGA: Kisah Para Pemain Asing yang Kini Resmi Menjadi WNI

"Seperti ramai dibincangkan, sekarang lagi populer upaya mencari tenaga alternatif yang terbarukan atau berkelanjutan," katanya di Jakarta Jumat pekan lalu (21/10)

Berkat penelitian ini, Is memenangi kontes penelitian khusus perempuan muda yang bertajuk L"Oreal-UNESCO for Women In ScienceSebagai satu dari lima pemenang, Is berhak mendapatkan beasiswa penelitian Rp 70 jutaDia menarget, penciptaan alat baru ini rampung paling lama satu tahun.

Saat merancang penelitian, perempuan yang meraih gelar doktor dari UGM itu berpikir bahwa matahari merupakan anugerah Tuhan yang pentingSinar matahari termasuk kategori sumber energi yang sustainable (berkelanjutan).

Menurut dia, dalam sehari, rata-rata matahari menyinari di Indonesia sekitar sepuluh jamSetiap detik pancaran sinar matahari ini, papar Is, mampu dijadikan sumber energi listrik yang masuk kategori terbarukanDia yakin bahwa energi yang dikeluarkan matahari ini baru habis saat kiamat nanti"Jadi, memang harus dimanfaatkan secara maksimal," katanya.

Selama ini, menurut Is, teknologi yang digunakan untuk menangkap sel matahari relatif mahal dan kurang ramah lingkunganDi pasaran, peralatan itu bisa dijual dengan harga hingga puluhan juta rupiahSelain itu, bahan-bahan pembuatnya kurang ramah lingkunganMulai material silikon, plastik, besi, dan aluminium.

Dosen yang pernah mengenyam beberapa kali pendidikan tambahan di Australia dan Singapura itu menjelaskan, sebagai peneliti dirinya harus terus menggali hal baruTerutama untuk menangani persoalan bahan-bahan penangkap sekaligus penyimpan tenaga surya yang kurang ramah lingkungan dan cenderung mahal tersebut.

Is pun lantas memutar otakDia juga berkali-kali mondar-mandir dari laboratorium Fakultas MIPA UII Jogjakarta ke perpustakaan kampus untuk mencari referensi bahan-bahan penangkap sel tenaga surya yang ramah lingkunganBeberapa waktu kemudian, dia memutuskan menggunakan lempung (tanah liat) dan kulit buah manggis (Garcinia Magostana L.) sebagai media penangkap sekaligus penyimpan sel tenaga surya.

Untuk urusan mencari lempung, Is mengaku tidak takut kehabisan stokTerutama lempung alam montmorillonite yang dia klaim cukup unggul dalam proyek iniDia menyebut potensi lempung jenis ini di Indonesia mencapai 380 juta tonPaling banyak terdapat di Boyolali, Jateng dan Tasikmalaya, JabarBiasanya, lempung jenis ini digunakan untuk bahan baku kerajinan keramik.

Peraih predikat dosen teladan UII 2004 itu menuturkan, sebelum digunakan untuk alat penangkap sekaligus penyimpan sel surya, lempung harus dimodifikasiDi antaranya, dipadukan dengan bahan titanium dioksida"Pada dasarnya, yang menangkap sel surya itu titanium dioksida," katanya

Lalu apa peran lempung tadi? Is menuturkan, lempung berperan sebagai sarana memperluas jangkauan penangkapan dan penyimpanan sel suryaDia lantas membuat analogi sederhanaYakni, sama-sama menadah air di air terjun yang sama, orang yang menggunakan ember akan lebih banyak mendapatkan air daripada orang yang menggunakan gelas

"Kira-kira seperti ituSemakin lebar daya tangkapnya, sel surya yang tersimpan semakin banyak," ujar perempuan yang tiga kali meraih penghargaan dosen terproduktif menulis karya ilmiah se-UII itu.

Setelah mengupas peran lempung, Is menjelaskan kulit manggisUntuk ketersediaan kulit manggis, Is tidak khawatirSebagai negara tropis, Indonesia cocok sekali untuk menanam buah dengan rasa manis asam ituDia menuturkan, sebelum digunakan, kulit manggis perlu diekstrak untuk diambil pigmen warnanya.

Pigmen kulit manggis yang sudah diekstrak ini bakal memperkuat peran lempung dan titanium dioksida dalam menangkap dan menyimpan sel suryaSistem kerja ekstrak kulit manggis dalam menyerap sel surya persis dengan proses fotosintesisPancaran sinar matahari diserap untuk membantu tanaman memasak makanannya sendiri.

Fungsi molekul warna pada ekstrak kulit manggis diyakini mampu merangsang penyerapan sel surya di lempengan lempung dan mempercepat aliran penyimpanan yang berpusat di titanium dioksida"Memanfaatkan lempung saja sudah membantu penangkapan sel suryaApalagi, jika di-up grade lagi dengan bantuan ekstrak kulit manggisPasti hasilnya lebih optimal," papar Is.

Dia mengakui, di negeri ini upaya menciptakan alat penangkap sekaligus penyimpan sel surya yang ramah lingkungan dan murah masih kurang diminatiSebab, lebih dulu dicap ribet dan sulit mendapatkan material bahan bakunyaTapi, menurut Is, kesulitan itu akan sebanding dengan dampak penggunaannya terhadap kelangsungan kesehatan bumi.

Is yakin penelitian ini bakal menghasilkan peralatan yang cukup tepat gunaDia membandingkan dengan upaya serupa yang dilakukan sejumlah negara di EropaBanyak negara di Eropa yang sudah mengembangkan teknologi ramah lingkungan dalam menangkap dan menyimpan sel surya yang kemudian diubah menjadi energi listrik.

Ke depan, Is bakal mengembangkan hasil penelitiannya ini untuk berbagai keperluanDi antaranya, semacam alat charge handphone (HP) yang bisa dibawa ke mana-mana"Orang sudah tidak perlu repot-repot lagi mencari colokan atau membeli baterai," katanya.

Dengan mendesain charger (HP) portable berbahan lempung dan ekstrak kulit manggis menjadi seukuran kepalan tangan orang dewasa, alat itu bisa ditempatkan di tas punggung"Tentu membantu pencinta travelling atau komunitas backpacker," tandasnyaSetelah seharian menyerap sel surya, charger HP portable ini bisa digunakan di dalam hutan sekalipun yang tidak mendapat pasokan setrum dari PLN.

Untuk penghitungan ongkos produksi, Is belum mengukurnya secara detailTapi, jika alat berbahan lempung dan ekstrak kulit buah manggis itu bisa diproduksi secara masal, ongkos produksinya bisa ditekan dan hingga mencapai ratusan ribu rupiah saja

Kini, tahap penelitian Is masih fokus untuk menciptakan alatnyaJika benar-benar efektif mampu menangkap dan menyimpan sel surya, baru kemudian membahas ongkos produksi yang pas bagi kantong para backpacker(c2/nw)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Cara Manchester United Menciptakan Demam MU di Luar Arena Pertandingan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler