jpnn.com, PALEMBANG - Polemik antara pengemudi angkutan umum konvensional dengan online di Palembang, Sumatera Selatan, belum benar-benar selesai.
Pasalnya, para pengemudi angkutan konvensional di Palembang tetap saja menolak kehadiran angkutan online.
BACA JUGA: Tingkatkan Pelayanan, Pelindo II Terapkan Transaksi Non-Tunai
Mereka menilai pasca-pembatalan belasan pasal Permenhub No 26/2017 oleh Mahkamah Agung (MA), tidak ada lagi pembatasan untuk angkutan online.
Putusan itu dinilai para pengemudi angkutan konvensional terkesan “melegalkan” keberadaan angkutan online. Mereka tak terima.
BACA JUGA: Kena Jambret, Pasutri Batal Mudik Lebaran
Direncanakan aksi mogok massal pada 11 September mendatang dengan lokasi dipusatkan di Kantor Gubernur Sumsel.
“Setidaknya ada sekitar 15 ribu orang yang akan ikut dalam aksi mogok massal nanti,” kata koordinator aksi, Syarfuddin Lubis seperti dilansir Sumatera Ekspres (Jawa Pos Group) hari ini.
BACA JUGA: Jalani Sidang Perdana, Pengancam Kapolri Diancam Pasal Berlapis
Edaran berisi ajakan untuk ikut aksi mogok massal itu telah beredar luar.
Edaran yang ditandatangani Syarfuddin itu berisi ajakan kepada seluruh angkutan konvensional untuk ikut aksi menolak dengan tegas kebijakan pemerintah yang terkesan “melegalkan” angkutan online.
Selama ini, tuntutan yang mereka layangkan terkait penghentian operasional tidak digubris. Karenanya, para awak angkutan umum konvensional yang tergabung dalam Paguyuban Angkutan Umum Kota Palembang berencana kembali turun ke jalan.
“Saat ini kami masih berkoordinasi dengan seluruh ketua paguyuban angkutan konvensional mulai dari angkot, taksi konvensional, ojek pangkalan, becak hingga bajaj,” bebernya.
“Setelah itu, kami akan mengajukan izin melaksanakan aksi mogok massal seluruh angkutan umum konvensional,” ungkapnya.
Tiga tuntutan mereka, pertama menutup operasional transportasi online di Kota Palembang menyusul revisi Permenhub Nomor 26/2017. Kedua, meminta aparat keamanan untuk menindak tegas praktik premanisme terhadap angkutan umum.
Tuntutan ketiga meminta kelancaran arus kendaraan umum pada koridor masing-masing yang kian terjepit pascakeberadaan taksi online. “Kami mendesak manajemen angkutan online untuk menghentikan proses penerimaan driver online,” tuturnya.
Menurut Syarfuddin, menurut data yang dihimpun pihaknya sampai saat ini sudah 23 ribu orang yang mendaftar. “Lebih dari 6.000 taksi online. Belum ojek online,” cetusnya.
Kata Syarfuddin, pihaknya tengah menjalin komunikasi dengan perwakilan taksi online yang sejatinya juga mengeluhkan kebijakan operator yang hingga kini tetap membuka pendaftaraan bagi calon driver taksi online yang ingin bergabung.
“Aksi ini aksi damai, termasuk perwakilan dari taksi online kami undang di sini. Kita cari solusinya bersama-sama, namun kiranya patuhi aturan kalau ada jeda waktu hingga tiga bulan hendaknya jangan dulu beroperasi sampai aturannya betul-betul jelas,” sebutnya.(kms/uni/chy/bis/ce1)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Revitalisasi Pasar Cinde Disoal Pedagang
Redaktur & Reporter : Budi