MANTAN Presiden Jimmy Carter kembali mengukir prestasi dalam hubungan Amerika Serikat (AS) dan Korea Utara (Korut)Jumat lalu (27/8) tokoh 85 tahun itu sukses mendesak pemerintahan Kim Jong-il memberikan amnesti kepada Aijalon Mahli Gomes
BACA JUGA: Ancaman Malaysia Hanya Gertak Sambal
"Jimmy Carter meminta maaf kepada Kim Yong Nam (orang nomor dua Korut) atas penerobosan yang dilakukan GomesBegitu mendapat ampunan, Carter langsung mengajak Gomes bertolak kembali ke Negeri Paman Sam dengan pesawat pribadi yang sengaja dia sewa
BACA JUGA: Malaysia Siapkan Kapal untuk Deportasi TKI
Itu persis dengan alur yang dijalani mantan Presiden Bill Clinton pada 4 Agustus 2009Kala itu mantan presiden AS dari Partai Demokrat tersebut sukses membebaskan dua jurnalis AS yang ditangkap karena menerobos perbatasan tanpa izin
BACA JUGA: Desak Ada Perjanjian RI-Malaysia Mengacu CMW
Yakni, Laura Ling dan Euna LeeSama dengan yang terjadi Jumat pagi waktu setempat pada Carter dan Gomes, dua perempuan berdarah Korea itu pun bertolak ke AS bersama Clinton dengan pesawat sewaan.Sama halnya dengan Clinton, dalam lawatan tiga harinya, Carter juga digiring untuk membahas nuklirApalagi, dia bertemu langsung dengan Kim Yong NamKonon, dalam pertemuan Kamis lalu (26/8), tangan kanan Kim Jong-Il tersebut berpesan kepada Carter agar menyampaikan "niat baik" Pyongyang soal perundingan nuklir ke Washington"Kami siap melanjutkan perundingan dan membahas perlucutan nuklir di Semenanjung Korea," ujarnya sebagaimana dikutip KCNA.
Perundingan enam negara tentang nuklir Korut beku sejak April tahun laluGara-garanya, negeri Kim Jong-il itu nekat meledakkan senjata nuklir dan mengujitembakkan sejumlah rudalAksi provokatif tersebut berbuntut kecaman dari masyarakat internasional dan ancaman sanksi ASSaat itu Korut mengancam bakal menarik diri dari perundingan enam negara.
Tapi, Kim Jong-il dan jajaran pemerintahannya berubah pikiranBulan lalu Pyongyang menegaskan lagi niatnya untuk melanjutkan perundingan nuklir enam negaraKali ini perubahan sikap Korut ditanggapi dingin Korsel dan ASKorut berusaha mendekati sekutu dekatnya, Tiongkok, yang juga terlibat dalam perundingan enam negara tersebutHingga kemarin (28/8), Kim Jong-il dikabarkan masih berada di Beijing.
Kamis lalu, di hadapan Kim Yong Nam dan juru runding nuklir Korut Kim Gye Gwan, Carter berjanji menyampaikan keinginan tersebut kepada pemerintahan Presiden Barack Obama"Saya pribadi dan partai saya (Demokrat) jelas mendukung diskusi nuklir AS dan Korut," tuturnya sebagaimana dilansir Associated PressNamun, karena lawatan tiga harinya itu bersifat pribadi, Carter tidak bisa menjanjikan banyak hal kepada Korut terkait dengan nuklir negeri tersebut.
"Tak ada ruginya mengambil langkah besarTermasuk, mengawali perundingan tak terbatasInisiatifnya harus datang dari AS dan Korsel," papar Carter dalam sebuah pidato di Seoul pada Maret laluSikap itu kembali ditegaskan di hadapan para pemimpin Korut Jumat laluTapi, dia jelas akan kesulitan menyampaikan sikapnya itu kepada Obama dan jajaran pemerintahannyaApalagi, hubungan Washington dan Pyongyang kembali panas setelah insiden tenggelamnya kapal Cheonan milik Korsel.
Tak dimungkiri, kunjungan kedua Carter ke Pyongyang kali ini membangkitkan banyak harapanTerutama, dalam normalisasi hubungan Korut-AS yang panas-dingin sejak berakhirnya Perang DinginApalagi, politikus senior itu pernah sukses meredam ketegangan Korut-AS pada 1994Bedanya, saat itu dia menjadi kepanjangan tangan pemerintahan mantan Presiden Bill ClintonDiam-diam, Carter ditugasi menemui Presiden Korut Kim Il-sung dan mendinginkan amarah Korut yang dipicu masalah nuklir.
Ketika itu, Kim Il-sung mengancam bakal mengusir para pengawas nuklir dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA)Itu terjadi setelah AS mengutarakan kekhawatirannya bahwa Korut akan memproduksi senjata atom lewat program nuklirnyaAS pun menyiagakan sejumlah pasukan di perbatasan Korea Selatan (Korsel) dan siap berperang dengan KorutUntung, dalam dialognya dengan Kim Il-sung, Carter berhasil memenangi dukungan untuk berdamaiAS dan Korut lantas meneken kesepakatan Agreed Framework pada tahun yang sama.
Bradley Martin, jurnalis senior harian Boston Globe, menanggapi keberhasilan misi kemanusiaan pribadi Carter dan Clinton itu dengan skeptis"Ini hanyalah siklusSeperti perubahan musimSaat Korut bertindak kelewat batas, AS mengetatkan sanksiPerdebatan bergulir, mulai sanksi sampai tindakan militerTapi, akhirnya AS lebih memilih jalur diplomasi yang berujung pada kesepakatanKorut pun menyambut baik dan menitipkan sejumlah persyaratan dalam kesepakatan tersebut," jelasnya sebagaimana dilansir surat kabar terbitan Boston itu Jumat lalu (27/8).
Pada dasarnya, lanjut Martin, Korut sulit berubahMereka hanya bersiasat dengan AS untuk mendapatkan apa yang diinginkanSalah satunya, menukar tawanan asal AS dengan jaminan soal nuklirPyongyang berharap, lewat perundingan, mereka bisa berargumen untuk memenangi dukungan masyarakat internasional terkait dengan nuklirSejauh ini, hanya Tiongkok yang mendukung alur perundingan nuklir Korut.
Sikap skeptis seperti Martin juga ditunjukkan Bruce Klingner"Pasca kunjungan Clinton (pada 2009), media meramalkan bahwa kebekuan dua negara akan mencairSetidaknya mengurangi ketegangan seputar nuklirTapi, apa yang terjadi? Sama sekali tidak ada yang berubah dari Korut," ungkap pakar Asia tersebut kepada Heritage Foundation di Washington sebagaimana dilansir The Christian Science Monitor Jumat laluMenurut dia, lawatan Carter dan misi kemanusiaannya kali ini pun akan berakhir sama(hep/c7/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 2010, Malaysia 6 Kali Langgar Wilayah RI
Redaktur : Tim Redaksi