Urusan ini rumitnya bukan main
BACA JUGA: Dicari, Payung yang Berhemat Rp 10 Triliun
Memang yang berhak mengatur perdagangan gas adalah pemerintahBACA JUGA: Perbaikan Gardu Listrik nan Lama
Tapi, saya masih belum tahu siapa yang disebut pemerintah ituBACA JUGA: Polri Terhibur di DPR
Asing maupun domestik.Para pemilik ladang gas tentu ingin menjual gasnya dengan harga terbaikSebab, investasi untuk menemukan ladang gas tidak sedikitMaka, PLN harus bersaing dengan pembeli-pembeli lain: pedagang luar negeri maupun pedagang dalam negeri seperti Perusahaan Gas Negara (PGN).
Keinginan lain para pemilik ladang gas adalah ini: pembeli harus mengambil semua gas yang dihasilkan suatu sumur, berapa pun jumlahnyaDi sini PLN ditakdirkan kurang bisa fleksibelSebuah pembangkit listrik tentu sudah didesain memerlukan gas sekian MMBTU (Million Metric British Thermal Unit)Sedangkan produksi sebuah sumur gas kadang kurang dari kebutuhan itu dan kadang sedikit kelebihan.
Dalam hal produksi sebuah sumur gas kelebihan, katakanlah 15 persen, dari kebutuhan sebuah pembangkit listrik, dilema muncul: dibeli semua PLN rugi, tidak dibeli semua pemilik sumur gas rugiMaka, mestinya, tidak ada jalan lain kecuali ada kerja sama yang sangat khusus antara PLN dan PGNKalau PLN mendapatkan sumur gas yang produksinya kelebihan, kelebihan itu bisa disalurkan ke PGNSebaliknya, kalau produksi sebuah sumur gas kurang dari jumlah yang diinginkan PLN, PGN yang harus menambah.
Sampai sekarang kerja sama seperti itu rasanya belum adaEgoisme setiap perusahaan masih sangat menonjolPadahal, dua-duanya milik pemerintahMemang itu saja belum cukupPGN adalah juga sebuah perusahaan yang harus berlabaApalagi, sekarang sudah menjadi perusahaan publikPGN sendiri kekurangan gas untuk melayani pelanggannyaBaik pelanggan rumahan dan terutama pelanggan industriMaka, terjadilah persaingan ketat antara PLN dan PGN sebagai sama-sama pembeli gas dari ladang migasPersaingan ini yang sampai sekarang belum mendapatkan jalan keluar.
Tentu ada yang berdoa agar kedua perusahaan itu jangan cepat-cepat rukunPara pedagang solar (di dalam maupun di luar negeri) yang setiap tahun mengeruk uang PLN sampai Rp 80 triliun akan kehilangan bisnis yang mengilap dari pedagangan solarBahwa itu membuat PLN dan pemerintah sulit, yang kurang pintar kan PLN dan pemerintah sendiri.
Tentu ide yang paling realistis adalah membangun LNG-gasifikasi terminalPLN atau investor yang bekerja sama dengan PLN diminta membangun terminal LNG-gasifikasiPLN atau investor bisa membeli LNG (Liquefied Natural Gas atau gas alam cair) dari mana saja dalam jumlah yang pas untuk kepentingan PLNBisa dari Tangguh di Papua, bisa dari Senoro di Luwuk (Sulteng) bisa juga dari Qatar atau IranAtau dari tempat lainnya
LNG itulah yang kemudian diubah menjadi gas di sebuah terminal LNG-gasifikasiTerminal ini bisa dibangun di sekitar CilegonBahkan, sudah pula ada teknolgi baru: terminalnya dibuat terapung di lepas pantai JakartaAgar dekat dengan "PLTG salah makan" yang sekarang membuat masalah itu
Saya tidak melihat jalan lainHanya dua itulah jalan keluarnya: kerja sama yang baik dengan PGN atau membangun terminal G-gasifikasiYang pertama harus difasilitasi pemerintah dan yang kedua harus difasilitasi pemerintahMemang masih ada jalan lainTapi, terlalu radikalLelang saja PLTG-PLTG itu! Daripada bikin penyakit yang mengisap darah keuangan pemerintahHasil lelang barang bekas itu untuk dibelikan PLTU bekas yang direkondisi seperti baru
Jalan "gila" itu bisa menyelamatkan uang negara setidak-tidaknya Rp 10 triliun/setahunBaca: 10.000.000.000.000/setahunKalau saja di swasta dan saya yang menjadi pemiliknya, saya akan lakukan yang terakhir iniMasih ada penghematan lain yang juga triliunan rupiahTapi, dua seri tulisan ini saja sudah bisa menggambarkan mengapa PLN mengalami kesulitan selama iniDan mengapa sulit pula dipecahkan(*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Agus dan Emir Harus Bersyukur Tak Masuk Kabinet
Redaktur : Auri Jaya