Perbaikan Gardu Listrik nan Lama

Sabtu, 14 November 2009 – 07:06 WIB
JAKARTA lagi heboh listrik byar-pet gara-gara gardu Cawang terbakarMengapa PLN perlu punya gardu yang kalau terbakar bisa membuat listrik satu kawasan mati? Mengapa juga bisa terbakar? Mengapa memperbaikinya begitu lama?

Pembangkit listrik yang besar-besar itu umumnya memang jauh dari kota

BACA JUGA: Polri Terhibur di DPR

Karena itu, untuk mengalirkan listrik dari pembangkit ke kota-kota yang jauh tersebut diperlukan "jalan tol" yang disebut kabel bertegangan supertinggi
Tidak cukup dengan "jalan kampung" berupa kabel bertegangan 20 kV (seperti kabel yang digunakan di atas atap rumah Anda).

Kalau kabel 20 kV itu yang digunakan, listriknya akan habis menguap di tengah jalan

BACA JUGA: Agus dan Emir Harus Bersyukur Tak Masuk Kabinet

Pengiriman listrik 1.000 watt barangkali setiba di rumah Anda tinggal 600 watt saja
Karena itu, diperlukan kabel bertegangan tinggi

BACA JUGA: Menteri Pariwisata Baru Kita: Julia Roberts!

Lebih baik lagi yang supertinggiAgar sejumlah listrik yang dibangkitkan bisa sampai ke kota-kota tujuan dalam jumlah yang relatif masih utuh.

Di Indonesia, baru jaringan Jawa-Bali yang menggunakan kabel bertegangan supertinggi ituYaitu kabel dengan tegangan 500 kVAmerika Serikat menggunakan kabel bertegangan 600 kVDi Tiongkok sama dengan kita, 500 kVHanya, di semua GITET (Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi)-nya memiliki trafo cadangan yang sudah terpasangKebetulan sejak tahun 2002 saya rajin ke Tiongkok untuk mempelajari kelistrikan di sanaBerpuluh-puluh pembangkit di berbagai wilayah di Tiongkok saya kunjungiBahkan, tiga kali ke pembangkit tenaga air terbesar di dunia di Bendungan Sungai Yang Tze ituSaya juga pernah ke Gurun Ghobi di dekat Ningxia untuk melihat "hutan" pembangkit listrik tenaga angin.

Di Indonesia, satu-satunya wilayah yang menggunakan tegangan 600 kV adalah justru di TimikaTapi, ini memang "milik Amerika" juga karena khusus dipakai oleh FreeportYakni untuk mengalirkan listrik dari pembangkitnya yang di pinggir laut dekat kota Timika itu ke tambang emas di puncak gunung sejauh 60 kmSedangkan di wilayah luar Jawa, umumnya hanya menggunakan tegangan 150 kV, bahkan ada yang masih menggunakan tegangan 70 kV.

Karena kabel listrik di rumah Anda hanya bertegangan 20 kV, maka listrik yang "diangkut" dengan kabel 500 kV tersebut perlu disesuaikanListrik itu begitu mendekati kota harus diubah dulu menjadi tegangan lebih rendahHarus secara bertahapTidak bisa dari 500 kV langsung ke 20 kVDari 500 kV ke 150 kV duluUntuk memproses perubahan tegangan inilah, diperlukan garduNamanya Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi alias GITETLalu, diubah lagi dari 150 kV menjadi 20 kV di gardu lebih kecil yang disebut gardu induk (GI).

Gardu di Cawang Jakarta yang terbakar dan membuat Jakarta heboh sekarang ini adalah GITET sekaligus GILantaran konsumen yang dilayani oleh GITET Cawang itu sangat besar, maka perangkat di dalam GITET Cawang itu juga harus besarDi dalam GITET Cawang tidak cukup hanya berisi satu trafoHarus dua trafoKalau satu, tidak cukupDua saja sudah hampir tidak cukup sehingga, sebenarnya, sudah waktunya ditambah satu lagiNah, dari dua trafo yang sudah hampir tidak cukup itulah, salah satunya terbakarSebagian wilayah Jakarta harus padamHeboh.

Tapi, mengapa memperbaikinya perlu waktu lebih dari satu bulan - membuat kehebohan di Jakarta tidak segera reda? Mengapa orang Jakarta tidak sesabar orang-orang di luar Jawa yang listriknya sudah bertahun-tahun mati terus? Mengapa di luar Jawa tidak heboh? (Yang luar Jawa ini sebenarnya heboh jugaTapi, karena letaknya jauh dari Jakarta, maka hebohnya tidak sampai ke telinga pusat kekuasaanSeperti menguap ditelan gelombang laut Jawa).

Kalau saja di Cawang itu ada trafo cadangan, sebenarnya langsung sudah bisa diatasiMasalahnya, Cawang tidak punya trafo cadanganJangankan cadangan, yang ada itu saja sudah "Senin-Kemis"Posisinya sudah rawan karena tingkat pemakaiannya sudah di atas 90 persen semuaBukan hanya Cawang, seluruh GITET di Indonesia tidak lagi memiliki cadangan! Semua cadangan sudah dipakaiPadahal, di sekitar Jakarta saja terdapat sekitar 12 GITET yang keadaannya semuanya kurang lebih sama gawatnya.

Untung, sebelum ini, Surabaya masih punya satu trafo cadanganLetaknya di GITET Krian, sekitar 25 km dari SurabayaCadangan inilah yang harus dibongkar untuk dikirimkan ke Cawang.

Kelihatannya simpel: bongkar, kirim, lalu pasangPelaksanaannya tidak semudah itu.

Satu trafo itu beratnya 160 ton! Membongkarnya saja memerlukan waktu enam hariTrafo cadangan tersebut memang dalam keadaan sudah terpasang di GITETBukan di gudangUntuk mengirimkannya ke Cawang, diperlukan waktu sangat lamaKarena beratnya 160 ton, tidak banyak jembatan yang kuat dilaluiPadahal, ada berapa ratus jembatan seperti itu antara Krian sampai Bekasi?

Karena itu, pengirimannya pun harus melalui lautDari Krian harus diangkut ke Pelabuhan Tanjung Perak duluJarak yang hanya 25 km itu harus ditempuh dalam waktu 12 jam! Panjang kendaraan yang digunakan untuk mengangkutnya pun hampir 200 meterBayangkan kalau barang sebesar itu harus jalan darat dari Surabaya ke JakartaBisa tiga bulan baru sampaiBerapa juta pengguna jalan yang menyumpah-nyumpah karena kemacetan yang dibuatnya.

Jalan laut satu-satunya pilihanApalagi, ketika diangkut, barang tersebut tidak boleh terlalu miring ke kanan atau ke mukaTidak mungkin boleh melewati tanjakan gunung di dekat Batang (Jateng) itu.

Ada problem berat lainnya yang sulit diatasiPosisi oli yang ada di dalam trafo tersebut tidak boleh goyangJangan kaget! Di dalam satu trafo itu terdapat 200 drum oli! Ketika trafo diangkut, oli tersebut memang bisa dikurangi agar berat trafonya berkurangTapi, tidak boleh dikurangi banyak-banyakTidak boleh sampai batas peralatan yang seumur hidupnya harus tenggelam di dalam oli ituOli hanya boleh dikurangi sedikitDan yang disebut sedikit itu adalah 40 ton! Ruang kosong akibat pengurangan oli itu pun harus diisi nitrogen.

Tanpa oli itu, peralatan di dalamnya akan terbakarOli inilah yang dalam keadaan trafo dipakai harus selalu dikontrolKalau warna olinya sudah pink, berarti sudah waktunya ada perawatanHarus ada upaya tertentu untuk menjaga oli agar tetap berwarna kebiru-biruanPerawatan memang titik sentral yang penting untuk menjaga gardu tetap sehatKalau warna yang sudah pink itu dibiarkan, fungsi oli yang semula menjadi isolator dan pendingin akan berubah 360 derajat, justru menjadi penyulut kebakaran.

Sebagai orang luar, saya tidak tahu apakah soal perawatan itu yang menyebabkan gardu Cawang terbakarAtau karena seringnya ada gangguan sehingga gulungan-gulungan benda yang ada di dalamnya melonggar pelan-pelan, lalu terjadilah hubungan perselingkuhan pendekAtau penyebab yang lain lagiMisalnya, gempa bumiKalaupun yang terakhir itu penyebabnya, masih ada pertanyaan susulan: mengapa GITET lainnya tidak terganggu?

Biarlah PLN yang menjawab itu.

Yang jelas, dalam posisi trafo di semua GITET sudah mendekati batas maksimum, sebaiknya PLN memang punya trafo cadanganTidak perlu yang paling ideal dulu, di mana setiap GITET punya satu cadangan yang sudah terpasangItu akan sangat mahalSatu trafo harganya bisa USD 20 juta atau sekitar Rp 200 miliarPLN yang dalam keadaan rugi dan menerima subsidi sekitar Rp 60 triliun per tahun belum waktunya seideal itu.

Cukup dulu kalau trafo cadangan tersebut dua sajaTidak perlu dalam keadaan terpasang agar bisa dimobilisasi dengan cepatSatu taruh di Jakarta dan satu di SurabayaKalau ada trafo yang terbakar lagi, cadangan itulah yang dimobilisasi.

Trafo cadangan ini satu keniscayaanKalaupun benar-benar belum punya uang, belilah dari TiongkokLebih murahTinggalkan cara berpikir orang kaya yang manjaJangan maunya terus-menerus beli "Mercy", sementara kemampuannya hanya beli KijangCara berpikir itulah yang sudah terlalu lama memanjakan PLNIni gara-gara di masa lalu (Orba) PLN selalu dapat fasilitas enak pinjaman luar negeriYakni pinjaman yang wujudnya harus berupa barang yang kelasnya kelas MercyKian mahal barangnya kian menyenangkan rupanya "baik bagi yang meminjami maupun yang dipinjami".

Mental itu harus berubahMengapa beli Mercy 10 kalau uangnya cukup untuk beli Kijang 100? Bukankah fungsinya sama? Memang analogi ini tidak sepenuhnya benarTidak ada trafo kelas Kijang di dunia iniTapi, ada kelas Camry atau RenaultApalagi hanya untuk cadanganKalaupun uang juga belum cukup untuk beli Camry, kalau perlu belilah "Camry" bekasJangan rakyat jadi korban "mental orang kaya".

Yang penting, trafo cadangan itu cukup untuk digunakan enam bulanSekadar untuk menunggu yang asli diperbaikiKalau masih bisa diperbaikiMemperbaiki sebuah trafo sebesar itu perlu waktu empat bulanDalam kasus tertentu, biaya memperbaikinya bisa 40 persen dari biaya beli baruTapi, ini satu keniscayaan.

Masih banyak hal yang lebih mendasar, yang lebih hebat, yang harus berubah di PLNApa saja? Tidak hari iniTulisan ini sudah terlalu panjang(*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Cermati Empat Menteri dalam 100 Hari Pertama


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler