jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR, Andi Akmal Pasluddin memberikan perhatian serius terhadap kondisi perekonomian nasional yang tak kunjung membaik. Hal ini dapat dilihat dari nilai tukar rupiah yang labil, daya beli masyarakat jatuh, pengangguran masih tinggi ditambah isu tenaga kerja asing.
Menurut Akmal, sapaan akrab Andi Amal, saat ini terjadi fenomena tingginya harga kebutuhan pangan pokok yang tiba-tiba, PHK (pemutusan hubungan kerja) yang semakin marak, lapangan kerja yang menurun, dan impor pangan yang berpolemik.
BACA JUGA: Janji Siapkan SMK Perikanan di Cirebon
“Hal ini menjadikan wajah perekonomian negeri ini karut marut tanpa solusi,” kata Akmal dalam keterangan persnya, Selasa (1/5)
Anggota Badan Anggaran DPR ini menjelaskan bahwa sektor perikanan dan pertanian yang seharusnya dapat menjadi solusi tenaga kerja belum maksimal digarap serius oleh pemerintah. Campur tangan pemerintah untuk memajukan kedua sektor ini hanya sebagian kecil saja sehingga masih banyak petani dan nelayan atau petambak garam kita hidup dan bekerja secara alami bahkan kerap dirugikan dengan kebijakan-kebijakan yang malah menekan kehidupan mereka.
BACA JUGA: Lima Pemuda Pengangguran Diciduk Polisi
Menurutnya, sektor perikanan dan pertanian sangat banyak membutuhkan tenaga kerja jika industri di sektor-sektor ini mampu disiapkan oleh pemerintah. Di luar Jawa masih banyak lahan yang sangat luas. Begitu juga lahan kritis masih banyak yang dapat dipulihkan atau dimanfaatkan kembali.
Sedangkan industri perikanan baik darat maupun perikanan tangkap sangat dominan pada pengelolaan tradisional. “Jika ini dikembangkan, akan banyak menjawab persoalan bangsa mulai dari tenaga kerja, pangan, dan kemiskinan,” ujar Politikus dari Fraksi PKS ini.
BACA JUGA: Soal Satu Ini, Capaian Jokowi Jauh di Bawah SBY
Legislator PKS dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan II ini mengatakan negara ini telah dihadapkan pada permasalahan tenaga kerja asing. Sedangkan pada saat yang sama, angkatan kerja negara ini per Agustus 2017 sebesar 128,06 juta jiwa, dengan tingkat pengangguran sebesar 7 juta jiwa.
Dengan kondisi ini, kata Akmal, Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga kerja Asing telah memicu kemarahan sebagian rakyat Indonesia sehingga semakin menggencarkan upaya ganti presiden.
“Pemerintah seharusnya semakin bijak terhadap kebijakan-kebijakan yang menyangkut hajat hidup rakyat negeri sendiri. Hal yang sensitif terkait perut rakyat kecil jangan selalu diusik. Momen Hari buruh 1 mei tahun ini, sebaiknya dijadikan bahan evaluasi dan kontemplasi pemerintah seluruh jajaran agar semakin meningkatkan kesejahteraan rakyatnya secara merata,” kritis Akmal.
Pada tahun 2015, lanjut Akmal, Nusa Tenggara Timur, melalui kepala dinas pertaniannya, menyatakan daerah ini tidak mampu menyerap angkatan kerja di sektor pertanian. Alasannya Belum ada investasi besar di NTT, jadi hingga saat ini belum ada sektor lain selain pertanian yang mampu menyerap tenaga kerja. Padahal jumlah penduduk di NTT sebesar 1,3 juta jiwa. Jumlah angkatan kerjanya mencapai 600 ribu jiwa.
“Kami di DPR akan melihat hingga akhir tahun ini, bagaimana kinerja pemerintah saat ini apakah mampu memberikan peningkatan perbaikan eknomi terutama peningkatan daya beli dan pengentasan pengangguran. Bila pemerintah kesulitan untuk memberikan solusi tenaga kerja yang berdampak pada perbaikan ekonomi, saya sangat yakin gerakan ganti presiden pada pemilu 2019 akan semakin masif,” pungkas Akmal.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pintaria Bantu Tenaga Kerja Tingkatkan Kualitas dan Keahlian
Redaktur & Reporter : Friederich