BACA JUGA: FPDIP Curigai Rencana Pengesahan RUU MA
Dia bersedia hadir setelah parlemen Belanda sepakat agar pemerintah Negeri Kincir Angin itu mengirimkan wakil resminya pada acara peringatan tragedi kemanusiaan yang menewaskan 431 warga Indonesia tersebut.
’’Pemerintah Belanda menyampaikan permintaan maaf yang sedalam-dalamnya kepada bangsa Indonesia atas peristiwa yang terjadi pada 1947 itu,’’ katanya dalam bahasa Inggris.
Nicolaus yang datang dengan setelan jas itu didaulat untuk memberikan sambutan
BACA JUGA: Jurus BBM SBY Tak Ampuh Lagi
Diperkirakan, jumlah rakyat Indonesia yang tewas akibat aksi brutal tentara Belanda tersebut sangat banyakBACA JUGA: Gas Tangguh Bintuni Segera Berproduksi
Dia menceritakan, pada 2005, Menteri Luar Negeri Bernard Bot menyampaikan, sebuah masyarakat harus mempunyai keberanian untuk menghadapi sejarah sendiri, termasuk Belanda dan Indonesia’’Saya akui, penempatan kekuatan militer Belanda pada 1947 telah menempatkan Belanda pada sisi yang salah dalam sejarahKenyataannya, mengakibatkan banyak korban tewas dan terluka dari kedua pihak merupakan suatu kenyataan yang pahit dan kejam, khususnya bagi bangsa Indonesia,’’ ujarnya.
Setelah memberi sambutan singkat, Nicolaus berkeliling meninjau makam Sampurna Raga dan Monumen RawagedeDia juga sempat menaburkan bunga di beberapa makamDia sempat tertegun saat melihat diorama patung tiga tentara NICA menembaki warga.
Nicolaus juga dipertemukan dengan delapan janda yang kehilangan suaminya serta Saih, 87, seorang saksi hidup peristiwa ituSebelumnya, ada 10 orang yang menuntut Belanda agar bertanggung jawabMereka adalah Cawi, Laksmi, Wisah, Wanti, Layem, Wanti, Bitijeng, Taswi, Kesa, Imi, dan SaihNamun, Imi meninggal pada Agustus lalu.
Nicolaus menyerahkan santunan EUR 5.000 (Rp 70 juta, dengan kurs 1 euro sekitar Rp 14.000) kepada para korbanJika dibagi 10 orang, per keluarga akan mendapat sekitar Rp 7 jutaUang itu bukan merupakan kompensasi, melainkan sumbangan kemanusiaan’’Belanda menolak memberi ganti rugiJadi, uang itu hanya santunan atau donasi,’’ jelas Ketua Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) Batara
Hutagalung yang selama ini aktif mengadvokasi korban RawagedeKarena itu, KUKB dan para korban tetap akan meneruskan gugatan yang ditolak pemerintah Belanda’’Kami harap pemerintah Indonesia berpihak kepada korbanKalau perlu, harus dijajaki wacana pemutusan hubungan diplomatik,’’ tegas Batara.
Surat gugatan korban yang dilayangkan kepada Perdana Menteri Jan Balkenende melalui kantor pengacara GJW Pulles di Amsterdam ditolak pada 20 November laluBelanda bersikukuh tidak akan memberikan kompensasi apa pun kepada korbanAlasannya, peristiwa itu dianggap kedaluwarsaMeski begitu, Belanda bersedia berdialog’’Kami akan meneruskan gugatan ke Mahkamah Internasional,’’ katanya.
Saih, salah seorang korban yang lolos pada peristiwa itu, mengaku senang mendapat santunan’’Tapi, saya percaya bapak-bapak pengacara untuk meneruskan gugatan kami,’’ ujarnya
Sekarang, Saih tinggal di rumah sederhana di ujung barat desaDia menjadi satu-satunya saksi hidup peristiwa yang mengilhami Chairil Anwar menulis puisi Antara Krawang-Bekasi tersebut
Peristiwa Rawagede terjadi pada 9 Desember 1947Saat itu, 431 nyawa manusia melayang di desa lumbung padi tersebutBelanda melakukan serangan mendadak dengan dalih mencari gerilyawan dan menewaskan lelaki dewasa serta anak-anak di atas 15 tahunHanya wanita yang tersisaSelama dua hari mereka menunggu bantuan dan memakamkan keluarganya dengan peralatan seadanya(rdl/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Persediaan Beras Aman
Redaktur : Tim Redaksi