Dudung Ungkap 3 Dosa Besar di Tubuh PGRI, Telak Banget

Senin, 10 Januari 2022 – 19:55 WIB
Ketua PB PGRI Dudung Nurullah Koswara bicara soal PP Nomor 57 Tahun 2021. Foto: dok pribadi for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Dewan Pembina PGRI Dudung Nurullah Koswara kembali bersuara vokal. Kali ini dia menuding ada tiga dosa besar dalam tubuh PGRI. Menurutnya, tiga dosa besar itu sudah puluhan tahun masih terus terjadi.

"Ini dosa yang sudah terjadi puluhan tahun dan masih terpelihara sampai sekarang," kata Dudung dalam pesan elektroniknya kepada JPNN.com, Senin (10/1).

BACA JUGA: PGRI Minta Formasi PNS Guru Dibuka Lagi pada 2022 sampai 2023

Dia menyebutkan tiga dosa besar di tubuh PGRI adalah:

1. Perundungan kepada guru aktif

BACA JUGA: PGRI Sebut Diskriminasi Guru Masih Terjadi, Ini Buktinya

Guru aktif seolah tidak boleh menjadi ketua atau pengurus di jenjang kepengurusan PGRI Kota/Kabupaten/Provinsi dan PB.

Sampai saat ini tidak ada guru murni (SD/SMP/SMA/SMK) menjadi ketua PGRI di jenjang Kota/Kabupaten/Provinsi dan PB.

BACA JUGA: Pernyataan Menohok PB PGRI soal PPPK Guru 2021, Ada Kata Setengah Hati

Menurut Dudung, seharusnya guru mendominasi kepengurusan PGRI mulai dari PGRI kabupaten/kota, provinsi dan PB PGRI. 

"Faktanya tidak! Ini sangat mengkhwatirkan bagi masa depan PGRI," ucapnya. 

PGRI tambahnya, seharusnya kolaboratif mulai dari guru pensiunan, guru aktif dan pendidik lainnya.  Idealnya 60 persen guru aktif, 20 persen pensiunan guru dan 20 persen pendidik lainnya. 

 

2. Kekerasan modus

Dudung menyampaikan tidak sedikit oknum kepala daerah ikut terlibat bersama oknum birokrat pendidikan dalam suksesi PGRI.

Padahal, PGRI sebaiknya tidak dipolitisasi. Tidaklah heran sejumlah oknum kepala daerah dan birokrat pendidikan melakukan “kekerasan modus” atas nama kekuasaan.

Dia mengungkapkan biasanya para kepala sekolah dikumpulkan dan dintervensi oleh seseorang.

Seorang calon yang konon katanya pesanan oknum kepala daerah harus dipilih. Bila tidak maka jabatan kepala sekolah akan bermasalah. 

"Ini di antara 'kekerasan modus'.Ketua terpilih atas pesanan oknum kepala daerah atau oknum disdik kelak akan dimanfaatkan dalam Pilkada," jelasnya.

 

3. Intoleransi 

Menurut Dudung, dalam tubuh PGRI masih ada spirit 'intoleransi' pada barisan guru muda kritis.  Bila ada anggota PGRI sangat kritis dan seolah berseberangan pandangan terkait perjuangan martabat guru bisa di depak.

Satu 'cacat sejarah' seorang guru murni yang jadi pengurus di level PB PGRI bernama Caca Danuwijaya  diberhentikan tanpa komunikasi. Ini 'intoleransi' pada guru murni kritis.

Dudung mengatakan segala dinamika di internal PGRI harus dijadikan bahan asupan perbaikan organisasi.

Terutama PB PGRI, yang setiap bulan mendapat ratusan juta uang anggotanya dari seluruh Indonesia mengalir. 

Dudung menegaskan kedaulatan PGRI setidaknya ada dua. Pertama di kongres yang nuansa politis nonguru kental.

Kedua di anggota yang naturalis di setiap ranting dan cabang. Suara anggota di bawah  lebih murni dari suara kongres nonguru. 

"Saya Dewan Pembina PGRI, setiap hari bersama guru, bayar iuran dan pemilik PGRI bersama para guru anggota mendukung perubahan di tubuh PGRI," tegasnya.

Dia melanjutkan PGRI milik guru, harus dominan guru agar tidak dimanfaatkan orang lain yang mempertahankan kehormatan dan cari nafkah di PGRI. Menurutnya, PGRI sebaiknya diurus oleh guru berprestasi.

"Bukan nonguru yang tak punya prestasi di tempat kerjanya," pungkasnya. (esy/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur : Natalia
Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler