jpnn.com - jpnn.com - Secara umum, dampak dari pengalihan pengelolaan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke provinsi adalah masalah anggaran untuk gaji guru.
Namun, di Halmahera Utara (Halut), Maluku Utara, ada kasus ini. Ada lima kepala sekolah (Kepsek) yang dilantik Gubernur Abdul Ghani Kasuba beberapa hari lalu tidak diakui oleh Bupati Halut Frans Manery. Akibatnya terjadi dualisme kepsek.
BACA JUGA: Ortu Siswa SMA/SMK Tunggu Kepastian, Gratis gak?
Salah satunya terjadi di SMA Negeri 9 Halut, Desa Desa Goroa Kecamatan Tobelo Utara. Dua kepsek masing-masing Aderawan Samsi dan Lutfi Hamzah sama-sama mengklaim diri sebagai Kepsek. Aderawan Samsi diangkat sebelumnya melalui SK Bupati.
Sementara Lutfi dilantik akhir Desember 2016 oleh gubernur. Kondisi ini membuat sejumlah guru SMA Negeri 9 Halut terpaksa meliburkan siswa untuk sementara. Kondisi serupa terjadi di SMK N 1 Halut.
BACA JUGA: Kesiapan Pemprov Urus SMA-SMK Tanda Tanya Besar
Mantan Kepsek SMK N 1 Halut Elon E Hangewa kembali menjalankan tugas sebagai Kepsek setelah dikukuhkan oleh gubernur.
Di saat yang sama, Stefen Budiyanto yang diangkat Bupati sebagai Kepsek SMK N 1 tetap bekerja dalam kapasitas sebagai Kepsek.
BACA JUGA: Sertifikasi Minim, Lulusan SMK Rawan Sulit Kerja
“Pak Stefen tetap sebagai Kepsek dan sementara ke Ternate mengurus kesiapan ujian nasional,” kata salah satu guru SMK Negeri 1 Halut.
Kepsek SMK Negeri 1 Halut versi Gubernur Elon E Hangewa mengaku tetap ke sekolah. “Selain saya sudah dikukuhkan sebagai Kepsek oleh gubernur, saya juga adalah guru di sekolah ini,” ujar Elon.
Sementara Kepsek SMK Negeri 1 Halut versi Bupati, Stefen Budiyanto saat dihubungi mengaku persoalan dualisme kepsek itu sudah dikonsultasikan ke gubernur.
“Hasilnya, gubernur mengikuti SK Bupati. Karena itu, saat ini saya di Ternate urus data siswa unas serta konsultasi ke Diknas Malut,” katanya. (mg-01/udy/jfr)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SMA/SMK Tak Perlu Resah dengan SPP
Redaktur & Reporter : Soetomo