jpnn.com - jpnn.com - Pengalihan pengelolaan SMA/SMK sederajat dari pemkab/pemko ke pemerintah provinsi menyisakan sejumlah masalah.
Salah satunya, Program Sekolah Gratis (PSG) yang sudah diberlakukan Pemerintah Provinsi sejak 2009 lalu, "terancam" tak lagi bisa diterapkan.
BACA JUGA: Kesiapan Pemprov Urus SMA-SMK Tanda Tanya Besar
Pasalnya, PSG menerapkan sistem pembiayaan "urunan" antara pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah provinsi. Tahun 2016 misalnya, PSG dianggarkan Rp 125 Miliar.
Nah, 2017 dianggarkan Rp 311 Miliar. Murni dana yang dianggarkan dari APBD Provinsi. Bukan dana sharing Provinsi dan kabupaten/kota.
BACA JUGA: Sertifikasi Minim, Lulusan SMK Rawan Sulit Kerja
Kalkulasi pemerintah provinsi, anggaran 2017 itu tak akan mencukupi untuk menggratiskan seluruh pelajar yang bersekolah di 832 SMA/SMK se-Sumsel. Belum lagi, di dalamnya sudah termasuk anggaran gaji guru.
Kondisi ini membuat kekhawatiran sejumlah wali murid. Sebab, hingga sekarang pemprov belum memberi kejelasan apakah SMA/SMK nanti tetap digratiskan atau tidak.
BACA JUGA: SMA/SMK Tak Perlu Resah dengan SPP
"Kita bersyukur pemerintah memberikan PSG. Kita harap sekolah gratis jangan sampai di-stop," ujar Emi (45), orang tua salah seorang siswa SMAN 1 Muara Enim, kemarin.
Lanjutnya, saat ini tidak ada pembayaran SPP dan pungutan iuran apapun di sekolah anaknya. Kalau ada, tidak dipaksakan dan sudah berdasarkan kesepakatan wali siswa dan sekolah.
Selama ini, kata dia, PSG sangat membantu. "Saya hanya sedia dana untuk beli sepatu dan seragam siswa di koperasi sekolah," tukasnya.
"Kalau mau ujian sekolah misalnya ada tryout atau jam tambahan juga tidak ada biaya."
Senada Rus (43), orang tua SMAN 1 Palembang mengaku sekolah anaknya juga digratiskan. "Sejak kelas1 hingga sekarang gratis. Kalau nanti tidak lagi gratis ya, kita serahkan ke pemerintah saja. Mana bagusnya," tukasnya.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Sumsel, Drs Widodo Mpd mengkaji ada perubahan dalam program sekolah gratis pascapengambilalihan SMA/SMK.
"Siswa yang mampu nanti bayar. Sedang yang tidak mampu gratis. Jadi ada semacam sistem subsidi. Ini lagi tahap pengusulan dengan gubernur."
Dikatakan, sekolah wajib menerima siswa tidak mampu dengan kuota sesuai ketetapan. Untuk menjamin itu, akan ada semacam kartu khusus bagi pelajar tidak mampu.
"Tetapi memang kondisinya, kemungkinan bakal ramai-ramai mengaku tidak mampu. Nah, perlu dicari cara memisahkan itu," tuturnya.
Dalam kondisi sekarang, tidak mungkin lagi juga pemerintah menanggung seluruhnya. (nni/fad)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SMA/SMK Dikelola Pemprov, Guru Khawatir Dimutasi Jauh
Redaktur & Reporter : Soetomo