jpnn.com - jpnn.com - Jumlah engajuan surat keterangan tidak mampu (SKTM) siswa ke sekolah meningkat selama Januari di Surabaya.
Terutama di jenjang SMA-SMK. Pengajuan SKTM itu dilakukan untuk meminta keringanan pembayaran SPP di sekolah.
BACA JUGA: Pemkot Siap Beri Bantuan untuk SMA/SMK Jika Diizinkan
Kepala SMAN 6 Nurseno menyebutkan, yang mengajukan SKTM ke sekolah selama Januari mencapai 7 persen dari total 960 siswa.
Menurut dia, mayoritas siswa yang mengajukan SKTM ingin mendapatkan keringanan pembayaran SPP.
BACA JUGA: Selamat Tinggal Pendidikan Gratis
Syarat pengajuan keringanan dan pembebasan pembayaran SPP dengan menggunakan SKTM itu memang menjadi ketentuan sekolah.
Melalui SKTM, sekolah bisa mendapatkan pegangan bahwa siswa tersebut memang tercatat dari keluarga kurang mampu.
BACA JUGA: Selama Ini SMAN-SMKN Kota Batu Sudah Gratis
Nurseno mengatakan, meningkatnya pengajuan SKTM menjadi fenomena baru. Menurut dia, kondisi tersebut terjadi setelah dimulainya pembayaran SPP.
Terutama setelah pelimpahan wewenang pengelolaan SMA-SMK dari pemkot ke pemprov.
"Ya, biasanya mereka ndak bayar, kini bayar, kan ya tidak semuanya mampu," tuturnya.
Meski menerima seluruh SKTM yang diajukan oleh siswa, Nurseno menjelaskan bahwa sekolah tetap melakukan verifikasi kepada siswa yang meminta keringanan dan pembebasan SPP.
Verifikasi tersebut dilakukan dengan survei ke rumah siswa. Tujuannya, memastikan kondisi siswa, apakah layak mendapatkan bantuan atau sebaliknya.
Nurseno menegaskan, verifikasi siswa dengan melakukan survei tersebut bukan bentuk kecurigaan sekolah kepada wali murid.
Sekolah hanya ingin memastikan bahwa bantuan keringanan dan pembebasan SPP tepat sasaran.
"Saat ini kami sudah ada sekitar 5 persen siswa mitra warga. Semua siswa pada jalur tersebut akan kami tanggung SPP-nya. Ini bentuk komitmen sekolah untuk membantu seluruh siswa agar bisa menempuh pendidikan," jelasnya.
Selain survei, sekolah juga akan melakukan pendekatan persuasif kepada siswa dan orang tua terkait kemampuan membayar SPP.
Siswa dan orang tua bisa melakukan dialog mengenai kesanggupan membayar SPP.
"Semisal orang tua hanya mampu membayar Rp 75 ribu atau Rp 50 ribu. Jika itu memang sesuai dengan kondisi ekonomi, pasti kami akan terima," terangnya.
Kondisi di SMKN 2 berbeda. Kepala SMKN 2 Djoko Pratmodjo mengatakan, yang membayar SPP sekitar 20 persen dari total 2.920 siswa.
Bisa juga dikatakan bahwa yang mampu membayar SPP hanya 584 siswa. "Selebihnya belum," katanya.
Selain belum banyak yang membayar SPP, jumlah pengajuan SKTM melonjak. Kenaikannya mencapai dua kali lipat. "Sekarang yang mengajukan SKTM hampir 800 siswa," ujarnya.
Para siswa yang mengajukan SKTM itu akan diverifikasi atau dikroscek terkait dengan kebenaran datanya sesuai kondisi di lapangan.
"Kami sudah menganggarkan 20 persen untuk yang tidak mampu," jelasnya.
Meski pembayaran SPP belum optimal, Djoko menegaskan bahwa kegiatan belajar-mengajar tidak boleh terdampak.
Kegiatan sekolah, papar dia, masih lancar. Hanya, pelaksanaan beberapa kegiatan memang dipertimbangkan lagi.
Untuk beberapa kegiatan, juga akan dilakukan penghematan. Misalnya, pihaknya sedang mempertimbangkan pelaksanaan ujian sekolah online.
Menurut dia, ujian online bisa menghemat biaya operasional hingga hampir 40 persen.
Sementara itu, kegiatan ekstrakurikuler, papar dia, masih berjalan normal. Hanya, pertandingan akan dikurangi. Terutama pertandingan di luar kota.
"Kalau di dalam kota tidak masalah," terangnya.
Anggota Komisi D DPRD Surabaya Reni Astuti mengatakan, beban yang dipikul kepala sekolah kian berat.
Pihaknya pun mengapresiasi kinerja kepala sekolah yang mampu menyelesaikan problem tersebut.
Namun, dia berharap, meski belum banyak anak didik yang membayar SPP, kegiatan siswa tidak berkurang.
"Kualitasnya harus tetap dijaga," katanya.(elo/puj/tau/c11/git/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Beban Ortu Siswa SMA/SMK Lebih Ringan
Redaktur & Reporter : Natalia