Dukung Multiusaha Kehutanan, KADIN Luncurkan Program RFBSH

Sabtu, 08 Oktober 2022 – 01:31 WIB
Kadin Indonesia (Logo). Foto: Yessy Artada/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Omnibus Law atau Undang-Undang Cipta Kerja nomor 11 tahun 2020 memberikan landasan hukum dan peluang bagi pelaku usaha kehutanan untuk mendiversifikasi usahanya dan memperluas peran sektor kehutanan dalam meningkatkan kontribusi pada dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan serta berkontribusi terhadap pencapaian Indonesia's Nationally Determined Contribution (NDC).

Berangkat dari hal ini, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) meluncurkan program Regenerative Forest Business Sub Hub (RFBSH) untuk mendukung kesiapan kapasitas anggotanya melalui proses peningkatan pengetahuan tentang multibisnis kehutanan, dialog dengan instansi pihak terkait, dan peningkatan kapasitas untuk menerapkan multi kehutanan yang efisien dan efektif.

BACA JUGA: Kadin Sepakat Pengalihan Subsidi BBM untuk Hasil yang Lebih Tepat Sasaran

Dalam rangka mendukung Forestry and Other Land Uses (FOLU) Net Sink 2030 dan Komitmen NDC Indonesia, KADIN mengadakan Dialog New York Climate Week dengan tema Regenerative Forest Business Sub Hub yang turut menghadirkan aktor bisnis di bidang kehutanan, pemerintah nasional, dan pihak terkait lainnya.

Dialog yang dipandu oleh Prof. Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc.F.Trop selaku moderator ini turut menghadirkan perwakilan dari KADIN yaitu Silverius Oscar Unggul selaku Wakil Ketua Umum Bidang Lingkungan dan Kehutanan KADIN Indonesia.

BACA JUGA: Peringati HUT ke-54 dan Sosialisasi B20, KADIN Indonesia Menggelar Turnamen Golf

Silverius menjelaskan bahwa peluncuran sub hub RFBSH bertujuan untuk menjadi peluang pembelajaran satu sama lain dan mengimplementasikan multiusaha kehutanan.

“Kita ingin mengupayakan kolaborasi antar sektor, baik pemilik konsesi hutan maupun sektor energi. Kolaborasi ini akan dimulai terutama di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Investasi” tambahnya.

BACA JUGA: Kadin dan KLHK Bahas Optimalisasi Bisnis Kehutanan

Mengacu pada UUD 1945, seluruh sumber daya alam termasuk hutan harus diekstraksi, digunakan untuk kemakmuran rakyat Indonesia, dan digunakan secara bijaksana.

Dari sisi sektor pembuat kebijakan, Krisdianto, S.Hut., M.Sc., Ph.D, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia menjelaskan bahwa kehutanan tidak selalu erat kaitannya tentang kayu, tetapi juga tentang seluruh aspek yang bisa manusia manfaatkan dari pohon yang menjadikannya potensial untuk peluang multiusaha kehutanan.

Peluang ini nantinya akan mengelompokkan hutan dalam kategori hutan produksi dan hutan terlindungi.

“UU Cipta Kerja Nomor 11/2020 merupakan peluang bagi sektor kehutanan untuk memperbaiki, memastikan produksi bahan mentah, meningkatkan ketahanan pangan, menyediakan energi terbarukan, membentuk klaster bisnis kehutanan di zona ekonomi dan produksi, dan menyediakan modal perizinan untuk bisnis demi meningkatkan produktivitas hutan, serta memfasilitasi perizinan sektor kehutanan,” terangnya.

Global Green Growth Institute (GGGI) yang merupakan organisasi berbasis perjanjian internasional untuk mendukung para mitra termasuk pemerintah untuk mencapai pertumbuhan hijau dengan pengadaan program yang mendukung NDCs dan SDGs juga turut bergabung pada diskusi tersebut.

Marcel Silvius selaku perwakilan Indonesia untuk GGGI menjelaskan Indonesia saat ini tengah mengalami pergantian paradigma dari bisnis kehutanan biasa menuju paradigma multiusaha kehutanan yang regeneratif dan inklusif.

Transisi menuju siklus bisnis hijau ini berpotensi meningkatkan kebersaingan Indonesia dan seluruh anggota KADIN secara individu.

"Transisi yang sedang dialami Indonesia ini membutuhkan banyak dukungan berbagai pihak untuk memastikan perubahan untuk pertumbuhan hijau dan GGGI siap bekerja dengan pemerintah dan multi donor,” pungkasnya.

Sependapat dengan pandangan Krisdianto mengenai transformasi paradigma menuju multiusaha kehutanan, Purwadi Soeprihanto, S.Hut., M.E. selaku Sekretariat Jenderal Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari APHI turut membagikan pandangannya bahwa saat ini terdapat dua tantangan yang dihadapi dalam transisi menuju paradigma multiusaha kehutanan, yaitu sulitnya mengubah konsesi manajemen kayu ke manajemen non kayu atau komoditas campuran dan tantangan dalam meyakinkan pemilik konsesi untuk mengoptimalkan produk non kayu sehingga sektor kehutanan dapat lebih kompetitif.

"Saat ini KADIN sedang membuat hub untuk hutan regeneratif dengan harapan program ini bisa memfasilitasi multiusaha kehutanan dan menghadapi pemilihan komoditas sebab pengembangan komoditas dan multiusaha kehutanan tidak bisa dipisahkan dari upaya penanganan kehutanan yang berkelanjutan,” tambahnya.

Selaras dengan paparan dari pembicara lainnya, Rizal Algamar selaku Dewan Filantropi Indonesia menambahkan bahwa untuk mengimplementasikan multiusaha kehutanan melalui governance multi stakeholder diperlukan pembiayaan untuk mengakselerasi pembangunan inklusif di lapangan.

"Saat ini masih terdapat kesenjangan di sektor kehutanan dan masih sedikitnya bank dari sektor swasta yang membiayai produk bersih dan hijau di Indonesia. Blended financing dan dana hibah dapat menjadi alternatif untuk memfasilitasi lebih banyak modal swasta/venture capital berinvestasi pada tahap awal untuk tujuan keberlanjutan lingkungan," tambahnya.

Dalam dekade terakhir, Indonesia telah berhasil mengurangi deforestasi untuk meningkatkan pertumbuhan hijau dan aksi korporasi untuk upaya non-deforestasi. Oleh karena itu merupakan saat yang tepat untuk meluaskan pertumbuhan hijau melalui praktik-praktik kehutanan.

Menekankan pada pentingnya kolaborasi dan aksi kolektif, pada penghujung dialog, Silverius Oscar Unggul menutup dialog tersebut dengan mengatakan bahwa ke depannya akan banyak dilakukan proyek perintis untuk konsesi perhutanan Indonesia terkait bisnis regeneratif kehutanan.

“Besar harapan akan ada cara baru untuk mendukung sektor kehutanan lebih untuk lebih berlanjut dan memberikan dampak positif bagi masyarakat dan negara,” tutupnya. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler