Dukungan Parpol Tak Dibatasi, Tirani Modal Pada Pilkada Semakin Menjadi

Jumat, 13 November 2015 – 15:36 WIB
Ilustrasi Kotak Suara Pilkada/ Dok JPNN

jpnn.com - JAKARTA - ‎Meski ada dissenting opinion, Mahkamah Konstitusi, Rabu (11/11) kemarin menolak mengabulkan pengujian undang-undang yang dilakukan salah seorang warga bernama Doni Istitanto Hari Mahdi‎, yang menilai perlu adanya pembatasan dukungan maksimal partai politik dalam mengusung calon kepala daerah.

Menurut anggota Caretaker Komite Independen Pemantau Pemilih (KIPP) Indonesia Girindra Sandino, ‎tidak adanya batasan maksimal bagi parpol maupun gabungan parpol dalam mengusung calon kepala daerah,‎ akan berdampak pada Pilkada serentak periode berikutnya. Karena tidak ada capaian solutif yang komprehensif tentang persoalan calon tunggal. 

BACA JUGA: Sudirman Said tak Boleh Pertaruhkan Kredibilitas Pemerintah

"Jadi, walau sudah diputus beberapa waktu lalu oleh MK tentang mekanisme pemilihan berwujud referendum yakni setuju atau tidak setuju, namun tetap belum ada capaian solutif tentang fenomena calon tunggal. Termasuk legal standing ‎ ‎untuk pemantau dalam mewadahi gugatan suara tidak setuju," ujar Girindra, Jumat (13/11)‎

‎Menurut Girindra, permasalahan calon tunggal akan semakin massif di Pilkada serentak berikutnya, apabila tidak ada syarat batasan maksimal bagi parpol atau gabungan parpol dalam mengajukan paslon. Kondisi tersebut bukan mustahil akan menyebabkan political fragility (kerapuhan politik). 

BACA JUGA: Tak Terima Keputusan KPU Lampung Timur, Koalisi PDIP Mengadu ke Bawaslu

"Karena dikhawatirkan ketidaksiapan perangkat hukum maupun pelaksana dalam hal ini penyelenggara, para pemangku kepentingan terkait, dan masyarakat. Hal ini harus diantisipasi ke depan," ujar Girindra.

Girindra menyatakan pandangannya, karena dengan tidak adanya batasan dukungan maksimal, maka tirani modal yang terkonsentrasi di setiap ajang Pilkada, akan semakin menjadi.  

BACA JUGA: Dirjen Polpum Kemendagri: PNS tak Netral Picu Konflik Pilkada

"Akhirnya, ‎lib‎eralisasi dan k‎omersialisasi demokrasi yang sudah melekat sebagai karakter pelaksanaan kedaulatan rakyat di negeri ini, nampak semakin parah. Tidak satu pun kekuatan politik resmi yang mampu keluar dari situasi itu. Sementara prosedur-prosedur demokrasi dilaksanakan sekadar mengejar citra legalitas, bukan substansi legitimasi," ujar Girindra.

Sebelumnya, MK menolak mengabulkan PUU sejumlah pasal dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.‎ Terutama Pasal 40 ayat 1 dan 4, yang mengatur syarat dukungan parpol, dinilai tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Namun ada empat Hakim MK berpendapat beda. Mereka menilai perlu ada pembatasan dukungan parpol dalam pencalonan kepala daerah, untuk menghindari monopoli dukungan dari calon kepala daerah.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 2016, Badan Pengelola Keuangan Haji Harus Terbentuk


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler