Dulu Bahagia Pegang Senpi, Kini Pegang Cangkul

Selasa, 08 Februari 2011 – 08:08 WIB

Di Cianjur, Jawa Barat, para remaja "rentan" diajari ilmu bertani di lahan khususDisebut "rentan" karena mereka tumbuh di lingkungan yang tak normal

BACA JUGA: Bunaken Nyala 24 Jam, Pulau Lain Menyusul

Mulai anak jalanan, korban konflik atau bencana alam, hingga bekas anggota GAM (Gerakan Aceh Merdeka).

==============================
  AGUNG PUTU ISKANDAR, Cianjur
==============================

LAHAN itu disebut Perkebunan Maleber
Terletak di kaki Gunung Gede, Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, tepatnya sekitar 1.300 meter di atas permukaan laut

BACA JUGA: Kisah di Balik Kematian Mendadak Om Manajer Adji Massaid

Di tempat itulah program yang diberi nama Learning Farm dijalankan
Sesuai dengan namanya, para peserta yang ikut diajari ilmu bertani secara organik alias tanpa bahan-bahan kimia

BACA JUGA: Merekam Suasana Mencekam di Kawasan Kairo, Mesir


   
Ketika Jawa Pos berkunjung ke sana Rabu pekan lalu (2/2), dua remaja sibuk di dalam ruang kacaRuang tersebut berada di lahan Perkebunan MaleberMereka adalah Sri Wahyudi, 20, dan Surya, 19Mereka bahu-membahu bekerjaWahyudi membawa keranjang berisi tunas-tunas selada dan brokoliSementara itu, Surya mengambil beberapa tunas, kemudian menanamnya

"Kalau sudah agak besar, tunas dipindah ke kebun di luar," terang Surya sambil menunjuk kebun di luar rumah kacaDi kebun itu, sebagian sayur-mayur yang ijo royo-royo sudah besarMulai sawi, sawi putih, selada, kangkung, brokoli, hingga tomat.

Sejauh mata memandang, kebun tersebut dipenuhi sayur-mayurAda juga jagung"Yang nggak ada di sini cuma sayur ganja," kata Johan Purnama yang menjabat direktur Learning Farm, lantas terbahak.
   
Lokasi Perkebunan Maleber hanya beberapa kilometer dari kawasan CipanasKarena itu, cuaca, kondisi tanah, dan curah hujan di sana sangat mendukung untuk berkebunDari Jakarta, jalur transportasi melewati Cisarua, Bogor, dan kawasan Puncak.

Sudah sekitar empat tahun Learning Farm dijalankan dengan bertempat di perkebunan milik pengusaha Arifin Panigoro ituLuas perkebunan tersebut sekitar 130 hektareLearning Farm dipinjami lahan seluas 3 hektare oleh Arifin sebagai tempat pelatihan

Perkebunan tersebut sejatinya juga tempat yang diproyeksikan sebagai pusat pelatihan sepak bola, seperti yang digagas ArifinBahkan, beberapa ruang lapang di sekitar Learning Farm pernah digunakan untuk pelatihan wasit Liga Primer Indonesia (LPI)"Wasit-wasit LPI dilatih di situ, tuh," kata Johan sambil menunjuk taman seluas tiga kali lapangan voli di depan guesthouse.

Fasilitas yang disediakan di areal perkebunan tersebut juga kompletDi perkebunan itu, terdapat guesthouse yang digunakan seperti asrama bagi peserta sekaligus tempat pelatihan indoorJuga ada kandang kambing untuk berlatih membuat pupuk cair, kandang ayam, hingga rumah kaca.

Para peserta Learning Farm atau Karang Widya menjalani pendidikan dasar tiga bulan plus tiga bulan lagi pendidikan tingkat lanjut

Para fasilitator di Learning Farm adalah relawanMereka berasal dari kalangan LSM (lembaga swadaya masyarakat) dan lulusan perguruan tinggi"Kami yang ada di sini semua orang "gila?Yang mau sibuk beginian hanya orang gila," ucap lelaki 50 tahun itu

Para peserta pun bukan kalangan biasaUmumnya, mereka berusia remaja, mulai anak jalanan, korban konflik atau bencana alam, hingga bekas milisi Gerakan Aceh Merdeka (GAM)Mereka berasal dari hampir seluruh wilayah Indonesia, mulai Aceh hingga Nusa Tenggara Timur (NTT)
 
Misalnya, BahagiaRemaja 20 tahun bertubuh kekar itu merupakan salah seorang peserta yang direkomendasikan Fajar Hidayah, sebuah LSM dari AcehBahagia mengaku senang bisa terlibat dalam kegiatan Learning Farm"Saya dulu dua tahun di hutan pegang senjataSekarang di sini pegang cangkul," katanya lantas terkekeh.
 
Setelah pendidikan di Learning Farm rampung, dia berharap bisa membuka lahan pertanian di AcehApalagi dirinya sudah menguasai ilmu bertaniNamun, Johan menuturkan, Bahagia baru saja mendapat beasiswa untuk kuliah di Malaysia"Setelah kuliah, baru buka sawah," kata Johan lantas tertawa.
 
Lain lagi dengan Ambrosius Sobral LebreLelaki yang karib dipanggil Ambro itu merupakan korban konflik Indonesia-Timor LesteSejatinya, keluarga Ambro ingin menjadi WNI (warga negara Indonesia) saat referendum pada 1999Namun, ketika hendak hijrah ke wilayah Indonesia, orang tua Ambro berubah pikiran
 
Ambro lantas berpindah ke Indonesia bersama paman yang memiliki 12 anak"Saya jadi anak ketiga belas," ungkap remaja 22 tahun berambut keriting tersebut lantas terbahakBersama sang paman, Ambro kemudian tinggal di Semarang dan mendapat kewarganegaraan Indonesia, meski prosesnya sangat ribet.
 
Di Semarang itulah Ambro direkomendasikan sebuah LSM untuk ikut Learning FarmDia baru bergabung pada awal Januari lalu"Sejauh ini saya senang walaupun masih sebulan berjalan," ujar lelaki jangkung itu.
 
Johan menuturkan, bukan tanpa alasan bertani organik dipilih sebagai media utama untuk melatih merekaBertani merupakan pekerjaan yang sangat bergantung pada alamPara peserta harus bersabar dan telaten mengurus tanamanJika tidak, mereka terancam gagal panen dan bangkrut.
 
Bertani juga bisa menjinakkan sisi liar para remaja "rentan" tersebutMereka yang biasanya hidup di jalanan, kata Johan, cenderung emosional dan temperamentalDengan bertani, sisi-sisi liar mereka bisa berkurang sedikit demi sedikit.
 
Apalagi bertani organikDalam bertani model demikian, ungkap Johan, tantangannya begitu beratSebab, mereka tidak boleh menggunakan bahan-bahan kimiaSemua harus berbahan alami
 
Pestisida, misalnyaZat cair pembunuh serangga itu, kata dia, bisa dihasilkan dari ramuan bawang dan kacang-kacanganPemberiannya juga tidak bisa sembaranganHarus rutin diberikan sejak usia-usia tertentu pada tanaman.
 
Pola penanaman juga diaturMereka dilarang menanam satu jenis tanaman di lahan yang sama dalam waktu lamaSebab, hal tersebut akan membuat hama lebih mudah menyerangSelain itu, beberapa tanaman harus "dijodohkan"Misalnya, antara brokoli dan selada hijau
 
Bertani organik, jelas Johan, juga harus mampu membaca tanda-tanda alamPara remaja petani itu pun harus mampu beradaptasi dengan situasi cuaca yang terus berubah"Mereka tidak boleh membatuHarus mampu kompromi dengan situasi," tegasnya.
 
Hasil dari bertani organik tersebut, kata dia, dijual ke masyarakatBaik via online maupun melalui link-link merekaUang hasil penjualan tersebut kemudian digunakan lagi untuk kegiatan serta biaya hidup mereka selama pelatihan"Kalau duit hasil jual sayur organik untuk saya sendiri, bisa kaya saya," ujar Johan lantas tertawa.
 
Pendanaan Learning Farm, jelas dia, murni berasal dari swastaSebelum pelatihan dimulai, mereka menghubungi sejumlah sponsor, baik dari korporasi maupun personalDia menjamin bahwa dana yang digunakan tidak berasal dari partai maupun pemerintah"Kami murni dari kepentingan politis," tegas Johan yang pernah aktif di FAO (Food and Agriculture Organization), badan pangan dan pertanian PBB, tersebut.
 
Learning Farm, kata Johan, membuka kemungkinan bagi peserta untuk bekerjaSelain di sektor pertanian, pikiran mereka bisa terbuka untuk berwirausahaTerkadang, ada beberapa kolega para fasilitator yang mempekerjakan mereka di kebunnya"Sebagian besar lulusan di sini berguna," ungkap Johan(c11/c5/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sujud Sutrisno, Seniman Kendang yang Kini Merana


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler