Dwiyanto Sebut Peradi Sebagai Organisasi Advokat yang Sah

Selasa, 15 November 2022 – 00:21 WIB
Ketua Harian DPN Peradi R. Dwiyanto Prihartono menjadi pembicara di Kuliah Hukum Lapangan Mahasiswa Universitas Janabadra di Jakarta. Dok DPN Peradi.

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Harian DPN Peradi R. Dwiyanto Prihartono menyebut hanya ada satu wadah organisasi pengacara sesuai dengan mandat Undang-Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003.

“Organisasi advokat menurut kami ada satu,” kata Dwiyanto menjawab pertanyaan Satria, salah satu mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Janabadra Yogyakarta di DPN Peradi, Jakarta, ‎Senin (14/11).

BACA JUGA: Advokat di Pekanbaru Unjuk Rasa, Ada Apa dengan Peradi?

Advokat senior yang karib disapa Dwi itu menyampaikan jawaban tersebut dalam Kuliah Hukum Lapangan Mahasiswa FH Universitas Janabadra soal UU Advokat.

Dwi pun menjelaskan Peradi yang saat ini dikunjungi mahasiswa itu merupakan organisasi yang sah. Adapun Peradi dengan tambahan nama tentunya sudah bisa dipahami.

BACA JUGA: Asido Minta Seluruh Kegiatan DPC Peradi Jakbar Dipublikasikan di Website

“Jadi, yang saya katakan Peradi itu satu,” kata Dwi dalam siaran persnya.

Dia menuturkan terbentuknya Peradi sebagaimana amanat UU Advokat yang mengamanatkan, paling lambat 2 tahun setelah 5 April 2003‎, harus telah berdiri organisasi advokat sebagai wadah tunggal (single bar).

BACA JUGA: Asido: Advokat Darah Biru Berasal dari Peradi di Bawah Pimpinan Otto Hasibuan

Adapun delapan organisasi advokat selaku pendiri Peradi, adalah Ikatan Advokat Indonesia, Asosiasi Advokat Indonesia, Ikatan Penasihat Hukum Indonesia, Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal, Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia, Serikat Pengacara Indonesia, dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia.

“Mendeklarasikan dengan pemikiran dan konsep, tidak ada pikiran apapun ketika itu, bahwa Indonesia menganut single bar,” katanya.

Munculnya berbagai organisasi advokat yang seolah-olah mempunyai delapan kewenangan, di antaranya mengangkat, menyumpah, dan memberhentikan ‎advokat karena ketua MA menerbitkan Surat Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015. 

Inti dari surat Ketua MA tersebut, yakni Ketua Pengadilan Tinggi (KPT) bewenang untuk melakukan penyumpahan terhadap advokat yang memenuhi syarat dari organisasi manapun.

Menurutnya, hal tersebut melahirkan advokat-advokat yang tidak berkualitas dan dapat berpindah-pindah organisasi jika dihukum atau diberhentikan dari satu organisasi advokat. Ini juga sangat merugikan para pencari keadilan.

Dwi lantas mengingatkan para mahasiwa FH Janabadra, jangan pernah bercita-cita menjadi advokat agar bisa kaya raya, memiliki mobil mewah, dan hidup hedon. ‎“Itu pesan DPN Peradi,” kata dia. 

Dia menjelaskan advokat merupakan profesi yang mulia (officium nobile) karena dilahirkan oleh filsuf di Yunani yang mempunyai kepedulian dan hati nurani terhadap ketidakadilan. Mereka melakukan pembelaan pada masyarakat yang tertindas tanpa memikirkan imbalan.

“Terkait itu, di Pasal 22 UU Advokat, ditegaskan, setiap advokat wajib memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi masyarakat tidak mampu. Itu mempunyai hubungan dengan masa lalu sehingga kita selalu diingatkan, kata wajib itu ada di sana,” ucapnya.

Wakil Dekan I FH Universitas Janabadra Yogyakarta Fransisca Rumana Harjiatni menyebut Kuliah Lapangan Hukum ini diikuti 190 mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan.

“Peradi lembaga apa, tugas dan kewenangannya apa. Ini juga untuk mendapatkan gambaran, advokat itu seperti apa yang sesuai UU, idealnya seperti apa,” katanya. (cuy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Otto Hasibuan: Keadaan Sudah Darurat, Presiden Harus Segera Ambil Alih


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler