Eits! Dilarang Menjual Rokok pada Remaja 18 Tahun ke Bawah

Senin, 28 Januari 2019 – 22:23 WIB
Minimarket

jpnn.com, SURABAYA - Fraksi PDIP di DPRD Surabaya menolak revisi raperda kawasan tanpa rokok (KTR) yang saat ini sedang dibahas.

Namun, fraksi-fraksi lain punya pandangan berbeda. Mereka tetap ingin perda KTR direvisi. Internal pansus mulai memperdebatkan isi surat Kementerian Dalam Negeri pada akhir 2018. Pemerintah daerah diminta segera membuat aturan tentang KTR.

BACA JUGA: PDIP Tolak Pansus Raperda Kawasan Tanpa Rokok

Ada yang beranggapan bahwa Surabaya sudah memiliki aturan KTR. Dengan demikian, instruksi kementerian tersebut sudah terpenuhi.

Itu tercantum pada Perda Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan tanpa Rokok (KTR) dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM).

BACA JUGA: Warung Kopi Minta Dilibatkan Bahas Kawasan tanpa Rokok

Ada juga yang menilai Perda Nomor 5 Tahun 2008 sudah tidak relevan dengan aturan yang lebih tinggi. Terutama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif dan Undang-Undang-Undang Nomor 36 tentang Kesehatan.

"Ini kan dalam rangka kepatuhan pada peraturan perundang-undangan. Katanya NKRI diatur pemerintah pusat, kok enggak dijalankan," jelas anggota pansus KTR Reni Astuti.

BACA JUGA: RT dan RW Bisa Beri Teguran untuk Warga yang Merokok di Tempat Umum

Wakil ketua Fraksi PKS itu tidak ingin pembahasan raperda tersebut kandas lagi seperti tiga tahun lalu.

Selama ini perdebatan masih nyantol di pasal 3 yang mengatur lokasi KTR. Menurut dia, substansi raperda KTR bukan hanya satu pasal. Ada banyak pasal yang harus diperjuangkan.

Di draf raperda KTR yang dibikin pemkot, ada penambahan pasal mengenai perlindungan terhadap anak.

Aturan itu dimasukkan dalam pasal 8. Di sana disebutkan, setiap orang dilarang menjual rokok dengan menggunakan mesin layanan mandiri.

Alias dijual secara swalayan. Rokok juga tidak boleh dijual kepada siswa atau anak di bawah usia 18 tahun.

Pasal yang mengatur penjualan rokok tersebut bisa menekan tingginya angka anak yang merokok. Dari rapat pansus dengan akademisi terungkap fakta bahwa jumlah anak-anak yang merokok semakin meningkat.

Di dalam naskah akademik raperda KTR juga disebutkan bahwa 76,8 persen perokok merokok di dalam rumah bersama anggota keluarga lain yang perokok pasif.

Di Surabaya angkanya mencapai 76,1 persen. Anak yang terpapar asap rokok bisa mengalami peningkatan risiko radang saluran pernapasan, radang paru, infeksi telinga tengah, asma, hingga kelambatan pertumbuhan paru.

Reni menilai pasal anak tersebut seharusnya bisa menjadi semangat anggota pansus lainnya untuk segera menuntaskan pembahasan.

Dia menegaskan bahwa aturan itu tidak melarang orang merokok. Dia juga meminta aturan tersebut tidak disikapi secara berlebihan oleh perokok. Sebab, yang diatur nanti adalah perlindungan bagi orang yang tidak merokok.

Ketua Pansus Rokok Junaedi sepakat dengan Reni. Dia mengatakan, pembahasan aturan tentang rokok bakal terus bergulir meski Fraksi PDIP sudah menyatakan sikap penolakan terhadap raperda itu.

"Senin (hari ini, Red) kami konsultasi tahap pertama ke Biro Hukum Jatim untuk menyamakan persepsi," kata Ketua Fraksi Demokrat itu.

Saat ini pembahasan pansus tersendat di pasal 3. Pansus masih memperdebatkan adanya penambahan KTR di tempat kerja, tempat umum, dan tempat lain yang diatur melalui peraturan wali kota. Penentuan kawasan itu memang menjadi hal yang sangat sensitif dan penuh pro-kontra.

Setelah konsultasi ke biro hukum pemprov, pansus segera melanjutkan pembahasan. Sebab, masa kerja pansus habis bulan depan. (sal/c6/git/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Para Bupati Dukung Larangan Iklan dan Sponsor Rokok


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler