jpnn.com, SURABAYA - Pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) kawasan tanpa rokok (KTR) terancam kandas lagi. Raperda tersebut pernah dibahas tiga tahun lalu. Namun, dewan mengembalikan raperda itu ke pemkot. Kejadian serupa tampaknya bisa terulang kembali.
Berdasar informasi dari internal panitia khusus (pansus) raperda KTR, saat ini sikap pansus terbelah. Ada yang pro dengan raperda KTR.
BACA JUGA: Warung Kopi Minta Dilibatkan Bahas Kawasan tanpa Rokok
Ada juga yang tidak mau raperda tersebut dilanjutkan. Fraksi PDIP tidak menghendaki raperda itu ditetapkan. Alasannya sama dengan tiga tahun lalu. Perda yang lama belum efektif.
Ada kekhawatiran perubahan perda baru tersebut tidak diiringi dengan penegakan aturan seperti sebelas tahun yang lalu.
BACA JUGA: RT dan RW Bisa Beri Teguran untuk Warga yang Merokok di Tempat Umum
Sebab, hingga kini, belum ada seorang pun yang terkena sanksi denda sesuai aturan yang tertera di perda lama. Yakni, Perda Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Terbatas Merokok (KTM).
Para anggota pansus KTR dari Fraksi PDIP enggan mengomentari hal tersebut. Namun, anggota Fraksi PDIP Baktiono membenarkan informasi bahwa Fraksi PDIP tidak sepakat dengan revisi perda KTR.
BACA JUGA: Para Bupati Dukung Larangan Iklan dan Sponsor Rokok
Dia mengatakan bahwa Fraksi PDIP meminta pemkot membuktikan dulu penerapan perda yang masih berlaku.
"Buktikan dulu perda yang lama. Terapkan dan tegakkan. Kalau terbukti, baru ditambahi lokasi KTR-nya," kata anggota dewan empat periode itu.
Ada lima tempat yang termasuk KTR di perda lama. Yakni, tempat ibadah, sarana pendidikan, sarana bermain anak, sarana kesehatan, dan transportasi umum.
Penerapan aturan di angkutan umum dinilai masih minim. Fraksi PDIP belum melihat adanya keseriusan dalam penegakan aturan yang sudah ada.
Dalam raperda baru, lokasi KTR ditambah. Warga tidak boleh merokok di tempat kerja, tempat umum, serta tempat lainnya. Hingga kini, belum ada penjabaran secara mendetail terkait penambahan lokasi tersebut.
Yang jelas, KTR bakal semakin banyak. Baktiono khawatir jika lokasinya ditambah tetapi aturan tidak ditegakkan, kepercayaan masyarakat terhadap penegakan perda bakal semakin terkikis.
Baktiono menjelaskan, tanpa ada penambahan aturan, sebenarnya perokok di Surabaya sudah tertib. Contohnya, tidak ada warga yang merokok di mal atau kantor.
''Menurut kami, peraturan ini tidak urgent. Ada usul perda yang lebih penting, tapi hingga sekarang pembahasannya nyantol,'' ungkap pria yang tinggal di Rangkah itu.
Yang dimaksud Baktiono adalah perda pajak bumi dan bangunan (PBB). Menurut dia, perda tersebut lebih penting untuk segera dibahas ketimbang aturan rokok yang penuh pro kontra itu.
"Ini masyarakat yang resah sudah banyak. Tapi, perdanya tidak segera dibikin," ucapnya.
Anggota pansus rokok Reni Astuti menuturkan, hingga kini, dirinya belum mendengar adanya penolakan dari Fraksi PDIP. Selama rapat, anggota pansus dari PDIP tidak menyatakan secara terang-terangan menolak perda itu.
"Kami harapkan tidak dikembalikan lagi. Perlu diingat kembali bahwa raperda ini tidak melarang orang merokok, tetapi memberikan perlindungan bagi mereka yang tidak merokok," jelas politikus PKS tersebut.
Reni memahami pembahasan tentang rokok selalu menuai pro dan kontra. Serikat pekerja tembakau serta paguyuban toko dan warung kopi tidak ingin aturan itu diperketat.
Di sisi lain, para penggiat kesehatan mendorong pansus supaya segera menerapkan aturan yang baru.
"Mari ditampung semua aspirasi tersebut, lalu diramu untuk menghasilkan perda yang sesuai dengan kondisi Surabaya," tuturnya. (sal/c20/git/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Area Larangan Merokok di Surabaya Bakal Ditambah
Redaktur & Reporter : Natalia