jpnn.com, JAKARTA - Pengamat ekonomi Fakhrul Fulvian menyambut positif kehadiran Omnibus Law Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja yang saat ini tengah dibahas pemerintah dan DPR.
Menurutnya, kehadiran Omnibus Law RUU Cipker itu akan memengaruhi kondisi iklim investasi Indonesia ke arah yang lebih baik. Hanya saja, ia mengingatkan pemerintah agar tidak boleh melupakan kondisi ekonomi global.
BACA JUGA: Ini Pandangan Adian Soal RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Menguntungkan Buruh?
"Syarat Omnibus Law ini berjalan dengan baik juga kalau kondisi ekonomi berjalan baik," kata Fakhrul yang juga menjabat sebagai Kepala Ekonomi Trimegah Sekuritas saat dihubungi wartawan, di Jakarta, Jumat (6/3).
Menurut dia, investasi di Indonesia selama ini selalu terhambat oleh regulasi dan birokrasi yang berbelit. Belum lagi ketidaksinkronan antara pemerintah pusat dan daerah yang sering tumpang tindih kewenangannya.
BACA JUGA: Pemerintah jangan Gengsi Menarik RUU Cipta Kerja dari DPR
Tidak heran bila Bank Dunia pada 2019 lalu merilis laporan bertajuk Ease of Doing Business 2020. Di dalamnya, peringkat Indonesia dalam kemudahan berbisnis sangat jeblok. Hanya peringkat ke-73 dari 140 negara.
Bahkan dengan beberapa negara ASEAN saja Indonesia ketinggalan jauh. Yakni dengan Singapura (peringkat 2), Malaysia (12), Thailand (21), Brunei Darussalam (66), dan VIetnam (70).
BACA JUGA: Kawasan Ekonomi Harus Jadi Perhatian Khusus di RUU Omnibus Law Cipta Kerja
Selain itu, Omnibus Law Ciptaker dinilai hadir untuk menciptakan lapangan kerja dan memastikan hak dan kesejahteraan buruh tercapai. Sebab, muara dari investasi pada dasarnya adalah menyerap tenaga kerja yang tersedia yang nantinya akan mampu untuk menyejahterakan masyarakat.
Karena itu, dia meminta pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja agar duduk bersama membahas sejumlah hal yang menyangkut pekerja di aturan tersebut. "Iya, karena itu harus dicari jalan tengah," kata dia. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy