jpnn.com, JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dengan tegas akan melawan balik gugatan Uni Eropa atas pelarangan ekspor nikel Indonesia agar dapat fokus melakukan hilirisasi.
Ekonom sekaligus Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mendukung langkah dan komitmen Menteri Bahlil Lahadalia untuk pasang badan melanjutkan hilirisasi dan melakukan banding atas gugatan tersebut.
BACA JUGA: Ceria Sambut Baik Keinginan Presiden Jokowi soal Hilirisasi
“Program hilirisasi ini bagaimanapun tetap kita perlukan karena Indonesia tidak mau menjual bahan mentah terus, apalagi yang sifatnya berbasis sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui. Kalau kemudian kita tidak melakukan upaya hilirisasi tentu nilai tambahnya akan dimanfaatkan oleh negara lain,” ujar Eko, Selasa (7/3/2023).
Sebetulnya, urgensinya di situ pemerintah kemudian mencoba berbagai upaya termasuk juga untuk melakukan pelarangan,” ujar Eko.
BACA JUGA: KKP Galakkan Hilirisasi Industri Perikanan dan Kelautan, Startup Aruna: Positif
Menurut Eko, target realisasi investasi yang terus mencapai target harus dimanfaatkan secara maksimal untuk membangun industri hilirisasi dalam negeri.
“Kita memerlukan saat ini adalah untuk mendorong industrialisasi karena dari investasi yang naik ini kalau dilihat dari target investasikan selalu tercapai. Cuma kita mau kanalisasi nih bahwa tidak cukup hanya selalu tercapai targetnya, tetapi juga harus masuk ke industri base bukan komoditi base,” ujar Eko.
BACA JUGA: Pengusaha Sambut Baik Hilirisasi Industri Berorientasi Ekonomi Hijau
Lebih lanjut, Eko mengatakan kebijakan pelarangan bahan mentah harus dikomunikasikan dengan baik kepada pihak penggugat karena Indonesia harus beranjak dari negara berkembang menuju negara maju dan juga demi kepentingan nasional.
“Sebenarnya kalau kita bisa menjelaskan dengan baik ke mereka ya lama-lama mereka pasti akan mengerti juga. Karena kan memang semua negara berkembang menuju negara maju ya mereka harus membangun industrinya termasuk juga kita,” ujar Eko.
“Kalau Eropa ingin melihat Indonesia nanti juga bisa berkembang ya seharusnya mereka juga menghormati bahwa ini keputusan nasional kita,” sambungnya.
Lebih lanjut, kata Eko, jika negara-negara Uni Eropa menginginkan bahan mentah Indonesia sebaiknya melakukan investasi ke dalam negeri atau bekerja sama dengan perusahaan swasta untuk membangun industri hilirisasi.
“Jadi, win win solution sebetulnya masih ada jalan untuk katakanlah mereka menginveskan mungkin tidak terlalu besar juga sebagian kecillah sampai kepada produk hilir yang mengizinkan nanti Indonesia bisa mengekspor atau dia join dengan perusahaan di dalam negeri kita yang sudah siap untuk katakanlah mengolah bahan-bahan itu itu juga memungkinkan kerjasama semacam itu kayak kemitraan,” ujar Eko.
Sebelumnya, Bahlil Lahadalia mengatakan telah dipanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar jangan menyerah dari siapa saja yang mau mengintervensi negara. Maju terus dan hadapi terkait dengan kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah biji nikel.
“Negara kita sudah maju dalam arti kata, negara kita sudah merdeka. Jadi, kita harus punya konsistensi dan apalagi yang tahu masalah negara ini kita bukan orang lain. Jadi, hadapi terus. Ya, karena presidennya begitu, kita tambah gila lagi bos,” ujar Bahlil
Bahlil mengakui banyak negara di dunia yang tidak suka dengan kebijakan larangan ekspor tersebut.
Dia menegaskan upaya pemerintah melarang ekspor nikel itu adalah untuk kepentingan di dalam negeri untuk menciptakan nilai tambah.
“Jadi, gini menyangkut hilirisasi tidak semua negara di dunia itu terutama negara maju itu ikhlas melihat negara berkembang yang mempunyai sumber daya alam itu maju. Apa buktinya? Contoh kemarin kita di nikel. Nikel kita menyetop ekspor nikel itu tidak hanya dilihat bagaimana memberikan nilai tambah, tapi ini adalah kepedulian Indonesia dalam mewujudkan SGDs (Sustainable Development Goals),” ucap Bahlil.
Bahlil yang juga mantan ketua umum HIPMI itu menegaskan bakal melawan balik Uni Eropa yang menolak kebijakan larangan ekspor nikel Indonesia.
“Saya bicara di hampir semua forum baik di Eropa, di mana-mana saya ngomong Indonesia tidak akan pernah gemetar atau takut sedikitpun tuntutan itu. Kita hadapi,” ucap Bahlil.
Bahlil tidak peduli waktunya banyak dihabiskan untuk mengurusi gugatan di WTO.
Dia merasa sudah menjadi tugasnya sebagai pembantu presiden ikut menyelesaikan permasalahan negara.
“Biasa saja, itu teknis. Menyita atau tidak menyita (waktu) kita sebagai pembantu presiden wajib mengabdikan diri kita kepada negara, enggak boleh kita ngeluh,” tegas Bahlil.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari