jpnn.com, JAKARTA - Kepala Ekonom CIMB Niaga Adrian Panggabean meragukan relaksasi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) bakal mampu mendongkrak daya beli masyarakat.
Menurutnya, dalam kondisi saat ini masyarakat tak akan serta-merta berbelanja meski ada relaksasi PPNBM.
BACA JUGA: Gaikindo Optimis Diskon PPnBM Dorong Penjualan Otomotif
"Ada keperluan untuk berjaga-jaga yang menyebabkan orang itu mampu membeli tetapi tidak ada kemauan beli," ujar Adrian saat berdiskusi daring dengan awak media di Jakarta, Kamis (25/2).
Menurut Adrian, sejak Desember 2020 kredit kendaraan bermotor (KKB) jatuh paling dalam lantaran tidak ada minat pembeli. Masyarakat tidak mau mengeluarkan uangnya untuk berbelanja karena khawatir pandemi akan berkepanjangan.
BACA JUGA: Mobil Baru Bebas PPnBM, Airlangga: Berdampak Luas untuk Perekonomian
"Saya ngapain beli-beli mobil, orang saya jarang keluar sekarang. Ngapain saya ganti mobil, lebih baik saya menabung uang di bank. Saya khawatir ini berkepanjangan, kalau saya beli mobil nanti tiba-tiba saya butuh uang tunai jual mobilnya susah," jelas Adrian.
Dia menyebutkan, meski saat ini pemerintah akan memberikan relaksasi mobil dengan 1.500 cc ke bawah, untuk kelas menegah ke bawah, namun masyarakat saat ini lebih memilih untuk rasional.
BACA JUGA: Menko Airlangga: Relaksasi PPnBM Geliatkan Industri Otomotif
"Meskipun ada diskon pajak, tetapi jika harga barang yang akan dibeli tersebut nominalnya cukup besar, masyarakat kemungkinan besar akan menahan pengeluaran dan memilih menyimpannya sebagai tabungan," kata dia.
Sementara itu, terkait apakah kebijakan tersebut akan mengerek perekonomian domestik, menurut Adrian harus dilihat keterkaitan industri itu sendiri, dalam hal ini industri otomotif.
Adrian lantas mencontohkan sektor industri otomotif. Menurutnya, keterkaitan paling besar dalam industri otomotif bukan backward linkage maupun forward linkage, namun import export linkage dengan luar negeri.
Sebab, bahan baku industri otomotif didapat melalui impor meski saat ini sudah banyak penyedia komponen dari dalam negeri.
"Sehingga kalau misalnya orang pun belanja mobil, apakah ini akan meng-generate industri ke hulu dan ke hilir, saya rasa mungkin tidak, tapi yang pasti impor akan naik," jelas Adrian.
Seperti diketahui, sebanyak 70 persen penyaluran kredit perbankan adalah untuk kredit kepada industri seperti kredit untuk korporasi dan ritel grosir (wholesale). Sedangkan sisanya 30 persen adalah kredit konsumer seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR), KKB, Kredit Tanpa Agunan (KTA), kartu kredit, dan lainnya.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan kini tengah melakukan finalisasi terhadap aturan diskon Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan berharap nantinya relaksasi tersebut bisa segera dimanfaatkan oleh masyarakat.
Menteri Keuangan nantinya akan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait diskon pajak tersebut dan ditargetkan akan mulai diberlakukan pada 1 Maret 2021. Kebijakan diskon pajak itu nantinya menggunakan PPnBM yang ditanggung pemerintah.
Diskon PPnBM sebesar 100 persen dari tarif normal akan diberikan pada tiga bulan pertama, kemudian 50 persen dari tarif normal pada tiga bulan berikutnya, dan 25 persen dari tarif normal pada tahap ketiga untuk empat bulan. Besaran diskon pajak akan dievaluasi efektifitasnya setiap tiga bulan.
Diskon pajak itu diberikan untuk kendaraan bermotor segmen kurang atau sama dengan 1.500 cc kategori sedan dan 4x2. Segmen tersebut dipilih karena merupakan segmen yang diminati kelompok masyarakat kelas menengah dan memiliki local purchase di atas 70 persen. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia