jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah kalangan menilai kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2022 sebesar 1,09 persen tidak berefek pada kesejahteraan pekerja.
Kenaikan UMP dinilai tidak cukup memenuhi kebutuhan pekerja atau buruh, bahkan Konfederasi Serikat Perburuhan Indonesia (KSPI) meminta pemerintah menaikkan UMP 2022 di kisaran 4 hingga 5 persen.
BACA JUGA: Aliansi Buruh Jabar Minta Penetapan UMP dan UMK 2022 Kembali ke Aturan Lama
Perhitungan UMP 2022 pun telah ditolak mentah-mentah serikat pekerja, sebagai bentuk protes mereka mengancam mogok kerja.
Menurut Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet, kenaikan UMP pada tahun depan akan berpengaruh terhadap konsumsi masyarakat.
BACA JUGA: Manto Hanya Terdiam Sambil Memeluk Jasad Anaknya
"Pemerintah perlu memperhatikan dampak dari ketentuan upah tersebut dengan menyeimbangkannya pada kebijakan lain," ungkap Yusuf, Jumat (26/11).
Menurut dia, dengan kenaikan upah yang relatif kecil pemerintah perlu menambah kebijakan lain jika memang ingin mencapai target konsumsi rumah tangga pada tahun depan.
BACA JUGA: Istri Histeris Saat Melihat Suaminya di Dapur, Tak Menyangka
Salah satu kebijakan yang dapat dipertimbangkan, yakni penyaluran bantuan subsidi upah.
"Setidaknya ada penambahan bagi para pekerja untuk melakukan konsumsi pada tahun depan," kata Yusuf.
Dia menilai kenaikan UMP 2022 sebesar 1,09 persen akan berdampak pada tingkat konsumsi masyarakat secara terbatas.
Jika konsumsi sebagai komponen utama tidak meningkat, pertumbuhan ekonomi bisa terhambat.
Sebelumnya, ribuan buruh melakukan aksi di depan Balai Kota DKI Jakarta, pada Kamis (25/11), untuk meminta Gubernur mencabut kenaikan UMP 2022. (mcr28/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Di Eks Lokalisasi, SW Duduk Menunggu Pelanggan, Tetapi
Redaktur : Rasyid Ridha
Reporter : Wenti Ayu