Ekonomi AS Membaik, Guncangan Baru Datang

Minggu, 11 Agustus 2013 – 06:14 WIB

jpnn.com - JAKARTA – Bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) terus memberikan sinyal untuk mengurangi stimulus melalui quantitative easing (QE). Indonesia dan seluruh negara di dunia pun harus bersiap menghadapi guncangan ekonomi gara-gara kebijakan tersebut.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, kebijakan The Fed tersebut akan berdampak pada kondisi fiskal dan ekonomi Negeri Paman Sam.

BACA JUGA: Awasi Harga Tiket Pesawat Selama Lebaran

”Itu bisa mengakibatkan kontraksi (perlambatan ekonomi, Red) dan akan berdampak ke Indonesia. Karena itu, kita harus siap-siap,” ujarnya Kamis lalu (8/8).

Sebagaimana diketahui, untuk membantu perekonomian AS yang terseok karena krisis, The Fed secara rutin membeli surat utang pemerintah beragun aset senilai USD 85 miliar (sekitar Rp 850 triliun) setiap bulan. Dana dari The Fed itulah yang digunakan pemerintah AS untuk menopang ekonomi negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu.

BACA JUGA: H+2 Lebaran, Harga Cabai dan Bawang Merah Masih Melambung

Namun, ketika perekonomian AS sudah menunjukkan tanda-tanda perbaikan (recovery), Chairman The Fed Ben Bernanke Juni lalu menyatakan rencananya untuk mengurangi suntikan likuiditas (tapering off).

Berita itu langsung mengguncang pasar keuangan dunia, termasuk Indonesia. Sebab, sebagian dana QE dari The Fed itu juga mengalir ke pasar keuangan di berbagai negara, termasuk pasar modal di Indonesia.

BACA JUGA: Setiap Lebaran Harga TBS Anjlok

Banyak ekonom dan pelaku bisnis di AS yang memproyeksi The Fed akan memulai kebijakan tapering off September mendatang. Itu terkait dengan rilis data ekonomi AS yang cukup positif. Misalnya, pertumbuhan ekonomi triwulan II yang sudah mencapai 1,7 persen serta turunnya angka penganggur.

Lantas, apa yang akan dilakukan BI? Menurut Agus, BI bakal melanjutkan round table policy dialogue dengan pemerintah. Sebab, mitigasi risiko pelemahan ekonomi global banyak bergantung pada pemerintah.

Misalnya, kebijakan menahan laju impor dan meningkatkan ekspor untuk memperbaiki struktur neraca pembayaran. ”Kami di BI tentu bergerak di sisi moneter, misalnya dengan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,” katanya.

Sementara itu, Menteri Keuangan Chatib Basri menyebut, pemerintah juga terus memantau perkembangan kebijakan The Fed. Dia mengakui, kebijakan tersebut akan berdampak signifikan pada pasar keuangan Indonesia. ”Kita mesti hati-hati karena tekanan pada rupiah akan berat,” ujarnya.

Menurut Chatib, pemerintah akan berfokus membenahi kondisi makroekonomi domestik. Misalnya, menjaga stabilitas rupiah, meredam inflasi, serta memperbaiki neraca pembayaran.

"Makro ekonomi menjadi acuan utama investor. Kalau makro kita baik, investor akan percaya diri untuk masuk (ke Indonesia) dan itu akan memperkuat daya tahan ekonomi kita terhadap gejolak ekonomi global,” terang dia. (owi/c11/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jurus Impor Tak Mempan, Menteri Kebingungan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler