JAKARTA - Perekonomian Indonesia selama ini dikelola dengan cara agak naif terhadap dinamika pasarAda pemahaman bahwa pengelolaan ekonomi cukup diserahkan pada mekanisme pasar tanpa membangun mekanisme self assurance saat terkena gejolak
BACA JUGA: Tata Niaga Gula Mengarah Pada Liberalisasi Perdagangan
Demikian yang dikemukakan Gubernur Bank Indonesia (BI), Darmin Nasution dalam seminar "Proyeksi Ekonomi Indonesia 2012: Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi" di Jakarta, Rabu (30/11).
"Memang cukup lama ekonomi dikelola agak naif terhadap dinamika global
BACA JUGA: Mamin Kadaluarsa Marak di Timika
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya melakukan beberapa langkah pengamanan maupun proteksi yang tidak bisa dilakukan secara radikal
BACA JUGA: Pemerintah Gali Potensi Shale Gas
Nanti terkaget-kaget orang," ujarnyaSalah satu bentuk kebijakan itu di antaranya diberlakukannya penyimpanan devisa hasil ekspor yang efektif pada 1 Januari 2012 mendatang.Dengan ini, diharapkan kekeringan valuta asing akibat krisis bisa dicegahSebab, valas bisa tercukupi dengan disetorkannya dolar hasil ekspor di perbankan dalam negeri
Hanya saja, Peraturan Bank Indonesia (PBI) paling anyar ini mengundang kekagetan di kalangan pelaku pasarPadahal, di beberapa negara Asean seperti, Malaysia dan Thailand aturan ini telah diterapkan sejak lama"Semua kaget, padahal Malaysia dan Thailand sudah puluhan tahun lalu memberlakukan kewajiban devisa hasil ekspor tersebut," tandasnya.
Bahkan, kata Darmin, pemerintah Thailand memberlakukan kebijakan yang lebih jauh dari sekadar penyimpanan devisa wajib eksporNegeri Gajah itu memberlakukan kebijakan di mana dana yang telah masuk di bank dalam negeri, wajib dikonversikan ke dalam mata uang Thailand (bath), sehingga dengan pemberlakuan itu negara akan mengetahui permintaan valuta asing (valas) di negaranya
Atau Malaysia misalnya, sejak 30 tahun lalu mengatur kewajiban memasukkan devisa hasil ekspor dan dananya wajib ditahan selama 60 hari"Tapi kita tidak adaUndang-undang kita mengatakan semua bebasPembangunan ini naif, bahkan ketika kita mulai menurunkan BI rate, kita menjelaskan kita akan berbicara dengan perbankan, rencana bisnis bank bagaimana bisnis ini, itu ramai, banyak istilah aneh keluar," katanya.
Pada kesempatan itu, Darmin juga menyatakan, BI telah mengambil beberapa langkah strategis guna membendung risiko gejolak pasar keuangan global dan mengatasi rambatan pelemahan ekonomi di negara maju"Sampai saat ini dampak gejolak ekonomi global terhadap perekonomian domestik masih terbatas, namun lambat laun ekonomi kita akan terpengaruh yang akan tercermin pada kinerja ekonomi tahun 2012," jelasnya
Langkah strategis itu, meningkatkan intensitas monitoring baik terhadap pasar keuangan maupun ketahanan perbankan dalam menghadapi gejolak pasar keuanganMonitoring ketat terhadap kondisi likuiditas di pasar antar bank sangat penting karena krisis keuangan umumnya diawali dengan tekanan nilai tukar dan keketatan likuiditas di pasar antar bank yang ditandai dengan melonjaknya suku bunga pasar.
Langkah lainnya mempersiapkan Protokol Manajemen Krisis (PMK) untuk pencegahan dan penanganan krisis yang dikomunikasikan dengan PMK instansi lainnyaUpaya memperkuat stabilitas moneter dan sistem keuangan perlu pedoman dan payung hukum yang mengatur proses pencegahan dan penanganan krisis secara sistematis dan terintegrasiMaka, PMK yang dimiliki BI dan pemerintah perlu didukung UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).
Bank sentral juga melakukan operation twist di pasar valas dan surat berharga negara (SBN) sehingga BI dapat memasok valas dan menyerap rupiah, selanjutnya memakai rupiah itu untuk membeli SBN di pasar sekunderOperation twist memberikan manfaat terutama menstabilkan kurs dan harga SBN, serta menambah akumulasi stok SBN di BI, yang digunakan untuk operasi moneter (Reverse Repo)BI juga menurunkan BI rate dari 6,75 persen menjadi 6,0 persen(lum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sumsel Jajaki Bangun Monorel
Redaktur : Tim Redaksi