BACA JUGA: Ekspor Rotan Masih Stagnan
Jadi apa yang selama ini digembar-gemborkan dalam kampanye soal keberhasilan ekonomi, sesungguhnya jauh dari kenyataan,” ujar Iman Sugema kepada wartawan, Selasa (31/3) di Jakarta.Dijelaskannya, 'K' yang pertama dari kumpulan data resmi, indeks kesengsaraan rakyat atau yang bisa dikenal dengan sebutan misery index, saat ini justru meningkat tajam
Data ini memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang diributkan oleh pemerintah hanya dinikmati sekelompok kecil penduduk negeri ini
BACA JUGA: Minyak Dunia Merangkak Naik
“Buktinya, tingkat kesengsaraan rakyat makin tinggi,” ujarnya sambil menyebut indikator bahwa beragam kelangkaan bahan bakar dan kebutuhan pokok yang selama ini sering terjadi.Kedua, kesenjangan
BACA JUGA: Daya Saing Tekstil di Pasar Dunia Menurun
Bayangkan, jika pada tahun 2004 indeks kesenjangan masih di bawah 35 persen, tahun lalu sudah mencapai 37,4 persen“Gini rasio itu menunjukkan lebarnya kesenjangan antara kaya dan miskin,” kata Iman.Jadi, walau Indonesia diakui sebagai penghasil konglomerat kelas kakap – misalnya lewat indikator majalah Forbes yang tiap tahun selalu menempatkan orang kaya baru dari Indonesia, masyarakat bawahnya tetap miskin.
Definisi 'K' yang ketiga kemunduranDirektur InterCAFE itu menyebut indikasi Indonesia terus mengalami de-industrialisasiHal itu bisa dilihat dari sumbangan industri manufaktur yang terus menurun terhadap pendapatan kotor bangsa iniKalau pada tahun 2004 sumbangannya masih di atas 28 persen, tahun 2008 justru menukik di bawah 28 persenBuat sama saja sudah susah, ujarnya.
Sementara 'K' yang keempat, ketergantunganDi saat pemerintah, diikuti iklan Partai Demokrat, melenakan rakyat dengan berteriak bahwa utang sudah lunas, diam-diam bebannya terus bertambahSaat ini, dari data resmi pemerintah, terbukti bahwa beban utang per kepala penduduk Indonesia mencapai US$11,8 juta.
“Ini angka tertinggi sepanjang sejarahApalagi data ini memperlihatkan bahwa pemerintahan yang dipimpin SBY saat ini, belum bisa menghilangkan ketergantungan terhadap utang,” tegasnya.
Sementara 'K' yang terakhir adalah kerentananSejak empat tahun terakhir, Indonesia telah kehilangan satu fundamental ekonomi terpentingnya, yaitu stabilitasCiri-ciri tidak adanya stabilitas itu, tingginya tingkat inflasi seperti pada tahun 2005 yang sebesar 18,3 persen, merupakan tertinggi sepanjang sejarah.
Kemudian, nilai tukar rupiah yang buruk, cadangan devisa menukik tajam, dan kolaps-nya busa hingga 60 persenAkar kegagalan ekonomi bangsa ini, Iman menegaskan, sikap pemerintah dan tim ekonominya yang secara ugal-ugalan memfasilitasi para pemodal asing untuk menguliti bumi Indonesia(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Sulit Tentukan Harga Jual BBM
Redaktur : Tim Redaksi