Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 8 Tahun Penjara, Jaksa KPK Dinilai Abaikan Fakta

Kamis, 22 September 2022 – 23:14 WIB
Ilustrasi - Palu Hakim (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)

jpnn.com, JAKARTA - Tim kuasa hukum mantan Direktur Jenderal Keuangan Daerah pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto membantah semua kesimpulan jaksa KPK yang menyebut kliennya telah menerima suap terkait pengurusan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur.

Tim Kuasa Hukum menganggap jaksa KPK telah banyak mengabaikan fakta yang terungkap dalam persidangan, bahkan ada beberapa keterangan saksi dalam berita acara penyidikan (BAP) dicabut oleh jaksa.

BACA JUGA: KPK OTT Mafia Kasus, MA Merespons Begini

“Jaksa banyak mengabaikan fakta persidangan,” ujar salah seorang kuasa hukum, Reno Rahmat Hajar.

Ia mengungkapkan beberapa indikasi atau bukti pengabaian fakta persidangan oleh jaksa KPK. Pertama, Ardian tidak pernah memberi persetujuan/kesepakatan untuk membantu Andi Merya mendapat Pinjaman PEN sebesar Rp 350 miliar.

BACA JUGA: Hakim Agung Terjaring OTT, Pimpinan KPK Bersedih

Hal ini kata dia bisa dilihat dari keterangan Andi Merya sendiri di persidangan. Pada intinya, Andi menyatakan Terdakwa Ardian tidak pernah berkata akan membantu untuk mendapatkan dana PEN sebesar Rp 350 miliar tersebut.

“Saksi menyatakan belum ada pembahasan angka saat pertemuan di ruang kerja Terdakwa Ardian, sehingga proposal usulan Pinjaman PEN Kolaka Timur diserahkan kepada staf Terdakwa Ardian,” ujar Reno.

BACA JUGA: OTT Mafia Kasus di MA, KPK Amankan Uang Asing

Demikian pula, keterangan Laode M Syukur Akbar, yang ikut dalam pertemuan tersebut, tidak mendengar Terdakwa Ardian menyebut-nyebut Rp 300 miliar dan tidak mendengar seluruh isi pembicaraan.

Sementara itu, keterangan Sukarman Loke menyatakan Andi Merya bertemu dengan Terdakwa Ardian pada tanggal 4 Mei 2021.

“Saksi mengetahui usulan Kolaka Timur sebesar tiga ratus miliar rupiah setelah saksi menelepon Mustakim Darwis untuk bertanya. Yang pasti, saksi menyatakan Rp 300 miliar merupakan usulan, bukan hasil dari pertemuan dengan Terdakwa Ardian,” ujarnya mengutip pernyataan Sukarman Loke.

Kedua, Ardian tidak pernah meminta fee kepada Andy Merya untuk memuluskan pinjaman PEN Kolaka Timur. Menurutnya, pertemuan 10 Juni 2021 antara Mochammad Ardian dengan Laode M Syukur Akbar yang dianggap Moch Ardian meminta fee tidak pernah ada.

"Saksi Laode M Syukur Akbar juga menyatakan sebenarnya tidak ada permintaan persen dari Terdakwa Ardian. Yang menentukan angka 1% (satu persen) adalah Sukarman,” bebernya.

Ketiga, Ardian tidak pernah menerima uang dari Andi Merya atau siapapun terkait pinjaman. Menurut Reno, terdapat ketidaksesuaian keterangan saksi-saksi yang mengantar “uang”.

"Saksi Ochtavian mengaku Syukur memberi amplop coklat setebal 1-2 cm kepadanya yang menurut keterangan Syukur amplop tersebut berisi Dolar Singapura dan amplop tersebut dalam keadaan tertutup serta dilem dan saksi tidak pernah membuka isi amplop tersebut. Lalu, saksi Bagas Aziz Pangestu yang mengantar Ochta tidak pernah mengetahui ada titipan amplop dari Syukur,” ungkapnya.

Terdakwa sendiri dalam keterangan di persidangan menyatakan tidak pernah memberi prioritas kepada Kabupaten Kolaka Timur untuk dapat dibahas dalam Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek) antara PT SMI, DJPK, Kemendagri dan Pemda. Terdakwa tidak pernah menyarankan agar usulan PEN Kolaka Timur disesuaikan.

Hal ini diperkuat keterangan saksi Silvy yang menyatakan Kemendagri tidak memiliki peran memberi persetujuan mengenai daerah yang layak untuk dilanjutkan ke Rakortek. Yang mengundang Pemerintahan Daerah untuk mengikuti Rakortek adalah PT SMI berdasarkan data dari Kementerian Keuangan.

Pernyataan senada disampaikan saksi Erdian yang menyatakan Kementerian Keuangan yang menentukan besaran alokasi bagi Pemerintah Daerah setelah di-review. Dirjen Bina Keuangan Daerah tidak memiliki kewenangan menentukan persenan yang akan dicairkan untuk pinjaman Pemerintah Daerah. Dari uraian itu, jelas jaksa tidak mempertimbangkan fakta itu sama sekali.

“Untuk itu, kita meminta Majelis Hakim untuk mencermati dan mempertimbangkan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa Terdakwa seharusnya tidak memenuhi unsur-unsur yang didakwakan,” pungkasnya.

Diketahui, M Ardian Noervianto dituntut delapan tahun penjara. Tak hanya itu, Ardian juga dituntut untuk membayar denda Rp 500 juta subsidair enam bulan kurungan dalam kasus korupsi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk daerah.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, Ardian terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Ardian diyakini telah menerima suap terkait pengurusan pinjaman dana Ekonomi Nasional (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur. (dil/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler