jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara mengapresiasi keputusan Kejaksaan Agung RI terkait penundaan eksekusi terhadap baiq Nuril Maknun yang dihukum Mahkamah Agung RI dengan pidana 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta karena melanggar UU ITE.
Namun demikian, ICJR tetap meminta Presiden Joko Widodo memberikan amnesti untuk perempuan asal Nusa Tenggara Barat tersebut, bukan grasi.
BACA JUGA: ICJR Apresiasi Penundaan Eksekusi Putusan MA untuk Nuril
"Kasus Ibu Nuril tidak dapat diberikan grasi karena syarat grasi salah satunya hanya untuk kasus yang dijatuhi pidana lebih dari dua tahun. Sedangkan Ibu Nuril dipidana dengan pidana enam bulan penjara. Itu mengapa ICJR masih tetap mendorong Presiden untuk memberikan amnesti," ucap Anggara dalam siaran persnya, Selasa (20/11).
Dia mengapresasi keputusan Kejaksaan Agung yang menunda eksekusi Nuril, karena melihat respons masyarakat yang menuntut keadilan untuk seorang ibu tersebut. Penundaan eksekusi dilakukan hingga proses peninjauan kembali berakhir.
BACA JUGA: Kasus Baiq Nuril, RUU PKS Harus jadi Prioritas
"ICJR berharap, Kejagung bisa menjaga komitmennya untuk tidak melaksanakan eksekusi sampai kasus Ibu Baiq Nuril diputus di tingkat PK," sebut Anggara.
Namun demikian, pihaknya mengingatkan bahwa proses PK ini akan sangat panjang dan akan memakan waktu sangat lama.
Selama proses ini, ICJR menilai bahwa Baiq Nuril dan keluarganya masih akan berada dalam kondisi tekanan psikologis karena lamanya proses dan ketidakjelasan akan nasibnya.
BACA JUGA: Istana Akan Telaah Permintaan Amnesti untuk Baiq Nuril
"Maka dari itu, ICJR terus mendorong Presiden Jokowi untuk dapat memberikan Ibu Baiq Nuril amnesti, agar Ibu Nuril tidak perlu berada dalam kondisi ketidakpastian selama menunggu proses PK berakhir dan putusan PK keluar," tandasnya.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mintakan Amnesti untuk Baik Nuril, ICJR Sambangi Istana
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam