Ekspor Anjlok, Industri Mebel Tuntut Pemangkasan Aturan

Jumat, 10 Maret 2017 – 15:48 WIB
Ilustrasi. Foto: Radar Semarang/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - jpnn.com - Nilai ekspor industri mebel mengalami penurunan hingga 16 persen pada 2016 lalu.

Para pelaku industri mebel pun sulit mencapai target ekspor yang ditetapkan pemerintah USD 5 miliar pada akhir 2019.

BACA JUGA: Rasio Kredit Macet Industri Sawit Hanya 0,7 Persen

Wakil Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur menjelaskan, umumnya penurunan drastis itu disebabkan persoalan birokrasi.

Dia menilai, regulasi ekspor seperti phytosanitary certificate (sertifikat kesehatan tumbuhan), sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK), hingga bunga bank yang cukup tinggi sangat memberatkan para pelaku industri.

BACA JUGA: Setop Penggunaan Merkuri di Pertambangan Rakyat

Ekspor mebel Indonesia pada 2016 hanya USD 1,608 miliar.

Jumlah tersebut menurun drastis jika dibandingkan pada 2015 yang mencapai USD 2 miliar.

BACA JUGA: Industri Plastik Minta Pasokan Gas Masela

’’Padahal, target kami untuk 2016 setidaknya genap USD 2,1 miliar dengan USD 1,9 miliar dari industri mebel dan USD 800 juta dari kerajinan,’’ katanya.

Menurut Sobur, pertumbuhannya harus berkisar 12–15 persen per tahun untuk mencapai target pemerintah.

Sobur berharap, tahun ini nilai ekspor setidaknya bisa kembali ke angka USD 2 miliar.

Regulasi itu mengakibatkan beberapa pabrik di Jawa Timur dan Jawa Tengah pindah ke Vietnam.

Jutaan dolar pun hilang karena pabrik yang meraup omzet yang cukup tinggi memutuskan untuk pindah.

’’Kalau pemerintah mampu memperbaiki regulasi, mereka mungkin mau kembali ke Indonesia. Termasuk para investor asing,’’ ujar Sobur.

Menanggapi itu, anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Benny Soetrisno menyatakan bahwa pihaknya telah berusaha mengajukan beberapa usul kepada presiden.

’’Kami sudah mengajukan pencabutan aturan phytosanitary certificate kepada Indonesia National Single Window (INSW). Namun, sudah dua bulan kami belum mendapatkan tanggapan,’’ jelas Benny di sela-sela kunjungannya ke pabrik mebel PT Kurnia Anggun, Mojokerto, Kamis (9/3).

KEIN juga mengusulkan SVLK hanya diterapkan untuk industri hulu. Jadi, biaya ekspor yang ditanggung pelaku industri tidak terlalu tinggi.

’’Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 82 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya juga akan kami tindak lanjuti karena membuat industri mebel makin sulit memperoleh bahan penunjang,’’ terangnya. (pus/c14/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Industri Pelayaran Offshore di Ujung Tanduk


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler