jpnn.com - jpnn.com - Kontrak kerja sama pengelolaan Blok Mahakam oleh perusahaan Total E&P Prancis dan Inpex Japan akan berakhir dalam hitungan bulan.
Setelah itu, disusul oleh Chevron di blok yang sama pada 2018.
BACA JUGA: Industri Kesehatan Jadi Lahan Empuk Berinvestasi
Berakhirnya sekitar 35 production sharing contract (PSC) dalam delapan tahun ke depan membuat nasib sekitar USD 10 miliar potensi produksi minyak dan gas Indonesia belum jelas akan ke mana arahnya.
Dengan akan berakhirnya kontrak PSC, industri perkapalan terutama bidang offshore akan mati karena pemutusan kontrak kerja.
BACA JUGA: Industri Kecil dan Menengah Sumbang PDB Rp 520 Triliun
Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan DPP Indonesian National Shipowners Association (INSA) Captain Zaenal A Hasibuan mengatakan, dalam laporan Wood McKenzie Perusahaan Research Energy mengenai proyeksi kondisi ke depan dunia perminyakan dan gas Indonesia.
“Ketidakjelasan nasib dalam perpanjangan kontrak dan besarnya produksi akan menjadi isu utama pada sektor hulu migas Indonesia,” ujarnya kepada Kaltim Post Senin (6/3).
BACA JUGA: Jonan Diminta Terbitkan Izin Ekspor Nikel Kadar Rendah
Menurut dia, jika ditotal 35 PSC tersebut membuat satu juta barel per hari.
Sebagai gambaran saat ini Indonesia mengonsumsi sekitar 1,6 juta barel per hari.
Untuk memenuhi target produksi jangka panjang, Pertamina sudah membidik kontrak-kontrak yang akan berakhir.
Ini bisa diartikan sebagai minyak atau gas yang murah untuk diproduksi karena umumnya mereka ditinggalkan dalam keadaan yang sudah jadi oleh para PSC tersebut.
“Jika dikerucutkan, Pertamina jelas membutuhkan partner strategis untuk mengatasi penurunan produksi minyak. Yang diperkirakan akan menghasilkan rata-rata 780 ribu barel per hari,” ujarnya.
Pada akhir 2016, tambah dia, bandingkan dengan tahun 90-an produksi minyak Indonesia masih berada di angka 1,5 juta barel per hari.
Jika tidak ada pengembangan proyek baru, diperkirakan Indonesia akan kekurangan sekitar 2,5 juta barel per hari pada 2025 nanti.
Zaenal mengatakan, dengan lesunya industri perkapalan, dikhawatirkan saat Pertamina menangani begitu banyak proyek yang ditinggalkan PSC pada lima tahun ke depan.
Kapal-kapal bendera Indonesia sudah lebih dahulu lenyap dari bumi pertiwi.
“Dengan harga sewa kapal OSV kelas 5000 HP sudah menyentuh harga USD 3.000 per hari. Investasi para pemilik kapal diperkirakan akan semakin sulit berkembang,” ujarnya. (ctr/lhl/k8)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Industri Jamu Terkendala Regenerasi Konsumen
Redaktur & Reporter : Ragil