jpnn.com - JAKARTA – Badan pusat statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia kembali surplus hingga USD 840 juta pada November 2016.
Nilai ekspor mencapai USD 13,50 miliar. Jumlah itu melesat dari bulan sebelumnya yang sebesar USD 12,66 miliar.
BACA JUGA: Waskita Beton Garap 3 Jalan Tol Senilai Rp 6,2 Triliun
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menyatakan, pada November kinerja ekspor-impor yang sebelumnya terus menurun mulai beranjak normal.
Dia menuturkan, pada November, nilai ekspor yang mencapai USD 13,50 miliar tersebut naik signifikan.
BACA JUGA: Bisakah Produk Bergabung di ITX? Nih Jawabnya...
Itu jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yakni sebesar 21,34 persen.
Begitu juga jika disandingkan dengan nilai ekspor pada bulan lalu. Ada kenaikan 5,91 persen.
BACA JUGA: 3 Mata Uang Asing Ini Bikin Rupiah tak Berkutik
Kenaikan tersebut terjadi, baik untuk ekspor migas maupun nonmigas.
Ekspor migas naik 4,47 persen dan nonmigas meningkat 6,04 persen daripada bulan sebelumnya.
”Ada tren kenaikan tipis sejak Januari meski turun tajam pada Juli yang lebih karena faktor musim. Tapi, ini trennya naik terus,” katanya di kantornya kemarin.
Terkait komoditas ekspor yang nilainya mengalami kenaikan adalah ekspor crude palm oil (CPO) beserta turunannya, kemudian bahan bakar mineral yang didominasi batu bara.
Selain itu, terjadi kenaikan ekspor pada perhiasan.
”Kenaikan CPO terutama didorong kenaikan volume. Padahal, harga sedikit turun. Kalau bahan mineral, itu didorong dua-duanya, volume dan harga. Volume perhiasan permata juga naik,” terang Sasmito.
Untuk pangsa pasar ekspor nonmigas, kata Sasmito, selama Januari–November, nilai terbesar adalah ke negara Amerika Serikat (AS) sebesar USD 14,22 miliar atau 11,97 persen dari jumlah total.
Kemudian, yang berikutnya adalah RRT dengan nilai ekspor USD 13,23 miliar atau 11,14 persen.
Setelah itu disusul Jepang dengan nilai ekspor USD 11,97 miliar atau 10,08 persen dari total ekspor.
Bukan hanya ekspor, Sasmito melanjutkan, kinerja impor di bulan November juga mulai menunjukkan perkembangan ke arah positif.
BPS mencatat, terjadi kenaikan nilai impor sebesar 9,88 persen daripada November tahun sebelumnya.
Sementara itu, jika dibanding dengan bulan sebelumnya, kenaikan nilai impor mencapai sepuluh persen.
”Kinerja impor kita juga naik meski tidak setinggi kenaikan kinerja ekspor yang sampai 21,34 persen,” lanjutnya.
Menurut Sasmito, jika dikomparasikan dengan bulan sebelumnya, ada beberapa porsi barang impor nonmigas yang mengalami kenaikan cukup signifikan pada November.
Di antaranya, impor mesin dan peralatan listrik sebesar USD 210,3 juta.
Impor tersebut terdiri atas impor ponsel dan ponsel rakitan yang dibuat di Indonesia, lalu mesin dan peralatan mekanik dengan nilai impor USD 149,8 juta.
”Ini biasanya impor peralatan infrastruktur yang didatangkan dari Malaysia dan juga netbook. Selain itu, nilai impor perhiasan dan permata naik menjadi USD 115,3 juta,” katanya.
Di sisi lain, BPS Jatim mencatat nilai ekspor nonmigas pada November sebesar USD 1,57 miliar.
Naiknya ekspor nonmigas mengerek kinerja ekspor Jatim keseluruhan pada November yang mencapai USD 1,66 miliar.
Secara kumulatif, ekspor nonmigas Januari–November 2016 tercatat USD 16,47 miliar atau naik 7,81 persen daripada periode yang sama pada 2015, yaitu sebesar USD 15,28 miliar.
Komoditas utama penyumbang pertumbuhan ekspor nonmigas sepanjang Januari–November 2016 adalah perhiasan permata dengan porsi 24,49 persen.
Lalu, lemak dan minyak hewan/nabati sebesar 6,88 persen. Serta, kayu maupun barang dari kayu sebesar 6,31 persen.
Tidak semua komoditas utama ekspor tumbuh. Ada pula yang turun seperti kopi, teh dan rempah, kertas/karton, dan barang kiriman.
”Nah, untuk kopi, sebagaimana diketahui, musim hujan berkepanjangan berpengaruh terhadap panen. Akibatnya, ekspor ikut turun,” kata Kepala Badan Pusat Statistik Jatim Teguh Pramono.
Turunnya ekspor kopi terlihat dari nilai ekspor pada November jika dibandingkan dengan Oktober 2016.
Turunnya hingga 3,69 persen, yakni dari USD 46,3 juta menjadi USD 44,6 juta. (ken/res/c5/sof/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tren Konsumsi SKT Mulai Menurun
Redaktur : Tim Redaksi