jpnn.com - SURABAYA – Pelemahan ekonomi ternyata tak berpengaruh negatif terhadap industri kerajinan tanah air.
Meski ekonomi melemah, industri kerajinan Indonesia tetap stabil. Hal itu tak lepas dari pertumbuhan pasar di dalam negeri dan ekspor.
BACA JUGA: Potensi Nilai Wakaf Tanah Mencapai Rp 300 Triliun
’’Kami rata-rata sudah memiliki pelanggan tetap di luar negeri. Jadi, permintaannya cenderung stabil,’’ ujar Sekjen Asosiasi Eksporter & Produsen Handicraft Indonesia (Asephi) Soegiarto di Surabaya kemarin (20/9).
Produk kerajinan Indonesia rata-rata mampu bertumbuh enam persen, kecuali tahun lalu.
BACA JUGA: 13 Brand APM Indonesia Ramaikan GIIAS Surabaya
Produk kerajinan yang sedang diminati pasar ekspor, antara lain, rambut palsu, bulu mata, ornamen dari kayu, bingkai kayu, barang anyaman, dan keranjang.
Negara-negara pasar produk kerajinan Indonesia adalah Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Belanda, Perancis, dan Italia.
BACA JUGA: Dorong Tender Ulang PLTU Jawa 5
Berdasar data Kementerian Perdagangan, ekspor kerajinan Indonesia pada 2015 mencapai USD 704,22 juta atau bertumbuh 1,42 persen daripada USD 694,34 juta pada 2014.
Lantas, hingga Agustus tahun ini, nilai ekspor produk kerajinan Indonesia telah mencapai USD 550 juta. ’’Kami optimistis ekspor kerajinan mampu naik lebih dari enam persen,’’ terangnya.
Meski demikian, Soegiarto mengakui bahwa para pengusaha kerajinan terkendala bahan baku, terutama kayu. Kayu jati, misalnya.
Para pengusaha harus mengimpor dari Thailand karena harganya lebih murah. Produk lokal yang masih bisa memenuhi permintaan industri kerajinan adalah kulit dan mutiara.
Wakil Ketua Asephi Jatim Yudi Untoro menuturkan, permintaan ke Tiongkok pada tahun ini menguat lagi.
Pasar di negara tersebut menyukai kerajinan buatan tangan seperti ukiran.
’’Di sana barang seperti itu dihargai cukup tinggi dan peminatnya banyak karena unik dan belum susah ditemukan di Tiongkok,’’ jelasnya.
Kendala utamanya, produsen sulit memenuhi permintaan pasar. Perajin terkendala keterbatasan dana, kapasitas produksi, dan tenaga ahli.
Untuk menurunkan biaya ekspor, para perajin biasanya melakukan ekspor secara kolektif.
Kendala lain, permodalan. Para perajin memiliki keterbatasan jaminan sehingga sulit menyerap kredit berbunga murah seperti kredit usaha rakyat (KUR).
Untuk mendorong pertumbuhan pasar, asosiasi rajin mendorong perajin mengikuti international handicraft trade fair seperti Inacraft.
Tahun ini transaksi di Inacraft mencapai Rp 129 miliar dan ditargetkan menjadi Rp 138 miliar pada tahun depan. (vir/c20/noe/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gandeng Intrajasa dan Kinerja Pay, PaySec Ekspansi ke Indonesia
Redaktur : Tim Redaksi