jpnn.com - SURABAYA – Pengelolaan wakaf selama ini dinilai belum menyentuh sektor produktif. Hal itu sangat disayangkan Bank Indonesia.
Padahal, bank sentral sudah mengampanyekan gerakan pemanfaatan wakaf untuk kesejahteraan masyarakat sejak tahun lalu.
BACA JUGA: 13 Brand APM Indonesia Ramaikan GIIAS Surabaya
Sayangnya, sampai saat ini belum semua pengelola wakaf mampu memanfaatkannya dengan maksimal.
Kepala Divisi Pengembangan Ekonomi Kantor Perwakilan BI Jatim Budi Widihartanto menyatakan, kebanyakan pengelola wakaf hanya melihat aset dari sisi sosial.
BACA JUGA: Dorong Tender Ulang PLTU Jawa 5
’’Memang ada pengelola wakaf, terutama lembaga besar, yang sudah menyalurkan wakaf sebagai pembiayaan. Tapi, banyak pengelola wakaf lain yang enggak paham soal kegiatan produktif,’’ ujarnya saat dihubungi kemarin (20/9).
Kendala lain dalam memberdayakan aset yang berasal dari wakaf adalah belum adanya standardisasi pengelola wakaf.
BACA JUGA: Gandeng Intrajasa dan Kinerja Pay, PaySec Ekspansi ke Indonesia
Budi menyebutkan, BI aktif menggagas ketentuan pengelola wakaf. ’’Kemungkinan saat ISEF (Indonesia Sharia Economic Featival) bulan depan akan diluncurkan dan dipublikasikan mengenai standardisasi pengelola wakaf ini,’’ tutur Budi.
ISEF merupakan event tahunan BI yang mengampanyekan ekonomi syariah. Jatim selalu menjadi tuan rumah perhelatan tersebut.
Sebab, Jatim menjadi pilot project pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Banyaknya pondok pesantren dan kyai besar yang lahir dari Jatim menjadi alasan penentuan pilot project tersebut.
Budi menambahkan, jika pengelola mempunyai kompetensi pengelolaan aset, wakaf bisa membantu pengentasan kemiskinan.
Yang dimaksud kompetensi itu adalah pengelolaan aset, baik berupa tanah, bangunan, maupun wakaf tunai.
Pengelola wakaf diharapkan bisa membantu mengelola wakaf tunai menjadi pembiayaan.
Terutama untuk usaha start-up yang pertumbuhannya kini didorong pemerintah.
Jika hal itu dapat dilakukan, perusahaan start-up Indonesia tidak perlu lagi bergantung pada modal ventura asing.
Sementara itu, aset wakaf berupa tanah maupun bangunan bisa digunakan untuk persewaan.
’’Misalnya, lahan kosong di sekitar masjid bisa disewakan untuk ritel atau gedung bisa disewakan untuk perhelatan acara-acara,’’ ungkapnya.
Dengan begitu, sektor produktif akan terdorong dan pengentasan kemiskinan bisa dilakukan melalui wakaf.
BI sendiri terus berkoordinasi dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI) dalam upaya kampanye pemanfaatan wakaf untuk sektor produktif.
Potensi nilai wakaf tanah saja secara nasional mencapai Rp 300 triliun. Sebanyak 70 persen tanaf wakaf digunakan untuk tempat ibadah. (rin/c15/sof/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ikut Atur Impor Garam, KKP Diingatkan Soal Tupoksi
Redaktur : Tim Redaksi