jpnn.com, BALIKPAPAN - Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kalimantan Timur Muhammadsjah Djafar mengatakan, daya beli minyak sawit masih menunjukkan pelemahan pada September 2018.
Hal itu terlihat dari data ekspor Indonesia yang justru mengalami penurunan tiga persen pada September.
BACA JUGA: 3 Strategi Gapki Tingkatkan Pendapatan dari Kelapa Sawit
“Saat harga sedang murah, kita punya banyak saingan yaitu negara-negara penghasil. Tidak hanya negara penghasil minyak sawit, tetapi minyak nabati lainnya seperti kedelai,” kata Djafar Minggu (11/11).
Dia menjelaskan, salah satu penghasil kedelai terbesar adalah Argentina.
BACA JUGA: Moratorium Sawit Tak Pengaruhi Produksi
Menurut Djafar, Argentina juga mengambil tindakan dengan mengurangi pajak ekspor kedelai untuk menarik pembeli.
Produksi minyak sawit yang meningkat di Indonesia dan Malaysia memperburuk situasi sehingga stok menumpuk di dalam negeri.
BACA JUGA: Ekspor Minyak Sawit Naik, Harga CPO Masih Rendah
“Sepanjang September 2018, volume ekspor minyak sawit hanya mampu mencapai 2,99 juta ton. Angka ini mengalami stagnasi dibandingkan bulan sebelumnya dengan kecenderungan menurun,” kata Djafar.
Kinerja ekspor minyak sawit dari Januari–September 2018 secara year on year (yoy) mengalami penurunan sebesar satu persen.
Saat ini India masih menjadi negara tertinggi yang membeli crude palm oil (CPO) Indonesia.
Menurut dia, pemerintah India merilis kebijakan tentang biofuel yaitu target pencampuran bensin 20 persen untuk etanol dan lima persen pencampuran diesel untuk biodiesel pada 2030.
“Kebijakan ini tentunya membuka peluang pasar lebih besar bagi kita untuk memenuhi pencampuran biodiesel berbasis sawit. Di Kaltim, India juga masih menjadi salah satu pasar favorit,” tutur Djafar. (ctr/ndu2/k18)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jepang dan Eropa Minati Produk Hilir Kelapa Sawit
Redaktur & Reporter : Ragil