Elektabilitas Jeblok, NasDem Tak Ikut Nikmati Efek Jokowi

Jumat, 20 Juli 2018 – 22:00 WIB
NasDem. Foto: dok jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Ujang Komarudin menilai partai-partai pendukung Joko Widodo tak seluruhnya memperoleh insentif elektoral di Pemilu 2019 meski sama-sama mengusung presiden yang beken disapa dengan panggilan Jokowi itu. Dalam pengamatan Ujang, Partai NasDem bukanlah parpol yang ikut menikmati insentif elektoral dari Jokowi effect.

Pendapat Ujang sebagai tanggapan atas hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tentang elektabilitas partai jelang Pemilu 2014. Di antara parpol pendukung Jokowi, NasDem dan Hanura tak mampu melewati parliamentary threshold 4 persen.

BACA JUGA: Terbuka Peluang Pilpres 2019 Hanya Diikuti Calon Tunggal

Sedangkan parpol lain pendukung Jokowi seperti PDI Perjuangan, Golkar, PKB dan PPP lolos parliamentary theshold. Bahkan, elektabilitas PDIP mencapai 24,1 persen karena dianggap identik dengan Jokowi.

“Jadi ruang Nasdem untuk mengidentifikasi diri dengan Jokowi menjadi sulit. Maka yang terjadi tidak ada linearitas antara kampanye Nasdem untuk Jokowi terhadap elektabilitas Nasdem," ujar Ujang kepada wartawan di Jakarta, Jumat (20/7).

BACA JUGA: Fahri Sebut Pak JK Dimanfaatkan Jokowi demi Redam Umat Islam

Pengajar di Universitas Al Azhar Indonesia itu mengatakan, PDIP memperoleh insentif elektoral dari Jokowi effect karena dianggap sama-sama memperjuangkan wong cilik. Sedangkan NasDem, kata Ujang, terkesan elitis.

“Jokowi sering blusukan mendekati wong cilik. Sedangkan Nasdem masih terlihat elitis dan tidak identik dengan Jokowi," tuturnya.

BACA JUGA: Mau Mengafirkan TGB karena Dukung Jokowi? Tolong Simak Ini!

Karena itu Ujang menilai slogan Jokowi Presidenku, Nasdem Partaiku yang dipajang di mana-mana tak berpengaruh banyak kepada partai pimpinan Surya Paloh itu. Dalam dugaan Ujang, elektabilitas yang jeblok membuat NasDem menggaet legislator dari partai lain dan para artis untuk diusung di Pemilu Legislatif (Pileg) 2019.

Ujang menambahkan, menggandeng artis sebagai vote getter kemungkinan akan menaikkan elektabilitas NasDem. ”Itu wajar, karena Nasdem harus lolos lagi ke Senayan," jelasnya.

Namun, Ujang juga mengkritik partai politik yang membajak kader partai lain untuk diusung sebagai caleg. Menurutnya, praktik itu membuktikan adanya kaderisasi yang tak berjalan baik.

"Itu semua karena proses kaderisasi di partai politik tidak berjalan dengan baik. Pesta demokrasi di Indonesia, seperti pilkada, pileg dan pilpres berbiaya mahal, maka yang dibutuhkan partai adalah figur yang populer dan banyak uang," tutupnya.

Sebelumnya LIPI menggelar survei pada 19 April-5 Mei 2018 terhadap 2.100 responden. Merujuk jajak pendapat itu, hanya ada enam partai yang lolos parliemantary threshold, yakni PDIP (24,1 persen), Golkar (10,2) persen, Gerindra (9,1 persen), PKB (6 persen), PPP (4,9 persen) dan Partai Demokrat (4,4 persen).

Sedangkan elektabilitas partai lain yang saat ini memiliki kursi di DPR justru jeblok. Yakni PKS (3,7 persen), PAN (2,3 persen), NasDem (2,1 persen) dan Hanura (1,2 persen).

Survei LIPU juga mengikutsertakan elektabilitas partai-partai non-parlemen yang akan mengikuti Pemilu 2019. Hasilnya, Perindo memiliki elektabilitas 2,6 persen, kemudian ada PBB (0,7 persen), Partai Garuda (0,2 persen), PSI (0,2 persen) dan Partai Berkarya (0,2 persen).(jpg/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Fahri: Pak Jokowi Bingung Pilih Cawapres, Jokowi-JK Lagi?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler