Elina dan Pelosi

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Sabtu, 29 Oktober 2022 – 19:08 WIB
Perempuan bercadar membawa senjata api di depan Istana Negara. Dok: akun Twitter @tukangrosok__

jpnn.com - Satu kejadian di Jakarta dan satu kejadian di Amerika, tetapi dua-duanya dihubungkan oleh benang biru yang sama.

Pekan ini muncul berita seorang perempuan bernama Siti Elina yang dikabarkan menerobos masuk ke Istana Negara dan menodongkan pistol ke arah Pasukan Pengamanan Presiden.

BACA JUGA: Densus 88 Bakal Periksa Kejiwaan Perempuan Bercadar yang Todongkan Senpi ke Paspampres

Di Amerika, Paul Pelosi, suami Ketua DPR Nancy Pelosi, diserang oleh seorang pria bersenjata palu yang menerobos ke rumahnya, Jumat (28/10).

Dua kejadian yang terpisah oleh jarak ribuan kilometer, tetapi dikaitkan dengan satu hal yang sama, yaitu ancaman ekstremisme.

BACA JUGA: Pelosi

Dilihat sepintas, kejadian di Jakarta lebih seram, karena perempuan itu membawa pistol FN dan menodong pasukan penjaga Istana.

Video yang beredar di media sosial tidak menunjukkan keseraman itu. Perempuan itu lebih terlihat seperti mak-mak yang linglung dan tersasar ke sebuah tempat yang tidak dia kenal.

BACA JUGA: Densus 88 Ambil Alih Kasus Perempuan Bercadar Todongkan Senjata ke Paspampres

Penangkapan perempuan itu juga jauh dari adegan penangkapan teroris yang biasanya diwarnai dengan ketegangan, saling todong senjata, dan diwarnai tembak-menembak.

Penangkapan perempuan itu lebih mirip penangkapan tilang pelanggar lalu lintas. Kebetulan yang menangkap perempuan itu seorang polisi lalu lintas yang sedang bertugas di depan Istana.

Pak polisi itu memakai rompi polantas, bukan rompi anti-peluru untuk menghadapi teroris.
Pak polisi rupanya sudah punya keterampilan multi-skill.

Setelah Kapolri melarang polisi melakukan tilang manual-- untuk menghindari pungli recehan di jalan—sekarang pak polantas ternyata bisa menangkap seseorang yang disebut sebagai teroris. Pak polisi mungkin pantas mendapatkan kenaikan pangkat atas jasanya.

Perempuan itu kemudian diserahkan ke Polda Metro Jaya. Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran mengatakan bahwa kasusnya sudah ditangani, dan warga Jakarta tidak perlu panik menghadapi kasus itu.

Fadil ingin menyampaikan pesan bahwa peristiwa ini hanya kasus kecil. Kepala Kantor Sekretariat Presiden Moeldoko juga bersikap tenang ketika media menanyakan mengenai peristiwa itu.

Dari interograsi yang dilakukan diumumkan bahwa perempuan itu ingin menemui Jokowi dan ingin mengatakan bahwa dasar negara Indonesia salah.

Ternyata, meskipun penampilannya mirip mak-mak yang mau belanja, ternyata Siti Elina punya kesadaran politik tinggi dan melakukan tindakan berani dengan menemui Presiden Jokowi, membawa senjata pistol lagi.

Masalah ini menjadi berkembang serius karena Densus 88 mengambil alih penyelidikannya. Ternyata perempuan ini tidak bergerak sendirian.

Biasanya, kalau ada orang yang melakukan aksi nekat sendirian seperti ini disebut sebagai ‘’lone wolf’’ srigala kesepian. Atau, kalau mau lebih seram lagi, kalau kasusnya melibatkan perempuan, disebut sebagai ‘’female lone wolf’’ atau srigala perempuan kesepian.

Dalam kasus tahun lalu di Mabes Polri, seorang perempuan menerobos penjagaan dan menembakkan pistol ke arah polisi yang sedang berjaga.

Dia langsung dilumpuhkan dan ditembak mati. Perempuan muda itu bernama Zakiah Aini, dan disebut sebagai simpatisan kelompok teroris tertentu dan bertindak sendirian sebagai lole wolf atau female lone wolf. Zakiah Aini sudah meninggal, jadi tidak bisa ditanyai lagi.

Kali ini Elina juga dikaitkan dengan kelompok teroris tertentu, seperti JAD (Jamaah Anshorut Daulah) yang pernah melakukan serangan terorisme di sejumlah daerah.

Densus 88 pasti jago dalam hal mengungkap jaringan terorisme seperti ini. Dari pengembangan Densus ternyata Elina bukan lone wolf, karena ada keterlibatan suaminya dalam kasus ini.
Dari pengembangan Densus, Elina dinyatakan sebagai tersangka, dan suaminya juga jadi tersangka.
Diketahui bahwa suaminya ialah anggota atau simpatisan NII (Negara Islam Indonesia), yang sudah dinyatakan sebagai gerakan terlarang.

Tidak sampai disitu, guru mengaji Elina juga dijadikan tersangka, karena dianggap bersalah memberi ajaran atau doktrin yang salah.

Menko Polhukam Mahfud Mahmudin alias Mahfud MD juga ikut berkomentar. Katanya kasus Elina menunjukkan bahwa ekstremisme masih ada di Indonesia, dan karena itu harus tetap diwaspadai.
Moeldoko mengatakan bahwa menjelang tahun politik tindakan kekerasan dan ekstremisme cenderung meningkat.

Sudah cukup lama tidak ada kasus ekstremisme yang menjadi perhatian publik. Selama ini perhatian utama terfokus pada adu jago menjelang Pilpres 2024.

Munculnya kasus Ferdy Sambo, lalu tragedi Kanjuruhan, dan disusul kemunculan Anies Baswedan sebagai calon presiden Partai Nasdem membuat guncang peta politik Indonesia.

Kemunculan kasus Elina sedikit bisa mengalihkan fokus perhatian dari kasus Sambo dan fenomena Anies Baswedan.

Ternyata, tengara Mahfud Mahmudin bahwa ekstremisme masih ada, bukan hanya fenomena nasional, tetapi internasional.
Hal yang sama terjadi di Amerika, dan bahkan ancaman kekerasannya jauh lebih serius dari kasus Elina.

Seorang pria membawa senjata palu dan menerobos rumah ketua DPR Amerika Nancy Pelosi di San Fransisco, dan menyerang Paul Pelosi, suami Bu Nancy.

Pria itu menyandera Paul Pelosi dan menyerangnya dengan palu. Pelosi mengalami luka di kepala dan tangan akibat berduel dengan penyerangnya.
Serangan itu jauh lebih serius dan mengancam nyawa ketimbang serangan Siti Elina.

Untungnya si penyerang hanya bersenjata palu. Kalau dia membawa pistol seperti Elina nyawa Paul Pelosi bisa melayang.

Pistol dan senjata api menjadi barang dagangan yang bisa dibeli dengan mudah di Amerika.
Amerika kontan gempar. Peristiwa ini terjadi hanya seminggu menjelang pemilu sela atau by election di Amerika.

Pada pemilu sela kali ini dua partai besar Demokrat dan Republik bersaing keras dan ketat. Biasanya memang seperti itu.

Akan tetapi, kali ini lebih keras dan ketat karena mantan presiden Donald Trump masih tetap aktif bergerak dan terus-menerus menyerang Presiden Joe Biden.

Trump sangat mungkin akan kembali maju di Pilpres Amerika 2024 mendatang untuk melakukan revans atas kekalahannya dari Biden.

Di Amerika pun sekarang musim tahun politik, dan karenanya kekerasan yang dialami oleh Paul Pelosi dianggap sebagai dampak dari tahun politik itu.

Pemerintah Amerika mengeluarkan surat edaran kepada seluruh aparat keamanan agar meningkatkan kewaspadaannya menjelang pemilu sela ini. Penyerangan terhadap Paul Pelosi dianggap sebagai alarm bahaya.

Paul Pelosi, 82 tahun, saat ini sedang memulihkan diri dari operasi. Ia menderita tulang tengkorak retak dan beberapa luka serius di lengan dan tangan kanan.

Tersangka, seorang pria yang berusia 42 tahun, yang dikenal sebagai kelompok kanan yang gencar melakukan kampanye anti-semit. Kelompok ini dikaitkan dengan faksi garis keras Partai Republik.

Kepala Polisi San Fransico mengatakan petugas merespons panggilan telepon pada pukul 02.27 waktu setempat pada Jumat dini hari.

Mereka menemukan Paul Pelosi dan penyerangnya yang bernama David DePape, bergelut memperebutkan sebuah palu.

Penyerang merebut palu itu dari Pelosi dan menggunakannya untuk memukul Pelosi.
Berbagai ancaman ini menjadi pertanda bahaya yang menghadang sebelum Partai Demokrat dan Republik bertarung dalam pemilihan umum paruh waktu, yang akan menentukan partai mana yang berkuasa di Kongres tahun depan, sebuah momen penting dalam sejarah AS.

Partai Republik memperingatkan bahwa ini adalah kesempatan terakhir untuk menjegal kepresidenan Joe Biden dari partai Demokrat.

Sementara Partai Demokrat mengatakan bahwa demokrasi AS menjadi pertaruhan, karena sejumlah kandidat anggota Partai Republik sebelumnya terang-terangan menolak hasil Pemilu Presiden 2020 yang membuat Donald Trump sebagai petahana kalah.

Retorika ini memuncak, setelah setahun terakhir kekerasan terus terjadi. Nancy dan Paul dikenal sebagai keluarga kaya-raya.

Nancy Pelosi berasal dari Partai Demokrat, satu partai dengan Joe Biden. Nancy Pelosi dikenal sebagai politisi yang berani dan nekat.

Beberapa waktu yang lalu dia nekat mengunjungi Taiwan dan membuat China sangat marah.
Terjadi ketegangan yang bisa berujung pada perang terbuka.

Nancy Pelosi cuek dan ternyata tidak perang sampai dia selesai dengan kunjungannya ke China.
Sementara sang suami, Paul Pelosi juga dikenal rada slebor.

Dia ditangkap dan diadili kemudian didenda karena menyetir mobil sambil mabuk alkohol.
Kekerasan menjelang pemilu di tahun politik adalah fenomena umum.

Hal ini bisa terjadi di Indonesia dan Amerika Serikat, maupun bagian dunia lainnya.
Jadi, harus tetap waspada, tapi tidak perlu lebay. Life goes on. Hidup berjalan terus. (**)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler