jpnn.com - JAKARTA - Pengamat kebijakan energi, Sofyano Zakaria, menilai kebijakan pemerintah menaikkan harga gas elpiji 12 kilogram membuat sejumlah pengguna non rumah tangga, terutama kelompok usaha menengah, memilih menggunakan gas elpiji subsidi, ukuran tabung 3 kilogram.
Misalnya usaha restoran-restoran, usaha laundry, usaha omprongan tembakau, atau kelompok usaha menengah lain. Mereka ini menurut kebijakan program konversi minyak tanah ke elpiji 3 kilogram, adalah pihak yang dilarang menggunakan elpiji bersubsidi.
BACA JUGA: Tarif Tol Mestinya Turun, Bukan Malah Dinaikkan
Kondisi ini terjadi karena peraturan pemerintah tentang elpiji 3 kilogram tidak tegas mengatur tentang pengguna dan penggunaannya, termasuk tidak ada sanksi terhadap pelanggarannya. Maka siapapun merasa berhak membeli elpiji 3kg.
"Ini yang harusnya diatur ulang oleh pemerintah. Karena abu-abunya Peraturan Menteri ESDM tentang elpiji bersubsidi yang dilahirkan di masa pemerintahan SBY, maka akhirnya penggunaan elpiji 3 kilo menjadi liar," ujarnya menjawab JPNN, Selasa (3/3).
BACA JUGA: Ke Depan, Bedakan mana Pencitraan, mana yang Serius Pro-Rakyat
Kondisi yang ada, kata Sofyano, juga menyebabkan harga jual elpiji 3 kg di masyarakat menjadi liar. Nyaris harga beli tak harus mengacu kepada HET (harga eceran tertinggi). Baik yang ditetapkan pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
"Kondisi ini sangat memprihatinkan sekali dan tampaknya Pemerintahan Jokowi pun nyaris 'membiarkan' hal itu terus berlangsung," katanya.
BACA JUGA: Wahh.. Perhutani Rambah Usaha Penggemukan Sapi
Jika terus dibiarkan, otomatis angka subsidi terhadap gas elpiji 3 kilogram juga akan merangkak naik, seiring naiknya harga gas 12 kilogram. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gappri: RPP RIPIN Abaikan Nasib Pelaku Industri Tembakau
Redaktur : Tim Redaksi