jpnn.com - JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan Emir Moeis hari ini (11/2) menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri. Mantan Ketua Komisi XI DPR itu diperiksa kurang lebih 4,5 jam sebagai saksi dugaan pelanggaran Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi terkait pertemuan antara Ketua KPK Abraham Samad dengan petinggi PDI Perjuangan.
Berkemeja warna biru lengan panjang, Emir keluar dari gedung Bareskrim sekitar pukul 15.15. Ia didamping pengacara dan sejumlah pengawal narapidana.
BACA JUGA: Jokowi Harus Utamakan Konstitusi ketimbang Opini
Kepada wartawan, politikus berbadan tambun itu mengaku tidak pernah bertemu dengan Abraham. Namun, Emir mengaku mengenal Hasto karena sama-sama menjadi pengurus di DPP PDI Perjuangan.
Soal bantuan hukum dari PDIP, Emir menganggapnya wajar karena memang kader di partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu. "Secara resmi PDIP akan bela kadernya, saya ucapkan terima kasih," kata dia.
BACA JUGA: Kenapa Jokowi Belum Berhentikan Pimpinan KPK Berstatus Tersangka?
Hanya saja, Emir menegaskan bahwa dirinya tidak pernah meminta keringanan hukuman baik lewat PDIP maupun Abraham. Terpidana kasus suap proyek PLTU Tarahan Lampung itu bahkan sama sekali tak pernah punya pikiran untuk meminta keringanan kepada pimpinan KPK. "Baik lewat kawan-kawan saya di PDIP apalagi ke KPK atau Abraham Samad," katanya.
Tapi bila membaca keterangan Hasto di media, Emir melihat Abraham justru yang berinisiatif menawarkan bantuan. Namun, Emir merasa dirinya tak mendapat keringanan karena tetap dinyatakan bersalah.
BACA JUGA: Pilkada Langsung Belum Bisa Gunakan E-Voting
Emir mengaku dijadikan tersangka kasus suap PLTU Tarahan tanpa pernah dipanggil sebelumnya. Saksi-saksi baru diperiksa setelah dirinya dijadikan tersangka. "Nah dari 33 saksi itu cuma hanya satu orang yang memberatkan saya," katanya.
Dia pun merasa tidak mendapat keadilan karena saksi yang memberatkannya itu juga tidak dihadirkan di pengadilan. Emir bahkan merasa dizalimi meski Abraham mengaku ke Hasto telah memberikan bantuan.
"Kenyataannya saya dijatuhi hukuman tiga tahun. Itu menunjukkan saya dibantai dan dizalimi," ungkapnya. "Jadi kalau Pak Samad mengatakan hal itu pada Hasto, itu adalah suatu lips service, bargaining politic dan kebohongan.”
Karenanya Emir mengaku tak habis pikir dan merasa dikorbankan dalam dalam masalah itu. "Sempat juga bertanya di dalam hati, apakah karena saya petinggi PDIP maka saya ditargetkan seperti ini?" kata Emir.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tunggu Pernyataan Presiden, Fadli Zon Ogah Sikapi Inisiatif Kompolnas
Redaktur : Tim Redaksi