Emiten Media Panen Iklan Barang Konsumsi dan Politik

Selasa, 09 September 2014 – 03:30 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Perusahaan tercatat (emiten) di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari industri media dijagokan mencetak kinerja positif pada tahun ini. Sampai dengan semester pertama rata-rata perusahaan media pemilik stasiun televisi mencatatkan kenaikan pendapatan dan laba bersih ditopang belanja iklan barang konsumsi dan politik.

Dari sisi kinerja, saham media milik grup Bakrie mencatatkan pertumbuhan paling tinggi. PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) yang merupakan induk media grup ini bersama PT Intermedia Capital Tbk (MDIA) sebagai pemilik stasiun tv ANTV diuntungkan dengan kondisi sebagai pemilik hak siar Piala Dunia 2014.

BACA JUGA: Garuda Pangkas Kursi First Class

Sepanjang enam bulan pertama tahun ini VIVA meraih pendapatan sebesar Rp 1,05 triliun atau naik 46,6 persen dari Rp 721,74 miliar pada periode sama tahun lalu. Laba bersihnya senlai Rp 74,12 miliar atau melesat 133,8 persen dari Rp 31,70 miliar.

Begitu juga MDIA yang meraih pendapatan Rp 576,27 miliar atau naik 52,5 persen dibandingkan Rp 377,88 miliar pada semester pertama 2013. Laba bersihnya meroket 692 persen dari Rp 20,84 miliar menjadi Rp 165,19 miliar.

BACA JUGA: BSM Perkuat Bisnis Gadai dan Cicil Emas


Sementara kinerja PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) sebagai pemilik stasiun SCTV dan Indosiar stabil dengan pendapatan sebesar Rp 2,14 triliun pada semester pertama 2014 atau naik 19 persen dibandingkan Rp 1,80 triliun pada periode sama tahun lalu. Laba bersihnya tumbuh 29 persen menjadi Rp 815,67 miliar dari sebelumnya Rp 632,17 miliar.


Sebaliknya pertumbuhan kinerja perusahaan media milik grup MNC relatif rendah. PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) yang menaungi seluruh media baik elektronik maupun cetak milik Hary Tanoesoedibjo ini meraih pendapatan Rp 3,37 triliun atau naik 7,6 persen dari Rp 3,13 triliun. Laba bersihnya tercatat Rp 972,98 miliar naik 2,1 persen dari Rp 952,68 miliar pada semester pertama 2013.
 
Namun, dari sisi kinerja harga saham, SCMA paling moncer dengan mencatatkan kenaikan harga sebesar 51,2 persen secara year to date atau sejak awal tahun sampai dengan penutupan perdagangan kemarin. Saham SCMA pada penutupan perdagangan kemarin ada di level 3.970 dibandingkan 2.625 pada awal tahun ini.

BACA JUGA: Kurangi Utang, Garuda Evaluasi Ketinggian Saat Terbang

Saham MDIA sejak dicatatkan pada 11 April 2014 di level 1.520 mengalami kenaikan 19,4 persen menjadi 1.815 per saham sampai dengan penutupan perdagangan kemarin. Sementara saham MNCN mencatatkan kenaikan 2,8 persen menjadi 2.700 per saham pada penutupan perdagangan kemarin dibandingkan 2.625 pada pembukaan awal tahun ini.


Sebaliknya saham VIVA justru mengalami penurunan harga sebesar 29 persen sampai dengan kemarin menjadi 379 per saham dibandingkan 540 per saham pada awal tahun ini.


Tim Riset PT Mandiri Sekuritas, Rizky Hidayat, mengatakan permintaan iklan yang lebih besar dari barang konsumsi sehari-hari (fast moving consumer goods/FMCG) dan partai politik diprediksi akan mendongrak pertumbuhan belanja iklan (ADEX) 2014 menjadi 20 persen secara tahunan (Year on Year). "Karena itu kami menilai sektor media Indonesia akan menguntungkan di tengah potensi pertumbuhan dengan risko penurunan margin secara terbatas," ungkapnya dalam risetnya, kemarin.

Prediksi pertumbuhan TV ADEX sebesar 20 persen pada tahun ini diyakini terjadi karena faktor pemilihan umum (Pemilu) dan Piala Dunia 2014 yang berlangsung pertengahan tahun ini.

"Karena pemilu akan mengangkat belanja iklan 2014. Iklan politik diprediksi berporsi 11 persen dari total iklan TV tahun ini. Kami menilai bahwa porsi iklan barang konsumsi akan menjadi katalis utama, didukung oleh Piala Dunia ketika perusahaan seperti PT Mayora Indah Tbk (MYOR) PT Gudang Garam Tbk (GGRM) akan meningkatkan anggaran iklan dan promosi (A&P)nya," ujarnya yakin.

Risky mengatakan, pihaknya secara umum juga menilai perusahaan barang konsumsi akan meningkatkan anggaran A&P-nya secara rata-rata 30 persen tahun ini dibandingkan tahun-tahun tanpa pemilu dan Piala Dunia sebesar 15 persen (year on year). Tarif iklan prime time termahal di Indonesia saat ini adalah USD 6.000 per slot di RCTI milik MNCN. Nilai itu, menurutnya, masih lebih murah 40 persen dibandingkan negara tetangga seperti Thailand dan Filipina.

"Kami menilai bahwa suplai dari channel free-to-air (FTA) lokal dan kompetisi yang ketat untuk mendapatkan pangsa pasar penonton akan menguntungkan perusahaan yang memiliki daya tawar yang tinggi untuk meningkatkan tarif iklan," paparnya.

Namun, SCMA merupakan pemimpin dalam hal pangsa pasar penonton. Saat ini, iklan TV memberi kontribusi sebesar 70 persen dari total iklan media.

Selain dari sejumlah keunggulan itu, emiten sektor media masih memiliki beberapa risiko di antaranya anggaran iklan dan promosi dari korporasi yang lebih rendah secara umum dan melemahnya nilai tukar rupiah. Selain itu juga ada intervensi pemerintah melalui aturan iklan dan kenaikan dari beban konten.(gen)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Berbagai Negara Pamerkan Teknologi di Industrial Roadshow Cikarang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler