Empat Bulan, 74 Tewas Dihakimi Massa

Minggu, 22 Mei 2016 – 08:14 WIB
Aksi demonstrasi antirpemerintah di Venezuela. Foto: AFP

jpnn.com - RASA lapar ditambah perekonomian yang terjun bebas membuat warga Venezuela menjadi pribadi yang bengis. Hanya gara-gara dituduh mencopet uang 50 bolivars (Rp 68 ribu), Roberto Bernal, 42, harus kehilangan nyawa dengan cara yang sadis. Massa memukulinya, menuangkan minyak ke tubuhnya, lantas membakarnya hidup-hidup. 

Padahal, mereka tidak tahu dengan pasti yang telah Bernal lakukan. Mereka hanya melihat Bernal lari dan wajahnya mirip kriminal. Alasan itu sudah cukup bagi massa untuk menganiayanya. 

BACA JUGA: Kebijakan Prorakyat Chavez Ikut Berperan Runtuhkan Ekonomi Venezuela

’’Kami ingin memberi pria ini pelajaran. Kami sudah lelah dirampok setiap kali berada di jalan dan polisi tidak pernah melakukan apa-apa,’’ ujar Eduardo Mijares, 29, salah seorang massa yang melakukan pengeroyokan. 

Bernal tidak tewas di tempat kejadian. Dia sempat dibawa ke rumah sakit. Namun, dua hari kemudian, nyawaya tidak tertolong. Kepada istrinya, Argelia Gamboa, bapak tiga anak tersebut mengaku tidak bersalah.

BACA JUGA: Venezuela: Dulu Kaya, Sekarang Papa

Saat itu dia tengah menuju tempat kerja barunya dan berhenti sebentar. Sesaat kemudian, ada pria tua berusia 70-an tahun yang menyelipkan uang ke kantongnya. Pria tua tersebut lantas meneriakinya pencuri. Karena panik Bernal lari, korban perampokan pun akhirnya berpikir bahwa dia benar pelakunya. 

Cerita Bernal kepada istrinya tersebut mungkin benar. Namun, sayangnya, massa tidak memberinya kesempatan untuk membuktikan hal itu. Pembunuhan terhadap Bernal tersebut menjadi viral karena ada yang merekam dan menyebarkan video itu. 

BACA JUGA: Pengamat: EgyptAir Jatuh Bukan karena Teroris, tapi..

Kasus main hakim sendiri seperti kepada Bernal tersebut terus meningkat. Sepanjang tahun lalu, hanya ada dua kasus main hakim sendiri yang masuk meja hijau. Namun, sejak Januari hingga awal Mei, sudah ada 74 kasus. 

Situasi ekonomi yang karut-marut telah menimbulkan gelombang kejahatan di tengah-tengah masyarakat. Polisi sebagai penegak keamanan tidak mampu berbuat banyak karena kurang tenaga. Stempel sebagai negara terkaya dan teraman di Amerika Latin kini tidak bisa lagi dipakai oleh Venezuela. 

’’Kehidupan di sini telah menjadi sebuah kesengsaraan. Kamu selalu tertekan dan ketakutan ketika berjalan-jalan,’’ ujar Direktur Violence Observatory di Venezuela Roberto Briceno-Leon. 

Menurut dia, main hakim sendiri menjadi cara untuk melepaskan beban. Sebab, penduduk tidak bisa melakukan apa pun terkait dengan pemadaman maupun inflasi. ’’Massa merasa mereka membuat perubahan (dengan main hakim sendiri),’’ ucapnya. 

Di kota tempat Bernal tinggal, kondisnya cukup mengenaskan. Air tidak mengalir berbulan-bulan dan listrik sering padam. Penduduk sekitar akan beringas, bahkan berbuat nekat. Jika ada truk makanan yang lewat, mereka mencegat dan merampok isinya agar tetap bisa hidup. 

Berdasar survei oleh Encovi, saat ini 87 persen penduduk Venezuela sudah tidak mampu membeli makanan. Kini makanan merupakan barang mewah. Selain itu, sekitar 8 ribu perusahaan kecil maupun besar gulung tikar.

Sepanjang Januari hingga April tahun ini, ada 2.138 pendemo yang turun ke jalan. Pengamat konflik sosial Venezuela menyebutkan bahwa itu setara 18 kasus per hari. Selain itu, ada lebih dari 170 kasus penjarahan. Menilik situasi saat ini, kasus pembunuhan bakal terus naik.

’’Berada di jalanan menjadi berbahaya. Banyak di antara kami yang tetap di dalam rumah saat malam datang. Kami menerapkan jam malam untuk diri kami sendiri,’’ tutur Jose Medina, 51. (AP/Quartz/Panam Post/sha/c20/any/dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wali Kota Muslim London Disebut Seperti Teroris


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler