jpnn.com, JAKARTA - Komite I, II, III dan IV DPD menolak semangat menarik kewenangan daerah ke pusat di dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja. DPD menganggap RUU Cipta Kerja setback kepada era sentralistik.
Hal ini terungkap dalam pendapat Komite I, II, III dan IV DPD yang disampaikan langsung kepada Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dalam rapat gabungan di rumah dinas Ketua DPD La Nyalla Mahmud Mattalitti, Jakarta Selatan, Sabtu (25/7).
BACA JUGA: Mahfud MD: Omnibus Law Ciptaker Bisa Membasmi Budaya Suap di Birokrasi
Rapat dipimpin La Nyalla, dihadiri Wakil Ketua DPD Sultan Baktiar Najamudin, Wakil Ketua Komite I Fachrul Razi, Ketua Komite II Yorrys Raweyai, Wakil Ketua Komite II Hasan Basri, Ketua Komite III Bambang Sutrisno, Ketua Komite IV Elviana, Wakil Ketua PPUU Asyera Respati Wulanero dan Eni Sumarni.
Dalam pengantarnya, La Nyalla menyinggung bahwa DPD memandang ada frasa dalam RUU Ciptaker yang bertentangan dengan Pasal 18 Ayat 1, 2 dan 5 UUD NRI 1945.
BACA JUGA: Aksi Tolak Omnibus Law Memanas, Massa Lempar Botol Plastik ke Arah Anggota Kepolisian
Menurutnya, semangat sentralisasi perizinan dan kewenangan pemerintah pusat bisa berpotensi merugikan daerah.
“Ini bisa juga menghilangkan semangat otonomi daerah yang telah kita rintis sejak awal era reformasi,” katanya dalam siaran pers.
BACA JUGA: Kami Menyingkirkan Ketakutan terhadap COVID-19, Karena Omnibus Law Lebih Menyeramkan
La Nyalla menambahkan para pimpinan alat kelengkapan DPD juga memandang hilangnya kepastian hukum terkait sanksi pidana dan administratif sebagai pengganti sanksi pidana. Menurut dia, ini akan membuat delegasi pengaturan ke peraturan pelaksana di bawah UU sangat gemuk.
Ditambah lagi, kewenangan presiden mencabut perda di Pasal 166 RUU tersebut rawan melanggar putusan Mahkamah Konstitusi yang sudah ada.
Menanggapi hal itu, Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah memang ingin mempercepat pembahasan RUU Cipta Kerja.
Mengingat RUU ini adalah reformasi paling positif di Indonesia dalam 40 tahun terakhir, khususnya di bidang investasi dan perdagangan.
“Apalagi dalam resesi global, RUU ini memberikan sinyal kepada dunia bahwa Indonesia kondusif dan terbuka untuk bisnis. Ini penting di tengah sumber daya fiskal kita yang terbatas,” paparnya.
Airlangga mengakui pemerintah kurang dalam melakukan sosialisasi RUU tersebut sehingga menimbulkan beragam respons dari berbagai kalangan.
Namun, pihaknya tetap mendengar dan berusaha mengakomodasi semua masukan dari parlemen, baik dari DPR maupun DPD.
“Saya terima semua kesimpulan pendapat bapak ibu pimpinan Komite I hingga IV siang ini. Tentu pemerintah memperhatikan dan mengakomodasi,” kata ketua umum Partai Golkar itu. (boy/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Boy