Erna, Penghasilan sebagai Driver Taksi untuk Beli Obat

Minggu, 12 Februari 2017 – 00:06 WIB
TUNTUTAN HIDUP: Sudah beragam pekerjaan digeluti Erna Achmad. Teranyar, dia menjadi driver taksi online. Foto: ANGGI PRADITHA/KALTIM POST/JPNN.com

jpnn.com - jpnn.com - Erna Achmad divonis sebagai penderita gagal ginjal delapan tahun silam. Dia berusaha survive dengan beragam pekerjaan. Kini dia menjadi pengemudi taksi online.

Belakangan, pundi penghasilan mulai menurun ketika taksi online menuai perdebatan dan penentangan. Padahal, cuci darah yang ia jalani harus terus dilakukan.

BACA JUGA: Di Dalam Penjara Masih Dipanggil Pak Wali Kota

DINA ANGELINA, Balikpapan

BIAYA pengobatan yang tak sedikit membuat Erna harus banting tulang mencari dana. Sebagai perempuan berstatus single, dia wajib mampu mendanai kebutuhannya secara mandiri.

BACA JUGA: Nasibmu PDS HB Jassin..Dana Disetop, Buku pun Berjamur

Mulai bekerja sebagai tenaga administrasi, freelance di salah satu perusahaan asuransi, hingga terakhir sebagai pengemudi taksi online.

Tak ada rasa gengsi dan malu meski harus menjadi sopir perempuan. Baginya, selama itu halal dan mampu menutupi kebutuhan biaya pengobatan, berperan sebagai pengemudi pun tak masalah.

BACA JUGA: Bisnis Bareng Pacar, Omzet Minimal Rp 50 Juta per Bulan

Kaltim Post (Jawa Pos Group) bertemu Erna di sebuah pusat perbelanjaan di Balikpapan Kamis (9/2). Lokasi ini kerap menjadi tempat berkumpulnya para pengemudi taksi online.

Perempuan 35 tahun itu datang mengendarai city car berwarna putih. Sesuai janji, pertemuan mengalir sore itu.

Profesi sebagai pengemudi taksi online sudah dijalani sejak Agustus 2016.

Ia mengaku, sesungguhnya tidak begitu mengenal profesi tersebut sampai seorang temannya bercerita. Dengan keberanian, Erna terjun mencoba pengalaman baru.

“Waktu itu belum terlalu ramai penumpangnya. Masih sepi dan baru, sehari dapat tiga penumpang saja rasanya sudah senang. Pengemudi perempuan pun masih sedikit yang bergabung,” ucapnya.

Awalnya, profesi pengemudi ini dianggap hanya sebagai kerja sampingan. Sebab, Erna masih resmi menjadi pegawai di sebuah perusahaan sebagai tenaga administrasi.

Setiap kali ada waktu luang, baru dirinya turun dan memegang kendali mobil. Walau begitu, tetap saja penghasilan tak menentu. Penumpang tidak selalu banyak, jika sehari dapat Rp 150 ribu saja dia sudah bersyukur.

“Kini, full time sebagai driver. Saya merasa pekerjaan ini lebih santai dan diri sendiri yang menentukan target. Lahir batin merasa aman. Alhamdulillah, pendapatan lumayan, tapi pekerjaan tidak begitu mendapatkan tekanan,” kata anak ketiga dari lima bersaudara itu.

Erna menyebutkan, ramainya pengguna taksi online baru terjadi September lalu.

Biasanya, perempuan berhijab ini sudah stand by menerima penumpang sedari pukul 06.00 Wita, setelah salat Subuh. Dari anak sekolah sampai pegawai kantoran menjadi pelanggannya.

Berbeda lagi jika weekend, kebanyakan permintaan menuju mal. Meski begitu, penghasilan tidak tentu karena bergantung jarak tempuh dan banyaknya penumpang. Namun, pendapatan rata-rata berkisar Rp 200 ribu per hari.

Lalu, seperti apa sesungguhnya kondisi perempuan asal Kota Tepian ini? Erna mengaku, semangatnya menjadi pengemudi memang sebagian besar untuk memenuhi biaya pengobatan cuci darah.

Sudah sekitar lima tahun terakhir, ia harus berjuang menjalani cuci darah dan melawan penyakitnya, gagal ginjal.

Meski biaya cuci darah terbantu dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, tetap saja ada biaya obat-obatan yang tidak menjadi tanggungan.

Obat ini tidak murah, satu bulan membutuhkan jutaan rupiah uang tunai untuk menebus obat tersebut.

Perempuan yang telah bermukim di Kota Beriman sekitar 17 tahun ini menjelaskan, biaya yang dikeluarkan dari suntik hormon dan obat oral.

Dalam sebulan, ia membutuhkan suntik hormon eritropoietin (hormon glikoprotein yang mengontrol proseseritropoiesis atau produksi sel darah merah) sebanyak sembilan kali dalam sebulan, sesuai dengan rutinitas cuci darahnya. Menurutnya, suntik tersebut untuk mempertahankan hemoglobin tubuhnya.

Bayangkan jika satu kali suntik bisa menghabiskan Rp 178 ribu, maka setidaknya, perlu Rp 1,6 juta hanya untuk suntik hormon.

Belum lagi, biaya untuk konsumsi obat oral. Termasuk obat yang dikonsumsi setiap kali buang air besar dan buang air kecil. Ada juga obat hipertensi hingga kalsium tulang.

“Kalkulasi untuk obat satu bulan minimal butuh biaya Rp 2,5 juta. Penghasilan yang nyata dari Go-Car ini membantu saya beli obat dan sebagainya,” ujar perempuan kelahiran 26 Agustus 1981 itu.

Akibat dari gagal ginjal itu, Erna harus kehilangan rumah yang terjual dan tabungan habis untuk membiayai pengobatan.

Semua dana untuk pengobatan sebagian besar memang terpenuhi dari dana pribadinya.

“Sekarang hanya tersisa mobil yang bahkan dulu sempat pernah mau saya jual. Alhamdulillah, justru sekarang bisa cari duit dari mobil itu dan saya tinggal di indekos,” katanya dengan tegar.

Namun, sejak kejadian penghentian layanan taksi online oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Balikpapan, perempuan yang menggantungkan kehidupannya sebagai pengemudi turut merasakan dampaknya.

Ia bercerita, sudah beberapa minggu terakhir ini penumpang terasa sepi akibat momen tersebut.

“Memang berpengaruh pada berkurangnya pendapatan, tetapi Alhamdulillah masih ada penumpang. Kalau biasa per hari bisa dapat 15 penumpang, sekarang hanya dapat delapan penumpang rasanya sudah bersyukur,” kata perempuan yang tinggal di daerah Sumber Rejo itu.

Penghasilan lebih mungkin dia dapatkan dari pelanggan pribadinya, terutama kaum ibu yang lebih senang dan merasa aman menggunakan jasa pengemudi perempuan.

Tapi, tetap saja tidak setiap hari mereka membutuhkan jasanya. Walau dalam kondisi yang sedang kurang, Erna mengaku tidak akan menyerah dan bersedih hati. Ia menganggap ini menjadi salah satu tantangan bagi driver agar lebih bersabar.

“Soal penghasilan, saya tidak pernah takut kekurangan karena Allah maha mencukupi rezeki. Apa yang kita jalani ini takdir dan Allah maha adil. Toh sebelum menjadi driver, saya sudah harus biayai hidup saya. Pasti ada cara rezeki dari pintu lain, setiap orang sudah diatur rezekinya,” ungkapnya.

Ia bercerita, kebanyakan pengemudi taksi online sendiri merupakan korban dari pemutusan hubungan kerja (PHK) perusahaan.

Dia mengatakan, andai karena situasi menyebabkan layanan taksi online tersebut harus tutup, dia tidak akan putus semangat mencari rezeki.

“Hidup itu pasti ada liku-likunya, kalau saya menyerah tidak mungkin saya bisa hidup sampai sekarang. Saya yakin Allah bersama saya,” terangnya, tersenyum. (far/k11)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tentang Andi Mallarangeng di Penjara, Dua Jarinya Patah


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler