jpnn.com - jpnn.com -Perpustakaan sastra yang katanya terlengkap se-Indonesia itu dalam kondisi memprihatinkan. Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) H.B. Jassin, di kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, mungkin bisa dibilang tak istimewa lagi, mulai pudar.
Tri Mujoko Bayuaji-Masria Pane, Jawa Pos
BACA JUGA: Bisnis Bareng Pacar, Omzet Minimal Rp 50 Juta per Bulan
Suasana sejuk memang masi terasa saat masuk di ruang tamu, yang sekaligus ruang baca PDS H.B Jassin. Masih bersih. Jawa Pos adalah pengunjung pertama yang mengisi buku tamu hari itu (Senin, 6/2).
Namun, begitu berada di ruang koleksi, kondisinya sangat berbeda. Tidak sejuk lagi. Bahkan cenderung gerah. Maklum, di ruangan paling vital tersebut, tidak ada lagi embusan angin AC. Ribuan koleksi buku lama, kliping koran, resensi biografi, maupun catatan tangan penulis masih tersimpan rapi sesuai abjad. Sayang, ada sejumlah buku yang mulai berjamur dan berdebu.
BACA JUGA: Tentang Andi Mallarangeng di Penjara, Dua Jarinya Patah
”AC mati sudah sejak tahun lalu. Kami sudah panggil tukang servis, tapi dia bilang sudah tidak ada komponennya, sudah kuno,” kata Agung Trianggono, penanggung jawab pengolahan data PDS H.B. Jassin, saat ditemui Jawa Pos hari itu.
Agung yang telah mengabdi di PDS H.B. Jassin sejak 1992 menjelaskan, AC yang digunakan di PDS H.B. Jassin adalah AC sentral. Setiap ruangan memiliki mesin kompresor sendiri. Masalahnya, kompresor untuk AC ruang koleksi sekarang mati.
BACA JUGA: Sugianto Sabran, Air Cucian Kaki Ibu Dipakai Mandi
Akibatnya, jika ramai, pengunjung pasti kepanasan. ”Kalau pas ada kunjungan rombongan, kasihan. Ruangan menjadi gerah dan bau,” ungkap pria 50 tahun itu.
Koleksi PDS H.B. Jassin sangat lengkap dan banyak. Total mendekati angka 200 ribu judul. Data terakhir meliputi 21.300 judul buku fiksi, 17.700 nonfiksi, 475 judul buku referensi, 875 judul naskah/buku drama, 870 judul buku biografi, 130.534 judul kliping, 690 judul foto pengarang, 789 judul skripsi dan disertasi, 742 judul rekaman suara, serta 25 judul video kaset rekaman. PDS juga memiliki naskah asli tulisan tangan sastrawan lama seperti Chairil Anwar dan Amir Hamzah.
Menurut Agung, masalah AC hanyalah salah satu bagian dari kompleksitas problem yang dihadapi perpustakaan yang diresmikan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 30 Mei 1977 itu.
Sejak Agustus 2016, PDS H.B. Jassin tidak mendapat dana hibah dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI. Penyebabnya, status PDS H.B. Jassin kini berbentuk yayasan. Dan, berdasarkan keputusan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), pemprov tidak lagi memberikan dana hibah untuk yayasan mana pun. ”Padahal, selama ini andalan kami ya dana dari pemprov itu,” kata Agung.
Sebelum era Ahok, PDS H.B. Jassin mendapatkan dana hibah yang cukup besar dari pemprov. Misalnya, di era Joko Widodo (Jokowi) masih menjadi gubernur, dana yang diberikan untuk PDS H.B. Jassin Rp 2 miliar setiap tahun. ”Tapi, begitu Pak Jokowi naik menjadi presiden, anggarannya dikurangi. Bahkan, mulai tahun lalu, dana itu disetop,” bebernya.
Selama ini, terang Agung, sebagian besar dana hibah dari Pemprov DKI tersebut habis untuk kebutuhan dokumentasi dan operasional kantor. Sebagai yayasan nirlaba, PDS H.B. Jassin secara periodik melakukan dokumentasi atas karya sastra baru dan mengkliping karya sastra yang dimuat di berbagai media massa.
Untuk gaji karyawan, Yayasan PDS H.B. Jassin masih sulit memberikan nominal yang memadai. Malah, sampai saat ini gaji karyawan PDS masih di bawah upah minimum regional (UMR) DKI Jakarta. Agung mencontohkan dirinya yang sudah 25 tahun masa pengabdiannya. Hingga kini gajinya tak lebih dari Rp 2 juta per bulan. ”Di sini ada 12 karyawan, ditambah dua OB (office boy). Tapi, gaji OB malah sudah UMR, sedangkan kami belum,” ungkapnya.
Setelah tidak menerima dana dari Pemprov DKI, kelangsungan hidup PDS H.B. Jassin ibarat mati segan hidup pun tak mau. Pada September sampai Desember tahun lalu, PDS memang masih bisa hidup dari bantuan pribadi Gubernur Ahok.
Namun, sejak Januari 2017, donasi dari Ahok tidak ada lagi. Praktis, PDS hanya mengandalkan sisa dana kas yayasan. Mereka mulai kesulitan dana operasional. ”Gaji rutin kami masih dapat, tapi entah pada akhir bulan nanti,” kata Agung sambil menerawang.
Menurut Agung, sejatinya pihak yayasan sudah melakukan komunikasi dengan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) Provinsi DKI Jakarta. Pihak BPAD siap mengambil alih PDS H.B. Jassin menjadi PAD. Namun, masih ada kekhawatiran dari yayasan terkait identitas H.B. Jassin nanti.
”Kalau diambil alih, apakah hanya dokumen-dokumennya atau PDS H.B. Jassin dihilangkan? Sebab, kalau PDS dicampur PAD, bisa jadi namanya hilang,” kata Agung.
Bukan hanya itu, status kelanjutan kerja karyawan PDS H.B. Jassin juga menjadi tanda tanya. Agung sendiri pesimistis statusnya bisa naik menjadi PNS (pegawai negeri sipil). Sebab, usianya sudah mendekati setengah abad. ”Saya kan juga ingin merasakan gaji sebagai PNS, tapi kayaknya...,” kata Agung tak kuasa melanjutkan.
Dengan APBD 2017 sebesar Rp 70,191 triliun, Pemprov DKI sebenarnya bisa menganggarkan dana hibah untuk membantu Yayasan PDS H.B. Jassin seperti dulu. Namun, kebijakan Gubernur Ahok menafikan dana hibah itu lagi. Sebab, kalau Yayasan PDS H.B. Jassin mendapat dana hibah, sangat mungkin yayasan-yayasan swasta lainnya menuntut hal yang sama kepada pemprov.
Masalahnya, PDS H.B. Jassin adalah harta karun intelektual yang tak terkira besarnya. Tidak hanya bagi masyarakat Jakarta, tapi juga bangsa ini. Bahkan bagi masyarakat asing yang membutuhkan literatur sastra di situ.
”Terus terang, setiap hari kami harus mengeluarkan biaya untuk operasi PDS. Misalnya membantu mahasiswa yang ingin memfotokopi bahan yang dibutuhkan untuk membuat skripsi. Atau untuk beli ini dan itu,” papar Agung.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengembangan Perpustakaan dan Pembudayaan Kegemaran Membaca BPAD DKI Hari Wibowo mengatakan, pihaknya sebenarnya sudah mengirim draf nota kesepahaman untuk pengambilalihan PDS H.B. Jassin pada September 2016, tapi hingga kini belum mendapat respons yayasan. Atas ketidakjelasan respons dari Yayasan PDS H.B. Jassin itu, pemprov memutuskan untuk menghentikan dana hibah sejak Januari 2017. ”Itu konsekuensinya,” ucap dia.
Hari menyesalkan harus menghentikan dana hibah tersebut ke PDS H.B. Jassin. Sebagai bahan pertanggungjawaban, pihaknya sudah mengirimkan laporan (soal PDS H.B. Jassin) itu kepada Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Sumarsono awal Januari lalu.
Sumarsono juga tidak berkeberatan atas pemutusan dana hibah tersebut. Buktinya, dia tidak memberikan dana lagi untuk biaya operasional Yayasan PDS H.B. Jassin. ”Apa boleh buat. Itu harus kami tempuh,” tutur Hari. (*/c9/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Di Kapal yang Dibom Itu Masih Ada Mobil Jeep dan Truk
Redaktur & Reporter : Adek