ESDM Pilih Larang Mobil Pribadi

Jumat, 15 Juli 2011 – 06:39 WIB

JAKARTA - Persiapan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi terus bergulirDari beberapa opsi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) lebih memilih sistem yang paling gampang, yakni melarang mobil pribadi membeli BBM bersubsidi

BACA JUGA: Plt Gubernur Sumut Didesak Cepat Bergerak



Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H
Legowo mengatakan, saat ini pembahasan terkait rencana pembatasan konsumsi BBM bersubsidi di internal pemerintah masih berlangsung alot

BACA JUGA: Tarif KA Lebaran Naik 20 Persen

"Kalau bisa tahun ini (mulai pembatasan), setidaknya setelah lebaran lah," ujarnya di Jakarta kemarin (14/7)


Pembahasan yang masih alot terjadi pada pemilihan opsi mana yang akan diambil oleh pemerintah dalam penerapan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi

BACA JUGA: Devisa RI Tembus USD 120 Miliar

Meski masih alot, Evita mengatakan, saat ini Kementerian ESDM lebih cenderung untuk mengambil opsi melarang mobil pribadi mengonsumsi BBM bersubsidi

"Kelihatannya, hampir semuanya yang memiliki mobil pribadi itu sudah cukup mampu (membeli BBM nonsubsidi)Kalau subsidi itu kan untuk (masyarakat) yang tidak mampuJadi yang sudah mampu, tidak usah saja (membeli BBM bersubsidi)Kita mendorongnya seperti itu," jelasnya

Sebagaimana diketahui, untuk menekan subsidi, pemerintah terus menggodog beberapa opsiPemerintah pun sudah meminta tim konsorsium perguruan tinggi yang dipimpin Anggito Abimanyu untuk mengkaji berbagai opsi yang mungkin

Tiga opsi pun dikeluarkanOpsi pertama, menaikkan harga BBM subsidi jenis Premium dari Rp 4.500 per liter menjadi Rp 5.000 per liter, kemudian menyiapkan pemberian uang kembali atau cashback sebesar Rp 500 per liter untuk kendaraan umumJika opsi ini dilakukan, maka pemerintah bisa menghemat subsidi hingga Rp 7,3 triliun per tahunKelebihan opsi ini adalah mudah dilaksanakanNamun, kekurangannya, kenaikan harga bisa memicu inflasi serta berimbas pada ongkos sosial politik

Opsi ke dua, harga Premium tetap Rp 4.500 per liter untuk kendaraan umum dan sepeda motor, sedangkan mobil pribadi dilarang membeli BBM subsidiJika opsi dipilih, maka pemerintah bisa menghemat subsidi Rp 5,86 triliun per tahunNamun, pelaksanaan opsi ini mengharuskan seluruh SPBU memiliki dispenser BBM nonsubsidi (Pertamax/Pertamax Plus) untuk melayani mobil pribadiDengan demikian, butuh waktu untuk pengembangan infrastruktur, terutama untuk wilayah luar Jakarta

Opsi ke tiga, harga Premium tetap Rp 4.500 per liter untuk kendaraan umum dan sepeda motor, namun dengan penjatahan sekian liter per hariSehingga, jika kendaraan umum atau sepeda motor membeli BBM subsidi melebihi jatah, maka kelebihannya harus dibayar sebesar Rp 5.500 per literSedangkan mobil pribadi berhak membeli Premium dengan harga Rp 5.500 per liter

Opsi ke tiga ini bisa menghasilkan penghematan Rp 8,6 triliunNamun, kekurangannya, pemerintah harus memasang alat semacam smart card untuk seluruh kendaraan umum dan sepeda motor untuk mendeteksi konsumsi setiap hariDengan demikian, butuh pengembangan infrastruktur yang sangat besar

Dalam pembahasan dengan DPR, pemerintah sudah menutup opsi kenaikan harga BBM subsidi, sehingga opsi pertama dan ke tiga sepertinya sulit terlaksanaSebelumnya, Menteri ESDM Darwin ZSaleh mengatakan, sebelum melakukan pengaturan konsumsi BBM subsidi, pemerintah akan meningkatkan pengawasan untuk menekan penyelewengan BBM subsidi"Jadi, sampai saat ini, opsi kenaikan harga belum direncanakanSekarang kita perkuat pengawasan dulu," katanya

Menteri Keuangan Agus Martowardojo juga terus mendesak Kementerian ESDM untuk segera menetapkan rencana pembatasan konsumsi BBM bersubsidiJika tidak, maka konsumsi BBM akan terus melonjak, sehingga beban subsidi pun ikut naik"Karena itu, kita harapkan tahun ini terealisasi (pembatasan konsumsi BBM subsidi)," ujarnya

Namun, rencana pemerintah untuk melakukan pembatasan konsumsi BBM ini mendapat banyak kritikanAnggota Komisi XI DPR Dito Ganinduto menilai, program pembatasan konsumsi BBM tidak akan bisa berjalan efektif"Potensi terjadinya penyelewengan akan besarLagipula, saat ini saja pemerintah kesulitan mengawasi distribusi BBM bersubsidi, sehingga banyak penyelewengan," katanya

Menurut dia, program pembatasan juga akan menimbulkan gejolak di masyarakat yang imbasnya sulit diprediksi"Karena itu, seharusnya pemerintah berani saja menaikkan harga BBM, kemudian mengimbanginya dengan memberikan subsidi langsung kepada masyarakat kurang mampuDengan begitu, subsidi akan lebih tepat sasaran dan tidak merepotkan masyarakat," ucapnya

Sementara itu, Pengamat Perminyakan yang juga Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, permasalahan dalam kebijakan subsidi BBM tak akan pernah tuntas jika hanya mengandalkan kebijakan sepotong-sepotong"Karena itu, solusi untuk BBM bersubsidi adalah mematok besaran subsidi di angka tertentu, sehingga harga BBM akan berfluktuasi mengikuti harga minyak," ujarnya

Hasil studi ReforMiner Institute menyebut, kebijakan pembatasan BBM yang diwacanakan pemerintah selama ini memang cukup rasional, tetapi potensi distorsinya (khususnya terjadinya penyalahgunaan dan pasar gelap BBM) sangat tinggi"Sehingga, tidak implementatif dan tidak efektif di dalam menyelesaikan masalah yang ada baik untuk saat ini maupun di masa yang akan datang," katanya(owi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kepala Daerah Diimbau Gunakan Aspal Buton


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler