Etty Indriati, Profesor Kedokteran yang Juga Pelukis

Merasa Kering di Sains, Cari Warna Lain Situasi Malam

Selasa, 18 Oktober 2011 – 08:08 WIB
PELUKIS MALAM: Prof Drg Etty Indriati bersama sejumlah lukisannya di apartemennya di Pakubuwono Residence, Jakarta Selatan, Senin (17/10). Foto: Agung Putu Iskandar/Jawa Pos

Sains dan seni bukan dua hal yang saling bertentanganKedua bidang itu berkumpul dalam diri Prof drg Etty Indriati PhD

BACA JUGA: Plangkahan Awali Prosesi Pernikahan Putri Sultan Hamengku Buwono X

Keduanya juga sama-sama berjalan optimal
Meski sudah menerbitkan puluhan karya ilmiah, Etty kini sibuk menyiapkan pameran tunggal untuk kali pertama.
 
AGUNG PUTU ISKANDAR, Jakarta

MINGGU-minggu ini Etty Indriati sedang sibuk-sibuknya

BACA JUGA: Ibunda Denny Indrayana Berbicara Tentang Putranya

Perempuan 48 tahun itu harus bolak-balik Jogjakarta?Jakarta
Hal itu tentu tidak ringan karena dia harus menenteng beberapa lukisan karyanya dari Kota Gudeg tersebut

BACA JUGA: Kakek-Nenek Belajar Membaca, Malu sama Cucu, Tak Mau Ditipu

Ya, Erry sedang menyiapkan pameran tunggal lukisan karyanya pada 11 November hingga 11 Desember 2011.

"Beberapa lukisan sudah saya taruh di sini," kata Etty saat ditemui di apartemennya di Pakubuwono Residence, Jakarta Selatan, kemarin (17/10)Beberapa yang sudah dibawa dari Jogjakarta adalah lukisan pemandangan sejumlah kota berbagai negara

Kota-kota itu, antara lain, Moskow, Perth, Chicago, London, dan New YorkSemua lukisan itu memiliki satu kesamaanSemuanya menampilkan pemandangan malamKarena itu, hampir semua lukisan itu menggambarkan lampu-lampu malam, sinar bulan, dan kerlip lampu-lampu kendaraan bermotor.

Etty memang memilih jalur yang tidak umumDia lebih suka melukis gambar-gambar malam"Malam itu gelap, kelam, dan misteriusJuga momen kita untuk evaluasi dan introspeksiKetika malam datang, tidak berarti malam mencuri semua warnaIa justru memberi warna lain," kata ibunda Ceria Amalia, 14, dan Jeremy Mulia, 7, itu"Datangnya malam adalah dimulainya warna-warna baru," imbuhnya.

Pameran tunggal tersebut rencananya digelar di Hotel Ritz-Carlton, kawasan Mega Kuningan, Jakarta SelatanTemanya, Soul of NightDalam acara tersebut juga akan diluncurkan buku tentang semua lukisan yang dipamerkanDirektur Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Prof Dwi Maryanto sebagai kurator akan menuliskan kritiknya.

"Saya bersyukur sekali Prof Dwi mau memberikan kritikSaya kadang mikir, saya ini siapa kok sampai profesor mau memberikan masukan untuk lukisan-lukisan saya," kata istri John Kurtz itu.

Etty mengakui dirinya adalah "orang baru" di dunia seniSebab, dia tak pernah menempuh jalur formal untuk mempelajari kesenianDia juga tidak sejak muda belajar seni lukisJustru sebagian besar waktunya dihabiskan di dunia ilmu pengetahuan sebagai dokter gigi sekaligus bidang ilmu antropologi ragawi yang sering mengurusi persoalan forensik.

Memilih malam sebagai tema lukisan juga ada ceritanyaSelama ini Etty tinggal terpisah dengan keluargaSuami dan dua anaknya tinggal di Jakarta, sedangkan dirinya di JogjakartaKarena itu, setiap malam dia merasa kangen dengan anak-anaknya"Saya melampiaskan itu dengan melukis," katanya.

Ketiadaan matahari juga memberi Etty waktu yang leluasa untuk melukisSebab, pagi hingga sore dia habiskan untuk aktivitas di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), tempat dia mengajarSelain di Fakultas Kedokteran, dia mengajar di Jurusan Ilmu Budaya (Bidang Antropologi Ragawi) dan Biologi"Aktivitas di kampus belum bisa dialihkan ke orang lainWaktu melukis bagi saya cuma di malam hari," ujarnya.

Dalam seminggu, Etty bisa menyelesaikan dua hingga tiga lukisanLukisan-lukisan itu kemudian dibungkus rapi dan dibawa ke JakartaDi Jakarta, lukisan itu akan dikritik oleh anak dan suaminya"Paling tidak dari situ saya tahu lukisan saya bagus atau tidak," katanya.

Selama ini Etty belum pernah menjual lukisannyaBanyak lukisan yang diberikan kepada kolega dari berbagai daerah atau negaraSalah satunya teman guru anaknya dari Hawaii, Amerika Serikat"Masak sama teman sendiri disuruh beli," katanya lantas tersenyum.

Dalam pameran tunggal nanti, ada 35 lukisan yang dipamerkanEtty berharap lukisan-lukisan tersebut bisa berganti pemilikTapi, hasil penjualan tak akan dia nikmati sendiriDana penjualan akan disumbangkan untuk pengadaan kursi roda bagi mereka yang membutuhkan.

Pameran tunggal tersebut juga kali pertama bagi EttySebelumnya dia pernah mengadakan pameranNamun, hal itu digelar bersama komunitas Sapaku di Jogjakarta"Saya pameran lukisan lima kali bersama mereka," katanya.

Nah, proses terjadinya pameran tunggal itu juga tidak direncanakanAwalnya, Sapaku hendak menggelar pameran di Ritz-CarltonNamun, karena suatu hal, pameran dibatalkanPadahal, tempat telanjur disewa"Akhirnya, ya sudah, saya adakan pameranKadang-kadang, hidup memang lebih baik mengalir sajaLebih fleksibel dan membahagiakanDaripada susah-susah kita merencanakan sesuatu tidak kesampaian, jadi kecewa," katanya"Tapi, tetap harus bekerja keras lho ya," imbuhnya mewanti-wanti.

Penggemar film-film science fiction itu lulus dari S-1 Kedokteran Gigi UGM Jogjakarta pada 1987Setahun kemudian, dia mengajar di almamaternya, sebelum pada 1991-1997 melanjutkan S-2 dan S-3 di University of Chicago, Amerika SerikatDi dunia sains, Etty sudah menerbitkan 15 buku dan 80 jurnal ilmiahDia juga sudah ditahbiskan sebagai guru besar pada usia cukup muda, 42 tahun.

Dalam bidang ilmu antropologi ragawi, Etty mempelajari ciri fisik manusiaMulai suku Inca, Aztec, manusia purba, hingga manusia modernSpesialisasi di bidang ilmu tersebut membuat dirinya terlibat di beberapa pemeriksaan forensik pada kasus-kasus kecelakaan transportasi.

Etty bahkan memiliki kemampuan mengidentifikasi rangka manusia dengan sangat cepatDia bisa menentukan jenis kelamin dan usia hanya dalam sekali lihatBahkan, hanya dengan melihat sepotong gambar kerangka pun dia bisa menentukan apakah itu tulang cewek atau cowok"Soalnya, kan kami memeriksa tulang manusia itu sudah ribuan," katanya lantas tersenyum.

Sukses di bidang ilmu pengetahuan tak sepenuhnya membuat hasrat Etty terpenuhiPuluhan tahun menggeluti bidang ilmu pasti itu membuat jiwanya kering"Sains itu semuanya to the pointSemuanya serbaterang dan jelasSaya merasa keringSaya butuh sesuatu yang mengandalkan imajinasi dan estetika," ujarnya.

Akhirnya, di sela-sela kuliah di Amerika, pada 1997, Etty ikut kursus sketsa di Institute of ChicagoDi situ wong Solo itu belajar dasar-dasar melukis dengan teknik sketsaSetelah itu, perempuan kelahiran 14 November 1963 itu menggunakan cat air, cat minyak, hingga akhirnya cat akrilik"Menggunakan cat minyak perlu waktu lama, menunggu catnya keringPadahal, saya termasuk pelukis yang cepat," katanya.

Pilihan menggeluti kesenian terus membuahkan hasilDia beberapa kali ikut pameran kesenian dan bergaul dengan seniman dari berbagai daerahDia bahkan pernah diundang ke ISI sebagai sosok yang menggabungkan sains dan kesenian.

Lukisan bukan satu-satunya "pelarian" EttyPenggemar film Up itu pernah menulis novel berjudul Cokelat Postmortem dan buku kumpulan puisi Jejak TuhanAktivitas kesenian itu benar-benar membuat dirinya merasa komplet"Otak kanan dan otak kiri saya mendapatkan tempatnya untuk berkreasi," ujarnya(c2/nw)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Albertina Ho, Hakim Kritis PN Jakarta Selatan yang Dimutasi ke Daerah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler