Perusahaan minyak raksasa Exxon Mobil sudah menyelesaikan perkara gugatan yang diajukan sejumlah warga Aceh yang mengatakan tentara Indonesia yang disewa perusahaan tersebut melakukan pembunuhan dan penyiksaan.
PERINGATAN: Artikel ini memuat rincian kekerasan yang bisa membuat pembaca tidak nyaman.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Kebakaran di Sebuah Hostel Selandia Baru Tewaskan Sejumlah Orang
Kedua belah pihak penggugat dan Exxon Mobil mengatakan di pengadilan federal Amerika Serikat di Washington DC jika mereka sudah menyelesaikan kasus yang terjadi di tahun 2001.
Agnieszka Fryszman, pengacara dari kantor firma hukum Cohen Milstein Sellers & Toll yang mewakili warga Aceh mengatakan isi kesepakatan bersifat rahasia.
BACA JUGA: Masyarakat Australia Semakin Gemar Mengonsumsi Jamur Sebagai Pengganti Daging
Kantor berita BBC melaporkan sejumlah warga desa di Aceh mengaku mendapat penyiksaan, pelecehan dan tindak kekerasan seksual, dan juga menyaksikan anggota keluarga mereka ditembak tentara Indonesia yang dikontrak untuk bekerja dengan Exxon Mobil.
Kasus Exxon awalnya akan disidangkan di Washington DC dengan sistem juri pada tanggal 24 Mei mendatang, untuk memutuskan apakah perusahaan tersebut melakukan kecerobohan dalam mempekerjakan tentara Indonesia untuk menjaga fasilitas ladang minyak mereka di Aceh saat banyaknya tindak kekerasan di sana.
BACA JUGA: Penyelidikan Kematian Warga Pribumi Australia Menunjukkan Penahanan dan Kondisi yang Tidak Manusiawi
Gugatan meminta agar pihak Exxon bertanggung jawab atas tindak kekerasan yang dilakukan para tentara.
Agnieszka mengatakan para penggugat, yang berjumlah 11 orang dan namanya tidak disebut dalam dokumen pengadilan, menangis ketika mendengar keputusan kasusnya sudah mencapai penyelesaian.
"Mereka sudah berjuang dalam kasus ini selama 20 tahun melawan salah satu perusahaan paling kuat di dunia," kata Agnieszka.
Sebuah pernyataan di situs Cohen Milstein mengatakan empat penggugat dan beberapa saksi sudah meninggal sejak proses pengadilan dimulai pada tahun 2001.
Salah satu penggugat menuduh ia mendapat serangan oleh seorang tentara "ketika sedang hamil delapan bulan, yang 'memaksanya untuk melompat-lompat berulang kali'," kata pernyataan itu.
Perempuan lain menuduh suaminya ditembak saat bekerja di sawah pada tahun 2001 oleh petugas keamanan Exxon Mobil.
Seorang pria juga dilaporkan menghilang selama beberapa hari pada Januari 2001.
"Ketika dia tiba di rumah, [dia] hanya mengenakan pakaian dalamnya, tangannya telah dipotong, dan dia kehilangan satu matanya," menurut kesaksian di pengadilan.
Di pengadilan Exxon mengatakan tidak ada hubungan yang kuat antara perusahaan tersebut dengan kesalahan yang dilakukan tentara Indonesia, pendapat yang sebagian besar dibantah oleh Royce Lamberth, Hakim Distrik Amerika Serikat tahun lalu.
Di tahun 2021, gugatan tersebut menyebabkan pengunduran diri Alex Oh dari jabatannya sebagai direktur penerapan aturan Komisi Pengawas Saham Amerika Serikat.
Hal ini terjadi setelah hakim mempersoalkan kedudukan Alex yang mewakili Exxon karena bekerja di perusahaan firma hukum Paul, Weiss, Rifkind, Wharton & Garrison ketika itu.
Tahun lalu, Hakim Royceh memerintahkan Exxon untuk membayar sekitar US$289.000 dalam sanksi setelah menemukan Alex, saat masih menjadi mitra di Paul Weiss, secara tidak benar menuduh pengacara lawan bertindak "unhinged" atau tidak stabil selama deposisi tersebut.
Alex, yang tidak kembali ke firma hukum setelah pengunduran dirinya dari SEC, tidak menanggapi permintaan untuk memberikan komentar.
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hewan Platipus Dikembalikan Ke Taman Nasional Sydney Setelah Menghilang Puluhan Tahun