Fadli Zon: Pemerintah Belajar jadi Diktator, Harus Dilawan

Minggu, 16 Juli 2017 – 07:16 WIB
Dua Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Fahri Hamzah. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah akan membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2/2017 tentang Ormas dengan DPR RI sebelum membubarkan organisasi yang dianggap bertentangan dengan Pancasila.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, sebelum menerbitkan Perppu, pihaknya juga mengundang para pakar hukum, agama dan sosial.

BACA JUGA: Perppu Ormas, HTI Sebut Rezim Mengarah ke Otoriter

“Tidak dadakan,” terang dia melalui sambungan telpon dalam acara diskusi di salah satu rumah makan di Kawasan Cikini kemarin (15/7). Tjahjo berhalangan hadir, sehingga memberi keterangan lewat telepon.

Selain itu, kata politikus PDIP Itu, pemerintah juga melakukan survei untuk mengetahui dinamika dan kondisi ormas yang ada di Indonesia.

BACA JUGA: PKS: Pemerintah Jangan Asal Blokir

Namun, Tjahjo masih enggan menyebutkan mana saja ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila.

Dia menjelaskan, pemerintah tidak serta merta membubarkan ormas. Pihaknya akan mengajukan Perppu untuk dibahas dengan DPR.

BACA JUGA: RUU Pemilu, Pemerintah Harus Legawa Terima Keputusan Politik DPR

Dia akan menunggu selesainya pembahasan. Jadi, lanjut dia, pihaknya tidak terburu-buru membubarkan ormas. Pemerintah menghormati mekanisme yang ada.

Direktur Ormas Ditjen Politik dan Pemerintah Umum Kemendagri Laode Ahmad mengatakan, Perppu itu diterbitkan untuk menjadi rambu bagi ormas.

"Kebijakan pemerintah ini untuk mengayomi," terang Laode yang juga menjadi pembicara dalam diskusi tersebut.

Menurut dia, Perppu bukan hanya untuk menyasar salah satu ormas saja, tapi aturan itu berlaku untuk seluruh ormas yang ada di Indonesia. Tidak benar jika peraturan tersebut bertujuan untuk membubarkan ormas-ormas Islam.

Laode menjelaskan, Perppu adalah salah satu instrumen hukum yang bisa digunakan untuk mengatur organisasi kemasyarakat secara lebih memadai dan sistematis. Aturan baru itu juga mempertegas larangan bagi ormas dana sanksi yang akan diberikan.

Terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan Perppu itu sudah berlaku dan memiliki kekuatan hukum. Pemberlakuan Perppu itu sejak tanggal diumumkan pada publik.

”Kan aturannya demikian, begitu diumumkan kepada DPR itu langsung berlaku sampai dengan DPR menetapkan yang lain,” kata JK usai kunjungan kerja sehari di Padang, Sumatera Barat, kemarin (15/7).

Meskipun langsung berlaku, pemerintah memang tidak akan gegabah dalam menjalankannya. Mereka pun sedang mengumpulkan alat bukti yang cukup sehingga suatu ormas bisa benara-benar dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip Pancasila.

”Apakah ada organisasi yang dianggap melanggar dan mempunyai bukti-bukti yang nyata tentu itu harus ada prosesnya kan. Ditegur dulu, diberikan peringatan dulu, dan sebagainya,” ujar dia.

Sesuai pasal 62 Perppu tersebu tahapan pembubaran ormas itu dimulai dari pemberian surat peringatan yang hanya satu kali saja. Ormas diberi waktu tujuh hari untuk memenuhi semua yang ada dalam surat peringatan itu.

Bila tidak, Menkumham bisa menghentikan kegiatan ormas tersebut. Jika tidak dihiraukan, maka Menkumham bisa membubarkan ormas itu dengan cara pencabutan surat keterangan terdaftar serta pencabutan status badan hukum.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang juga hadir dalam diskusi itu mengatakan, fraksinya dengan tegas menolak Perppu.

Sebab, kebijakan itu merupakan sebuah kemunduran demokrasi dan kediktatoran gaya baru. Pemerintah belajar jadi diktator. “Menurut saya itu harus dilawan,” terang dia.

Politikus Partai Gerindra itu menegaskan, kebijakan tersebut sudah melanggar amanat reformasi. Dia menilai, pemerintah sudah bermain api.

Menurutnya, langkah yang dilakukan pemerintah akan menimbulkan kegaduhan baru. “Rezim ini rezim paranoid,” tegas dia.

Walaupun pemerintah menyatakan peraturan itu tidak hanya ditujukan kepada Ormas Islam, Fadli mengatakan, langkah pemerintah itu mudah ditebak.

Peraturan itu sengaja diarahkan kepada Ormas Islam. “Menjadikan Islam sebagai musuh adalah kebijakan yang salah,” tutur alumnus Universitas Indonesia (UI) itu.

Yandri Susanto, anggota DPR dari Fraksi PAN menjelaskan, Perppu Ormas belum perlu dikeluarkan. Menurutnya, peran pengadilan dihapus dalam aturan itu, sehingga hal itu akan menimbulkan kediktatoran.

Dalam Perppu, pemerintah bebas menafsirkan. Hanya ada tafsir tunggal yang sangat subjektif. Mereka tidak perlu menunggu keputusan pengadilan dan tidak harus meminta pendapat DPR.

Pemerintah bisa langsung membubarkan ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila.

“Kami akan mengkaji Perppu itu. Banyak yang menjadi pertanyaan. Salah satunya, kenapa pasal pengadilan dihapuskan,” ungkap anggota Komisi II itu.

Juru Bicara HTI Ismail Yusanto yang juga diundang dalam diskusi itu mengatakan, Perppu itu dibuat untuk membubarkan organisasinya. Jadi, kebijakan itu sangat merugikan Ormas Islam itu.

Apalagi dalam peraturan tersebut tidak pasal pengadilan, sehingga organisasi yang akan dibubarkan tidak melakukan pembelaan di pengadilan.

“Unsur pengadilan tidak ditempuh merupakan indikasi kediktatoran gaya baru,” ungkapnya. (lum/jun)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Yusril Bela HTI Gugat Perppu Ormas


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler