jpnn.com - SALING bentak terjadi antara Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dengan kepala penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), AKBP Kristian, saat menggeledah ruang kerja anggota fraksi PKS yang menjabat wakil ketua komisi V DPR, Yuddy Widiana Adia.
Ketegangan berlangsung setelah Fahri mencak-mencak kepada personel Brimob yang berjaga di depan ruangan Yuddy karena membawa senjata laras panjang ke DPR. Setelahnya, perang mulut tak terhindarkan antara pimpinan DPR dari PKS itu dengan penyidik KPK.
Ketika itu, Fahri yang didampingi angota komisi III DPR M Nasir Djamil, memeriksa surat tugas penggeledahan yang dipunyai penyidik guna mengetahui apakah ada standar operasional prosedur (SOP) penggunaan personel brimob dalam setiap penggeledahan, atau tidak.
Ternyata, selain tidak menemukan adanya aturan penggunaan aparat bersenjata, Fahri juga mendapati dalam surat penggeledahan itu hanya terdapat satu nama saja, yakni Damayanti Wisnu Putranti (DWP) yang telah berstatus tersangka dugaan suap proyek jalan di Ambon. Sedangkan nama Yuddy Wididana Adia, wakil ketua komisi V DPR tidak ada dalam surat tugas penggeledahan itu.
Nah, Fahri lantas meminta mereka meninggalkan ruangan Yuddy, yang merupakan pimpinan komisi V dari fraksi PKS. Tapi, permintaan Fahri dilawan oleh AKBP Kritian dengan alasan telah mendapat izin Sekjen DPR dan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
"Kami sudah izin ke sekjen, kami sudah ke MKD. Saya sudah mendapatkan tugas MKD. Saya tidak akan keluar. Saya juga melaksanakan tugas," bentak perwira polri dengan dua melati di pundak, kepada Fahri dan Nasir Djamil.
"Prosedurnya seperti apa. Saya juga tugas negara, seolah-olah saya maling. Mana suratnya. Ada landasan gukumnya nggak bawa senjata laras panjang. Ini bukan kami menghalang-halangii KPK ya," tegas Fahri, balik membentak.
Ditegaskan Fahri, ia tidak mempersoalkan penggeledahan karena yang jadi masalah adalah adanya personel Brimob membawa senjata laras panjang ke gedung DPR Jakarta. "Ini bukan gedung teroris," ucapnya dengan nada tinggi.
Kepada wartawan di sela-sela penggeledahan tersebut, Fahri menegaskan aparat bersenjata laras panjang tidak dibenarkan memasuki gedung parlemen. Hal ini juga sama seperti negara-negara lain di dunia. Apalagi, sudah ada kesepakatan antara DPR dengan Kapolri masa kepemimpinan Jenderal Sutarman.
"Waktu itu Pak Tarman (panggilan Sutarman, red), memaklumi dan minta maaf dan mengatakan ini tidak akan terjadi lagi," ungkap Fahri. Saat bersamaan, penggeledahan tetap dilakukan oleh penyidik KPK di dalam ruangan Yuddy.
Saat itu, Fahri juga mempersoalkan penggeledahan di dua ruang kerja anggota komisi V lainnya, yakni Budi Supriyanto (Golkar) dan Yuddy Widiana Adia (PKS). Sebab, dalam surat perintah yang dimiliki penyidik ternyata hanya terdapat satu nama, yakni Damayanti Wisnu Putranti (DWP) dari PDI Perjuangan.
"Kami periksa surat tugas, ternyata hanya diperiksa satu nama, yang lain ini dikembangkan. Makanya saya marah. Jadi mohon pengertiannya, bahwa saya melakukan ini karena harus menjaga nama lembaga ini (DPR, red). Siapa yang mau Anda geledah harus jelas, taat hukum," cetusnya.
Kasus ini berkaitan dengan tertangkapnya Damayanti oleh penyidik KPK karena diduga menerima suap dari pengusaha terkait proyek jalan dari Kementerian PU-Pera di Ambon. Selain Anggota komisi dari dapil Jawa Tengah IX itu, dua stafnya Julia Prasetyarini dan Dessi A Edwin, serta Dirut PT Utama Windu Tunggal, Abdul Khoir, juga menyandang status tersangka. (fat/jpnn)
BACA JUGA: Merasa Malu, PNS Daerah Rame-rame Datangi Kantor Menteri Yuddy
BACA JUGA: Ketika Luhut Panjaitan Mesra dengan Pria yang Dulu Hendak Ditangkapnya
BACA JUGA: MENCEKAM! Pelaku Bagi-bagi Peluru di Sekitar Starbucks
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gabung Gafatar sejak Kuliah, Si Putra Sulung Menghilang Tanpa Kabar
Redaktur : Tim Redaksi