Ketika Luhut Panjaitan Mesra dengan Pria yang Dulu Hendak Ditangkapnya

Jumat, 15 Januari 2016 – 00:57 WIB
AKRAB: Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan ketika menemui Presiden Timor Leste Taur Matan Ruak di Presidential Palace, Dili, kemarin (13/1). Foto : Akhmad Zaenuddin/Kemenkopolhukam

jpnn.com - JIKA saja operasi militer yang dilakukan 40 tahun lalu berhasil, pertemuan hangat Jenderal (purn) Luhut Pandjaitan dan Presiden Timor Leste Taur Matan Ruak  itu tidak akan pernah terjadi, 13 Januari 2015. Tapi, guratan nasib rupanya berkehendak lain.

Gunawan Sutanto, Dili

BACA JUGA: MENCEKAM! Pelaku Bagi-bagi Peluru di Sekitar Starbucks

Keduanya masih diberi panjang umur. Bahkan, dari semula berhadapan di medan perang, kini mereka bersahabat erat. Permusuhan telah lama mereka kubur.

Saat bertemu di Dili, Timor Leste, dua lelaki tersebut saling berpelukan erat dan cekikikan mengingat memori masa silam.

BACA JUGA: Gabung Gafatar sejak Kuliah, Si Putra Sulung Menghilang Tanpa Kabar

Luhut merupakan mantan perwira Detasemen Tempur Kopassandha (kini Kopassus) yang diterjunkan untuk menumpas Fretilin, organisasi yang berjuang untuk kemerdekaan Timor Leste. Sedangkan Taur merupakan salah seorang pentolan gerilyawan Falintil, sayap militer Fretilin.

’’Operasi kami dulu terlambat sekitar dua jam saja. Kalau tidak, Anda pasti sudah saya tangkap,’’ kelakar Luhut yang kini menjabat Menko Polhukam ketika bertemu Taur di Dili kemarin.

BACA JUGA: Heboh Surat Terbuka Perempuan Muda soal Biduan Mesum

Taur, kini presiden Timor Leste, hanya tertawa geli. ’’Saya justru baru tahu sekarang kalau waktu itu akan ditangkap,’’ ungkap Taur disambut tawa Luhut.

Kunjungan kerja Luhut ke Timor Leste berlangsung dua hari, 12–13 Januari. Di Negeri Lorosae itu, Luhut mengagendakan sejumlah pembicaraan kenegaraan.

Salah satunya menyangkut penanganan masalah perbatasan dan imigrasi. Sekaligus, Luhut ingin menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo berencana mengunjungi negara yang pernah menjadi bagian dari Indonesia tersebut.

Nah, di tengah pembicaraan serius itulah, Luhut banyak bernostalgia dengan para pejabat di Timor Leste yang dulu menjadi target operasinya. ’’Dulu kami memang musuh, tapi kini menjadi sahabat. Persahabatan ini bisa menjadi contoh bagi dunia,’’ ujar pejabat kelahiran Toba Samosir, Sumatera Utara, itu.

Luhut sebenarnya sangat ingin napak tilas ke tempat-tempat bersejarah bagi karir militernya di Timor Leste yang semasa menjadi wilayah Indonesia bernama Timor Timur (Timtim) itu. Di antaranya, dia sangat ingin menapakkan kaki ke District Remexio. Sayang, agenda kunjungan kerja yang harus dilanjutkan ke Pontianak, Kalimantan Barat, membuat keinginan itu tak terwujud.

’’Selain ke Remexio, saya ingin sekali merajut memori di Besilau,’’ ujar Luhut ketika berbincang di atas pesawat TNI-AU menuju Pontianak.

Dari cerita Luhut, medan laga di Besilau mengingatkan pada cerita film perang Fury yang disutradarai David Ayer dan dibintangi, antara lain, Brad Pitt dan Shia LaBeouf.

Di daerah tersebut, pasukan Luhut tiba-tiba diserang dari segala penjuru bukit oleh pasukan Fretilin. Mirip ketika prajurit Amerika yang tersisa di tank Fury dihajar satu kompi Waffen SS (pasukan Nazi). ’’Kami akhirnya bisa selesaikan pertempuran itu, meski ada yang gugur,’’ kisah Luhut.

Pria yang pernah menjadi duta besar RI untuk Singapura itu tercatat tiga tahun terlibat operasi militer di Timtim. Pertempuran dahsyat lain yang dialami Luhut adalah ketika menguasai Dili.

Kemarin dari Gedung Pusat Budaya Indonesia, Luhut menerawang jauh. Matanya nanar melihat perbukitan di sekitar Dili. ’’Dulu kami hampir dua minggu berada di sana untuk bisa menguasai selatan Dili,’’ kenangnya.

Luhut juga bertutur bagaimana ketika dirinya kali pertama memimpin pendaratan pasukan di Timor Timur, 7 Desember 1975. Ketika itu, Luhut dan prajuritnya diterbangkan dari Madiun.

Perjalanan udara selama 6 jam membuat pasukan tak bisa berbuat banyak. ’’Kami tak bisa buang air, meski akhirnya ada yang kencing dan buang air besar di celana,’’ kelakarnya.

Dengan menenteng ransel seberat 35 kg, Luhut dan pasukannya akhirnya harus terjun dari langit Timor Timur tepat pukul 05.45 Wita.

’’Sekitar tiga menit sebelum matahari terbit, pasukan terjun dari pesawat C-130B di ketinggian 900 kaki hingga 1.250 kaki,’’ terangnya.

Namun, ketika pintu pesawat terbuka dan pasukan menunggu aba-aba terjun, tembakan musuh berdatangan dari bawah. Pendaratan pun akhirnya tak berhasil maksimal.

Sebagian prajurit masuk ke laut. Ada yang jasadnya hilang dan ada yang akhirnya ditemukan. Tak mulusnya pendaratan itu diduga disebabkan kurang akuratnya informasi intelijen.

Dalam waktu dua jam, delapan anak buah Luhut gugur. ’’Mereka gugur di medan tugas. Padahal, semalam sebelumnya, saya masih brifing mereka di bak pasir,’’ kenangnya. Bukan hanya anak buahnya, komandan Luhut, Mayor (anumerta) Atang Sutrisna, juga gugur.

Luhut mengaku tak menyangka anak buah dan komandannya bakal gugur dalam pertempuran. Maklum, ketika itu, sebagai pasukan elite baret merah, Luhut sempat jemawa dan merasa hebat.

Sampai sekarang, Luhut berupaya mengumpulkan alumni pasukannya itu, termasuk keluarga pejuang yang gugur. ’’Terakhir saya kumpulkan mereka pada 7 Desember 2015,’’ ucapnya.

Ketika itu, terkumpul 106 veteran prajurit Kopassandha yang terjun bersama Luhut di Timor Timur, 40 tahun lalu. Rata-rata para veteran itu berusia 72–76 tahun. ’’Dari 500 prajurit yang terlibat, hanya itu yang tersisa,’’ lanjutnya.

Luhut juga berhasil mengumpulkan 53 janda dan anak prajurit yang gugur dalam Operasi Seroja. Dia menegaskan akan terus mengumpulkan para veteran dan keluarga pejuang yang gugur dalam Operasi Seroja. Menurut Luhut, tanpa mereka, dirinya tak mungkin menjadi seperti dirinya saat ini.

’’Kalau ada waktu, saya juga ingin kembali ke Timor Leste untuk merajut memori yang lebih lengkap,’’ terang jenderal 68 tahun tersebut.

Rajutan memori itu tak hanya dilakukan untuk veteran pejuang RI. Luhut juga ingin mengakomodasi mimpi mantan Presiden Timor Leste Xanana Gusmao yang berharap bisa menemukan makam tokoh Fretilin sekaligus mantan Perdana Menteri Timor Leste Nicolau do Reis Lobato.

’’Pak Xanana mengungkapkan kepada saya sangat ingin bisa menemukan makam Lobato yang gugur di tangan pasukan kita,’’ ujarnya.

Sebagai sahabat, Luhut ingin mewujudkan keinginan tersebut. Menurut dia, persahabatan semacam itu bisa menjadi contoh bahwa tidak boleh ada dendam dari sejarah masa lalu.

Ketika Jawa Pos berkesempatan bertemu Xanana Gusmao, pria yang kini menjadi menteri perencanaan pembangunan (semacam Bappenas) itu mengaku gembira didatangi tamu istimewa. ’’Pak Luhut itu luar biasa. Senang sekali saya kedatangan dia,’’ ujarnya. (*/c5/ttg)

 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rakernas PDI Perjuangan, Perundingan Ala Partai Penguasa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler