jpnn.com - GERAKAN Fajar Nusantara (Gafatar) sedang mendapat sorotan. Ormas yang sudah dibubarkan oleh pemerintah itu disinyalir masih eksis dan memiliki anggota yang tersebar dari berbagai daerah. Anggota yang direkrut rata-rata dari kalangan berpendidikan. Bagaimana?
Solikhah Ambar Pratiwi - Magelang
BACA JUGA: Heboh Surat Terbuka Perempuan Muda soal Biduan Mesum
Muh Subari (57), warga Perumahan Lembah Asri, Desa Mantenan, Kecamatan Mertoyudan, Magelang, Jateng, tidak menyangka jika putranya, Adi Kurniawan (27) menghilang begitu saja tanpa kabar. Kekhawatirannya semakin menjadi ketika dirinya mengetahui berita tentang gerakan Gafatar dari berbagai media.
Menurut Subari, keluarga menduga anak pertama dari empat bersaudara itu bergabung dalam gerakan Gafatar yang kini dilarang oleh pemerintah. Bukan tanpa alasan, Adi sempat menyatakan telah bergabung dengan Gafatar beberapa tahun lalu saat dirinya masih kuliah.
BACA JUGA: Rakernas PDI Perjuangan, Perundingan Ala Partai Penguasa
"Dia juga pernah mencoba mengenalkan ibunya untuk bergabung dengan Gafatar yang bermarkas di daerah Sleman, DIY. Tapi ibu menolak dan mengajaknya pulang," ujar Subari didampingi istrinya, Siti Sugiarti.
Dia menceritakan, awal mula gelagat Adi sudah terlihat tahun 2013 lalu ketika dirinya masih berkuliah. Setiap kali pulang kerumah, alumni salah satu Akademi di Yogyakarta itu kerap membawa buletin Gafatar.
BACA JUGA: Prabowo Subianto; Istimewa, Kocak, dan Mesra Bersama PKS
"Selain pulang membawa buletin, Adi juga cerita bahwa dia bergabung dengan Gafatar," ungkapnya.
Awalnya, Subari biasa saja lantaran isi dari buletin yang dibawa Adi hanya berisi artikel tentang kegiatan-kegiatan sosial yang diadakan Gafatar di seluruh Indonesia. Namun, suatu ketika dia menemukan sejumlah artikel yang berisi tentang ajaran Gafatar. Dalam artikel itu menyebutkan bahwa anggota Gafatar tidak diwajibkan shalat lima waktu dan puasa sebagaimana diwajibkan kepada umat Islam.
Sejak saat itu, Subari mulai mengkhawatirkan kondisi Adi. Terlebih sikap Adi mulai berubah menjadi lebih pendiam dan terlihat sibuk jika berada di rumah. Dia juga berubah drastis dari yang sebelumnya jarang keluar rumah saat malam hari, menjadi sering keluar rumah setiap malam minggu dengan alasan ada rapat organisasi.
"Kalau di rumah seperti tidak kerasan, ada saja yang telpon memintanya untuk keluar rumah. Adi juga seperti buru-buru kembali lagi ke Yogyakarta," katanya.
Menurut Subari, pemuda kelahiran Magelang 1 April 1988 itu termasuk anak yang pintar dibidang akademik. Hal itu terlihat dari IPK nya yang mencapai 3,80 atau lulus dengan predikat cumlaude.
Selepas kuliah, Adi mengaku diterima kerja di sebuah biro iklan Jakarta setelah melamar pada job fair Jogja Expo Center (JEC). Dia kemudian pamit berangkat pada pertengahan Oktober 2015 lalu.
Kejanggalan sempat dirasakan oleh Subari saat Adi tidak mau diantar keluarga lantaran berdalih berangkat bersama temannya. Dia bahkan tidak pernah menjawab dengan pasti pertanyaan perihal pekerjaan yang akan dilakoninya di Jakarta.
"Saat ditanya tentang pekerjaannya, tidak pernah dijawab dengan pasti malah berbelit-belit," kata Subari.
Setelah keberangkatannya tersebut, Adi masih bisa dihubungi beberapa kali oleh keluarga melalui sambungan telepon. Dia sempat mengatakan tidak bisa pulang sampai masa training kerja selesai pada November 2015.
Akan tetapi, hingga pertengahan November 2015, ternyata Adi tidak pulang dan mengatakan kalau masa training diundur sampai Desember 2015. Sejak itu, pihak keluarga sudah tidak bisa menghubunginya lagi lantaran nomor ponsel sudah tidak aktif.
Hingga kini, pihak keluarga sama sekali tidak tahu keberadaan Adi. Pihak keluarga hanya bisa pasrah sembari terus berdoa dan berusaha agar putra sulung itu dapat kembali pulang.***
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengunjung Sidang di MK: Apa Seperti Ini ya Rasanya di Neraka?
Redaktur : Tim Redaksi