jpnn.com - jpnn.com - Fahri Hamzah meminta Presiden Joko Widodo membuat aturan khusus soal penyadapan.
Dia menegaskan, tadinya aturan khusus masalah penyadapan sudah pernah dibahas di era Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY).
BACA JUGA: Rawan Penyadapan, Indonesia Butuh Pusat Intersepsi
Namun, saat itu peraturan pemerintah (PP) yang dikeluarkan di judicial review sebuah organisasi ke Mahkamah Konstitusi hingga akhirnya digugurkan.
"Saya sudah mewanti-wanti soal ini semenjak pemerintahan SBY dulu. Dulu pernah membuat PP tentang penyadapan. Kalau tidak salah waktu itu menterinya Tifatul Sembiring," ucapnya.
BACA JUGA: Fahri Sebut Indonesia Darurat Penyadapan
Mahkamah Konstitusi saat itu menggugurkan PP tersebut setelah diputuskan bahwa penyadapan tidak boleh diatur oleh ketentuan di bawah undang-undang.
Jadi, lanjut dia, ketentuan yang dibuat itu harus selevel dengan undang-undang.
BACA JUGA: Pak SBY Pengin Bertemu Jokowi? Ini Saran Bang Masinton
"Waktu itu saya mendesak pemerintahan SBY untuk membuat Perpu (peraturan pengganti perundang-undangan) tentang penyadapan," ungkap politikus asal PKS tersebut.
Sayang, perpu itu tak pernah sampai terwujud karena pembahasan yang panjang.
Sama seperti saat itu, penyalahgunaan penyadapan sudah sangat darurat. Berkembangnya teknologi informasi, menurutnya kini cara penyadapan dan metodenya semakin dahsyat sekarang.
"Nah akhirnya sampai kepada revisi undang-undang ITE di masa Pak Jokowi tahun lalu sampai sekarang ketentuan soal penyadapan belum ada ini adalah sumber kekacauan di dalam penyadapan," ungkapnya,
Penyadapan dalam pandangan Fahri, saat ini dianggap sebagai sesuatu yang tidak penting oleh pemerintahan.
Padahal di seluruh dunia yang penyadapan atau illegal tapping adalah suatu pelanggaran HAM berat.
"Semua tahu di undang-undang ITE itu, hukumannya di atas 10 tahun," tandasnya.
Hal itu disampaikannya menyusul dugaan penyadapan pembicaraan antara SBY dan ulama besar seperti KH. Ma'ruf Amin. (dkk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Marah Kiai Maâruf Diserang, Banser Tunggu Komando
Redaktur & Reporter : Muhammad Amjad